Senin, 09 Mei 2016

Zina dalam al-Quran

Zina dalam Perspektif al-Qur`an

A.    Pengertian Zina
Kata zina (زنى) dalam berbagai bentuknya disebut hanya 6 kali dalam  Al-Qur’an, dalam bentuk fi’il mudhari’ disebut 2 kali pada QS Al-Furqan: 68 dan QS Al-Mumtahanah: 12. Adapun dalam bentuk mashdar hanya disebut dalam QS. Al-Isra’ :32 kemudian dalam bentuk isim fa’il disebut 3 kali dan selalu beriringan pada QS. An-Nur: 2.
Zina (زنى) yang berarti berbuat zina atau melakukan hubungan badan tanpa ikatan yang sah menurut agama (hukum islam). Dalam bahasa Arab, menurut Al-Lihyani terdapat dua versi mengenai penulisan zina, pertama kata zina (زنا) dengan memakai alif mamdudah atau alif tegak yang berasal dari penduduk Hijaz dan yang kedua kata zina (زنى) dengan memakai alif layyinah atau alif bengkok yang berasal dari Bani Tamim, tetapi dalam kitab As-Shahhah ini berasal dari penduduk Najed.[1]
Pengertian zina menurut ulama Madzhab Hanafi adalah hubungan seksual (hubungan badan) yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan secara sadar yang disertai dengan nafsu seksual dan diantara mereka tidak ada ikatan perkawinan yang sah, atau tidak ada hubungan kepemilikan antara keduanya (hubungan tuan dan hambanya).[2]
Term yang semakna dengan zina dalam Al-Qur’an adalah kata As-Sifah (السفاح) untuk menunjukan arti zina, seperti yang dijelaskan pada Q.S  An-Nisa : 24-25  dan kata Al-Fahisyah (الفاحشة) seperti dalam Q.S An-Nisa : 1
Sebagaimana dalam Firman Allah Q.S Al-Isra’ : 32
Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ  
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”
Dalam zina terselip unsur menyia-nyiakan keturunan dan pemilikan harta kepada selain orang yang berhak atas warisan tersebut. Zina merupakan sebab langsung menularnya penyakit-penyakit yang sangat membahayakan, dan zina juga merupakan salah satu sebab terjadinya pembunuhan karena sifat atau rasa cemburu yang memang sudah menjadi watak manusia.
B.     Macam-Macam Zina
Ditinjau dari sudut pelaku zina dapat di kategorikan kepada 3 macam yaitu :
1)      Orang yang belum kawin (البكر)
Bagi mereka yang melakukan perbuatan zina tetapi mereka belum pernah kawin, para ulama telah sepakat bahwa hukuman yang dikenakan kepada mereka yaitu didera (dicambuk) 100 kali, sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam QS. An-Nur : 2
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ  
Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
2)      Pelaku zina yang sudah pernah kawin (المحصن) baik yang masih dalam status ikatan perkawinan maupun sudah bercerai, maka para ulama telah sepakat bahwa hukumannya adalah wajib dirajam sampai mati. Disamping hukuman itu juga mereka dikenakan hukuman tambahan yaitu didera 100 kali.
            Seorang pelaku zina dikatakan mukhsan bila memenuhi syarat sebagai berikut
a)      Dia adalah seorang mukallaf.
b)      Dia adalah seorang yang merdeka.
c)      Pezina ini pernah beristri atau bersuami menurut nikah yang sah. [3]
3)      Pelaku zina berstatus hamba sahaya (عبيد) hukuman yang dikenakan kepada mereka adalah setengah dari hukuman yang diberi kepada pelaku zina yang belum pernah kawin, dan setengah dari hukamn yang dikenakan kepada pelaku zina yang sudah kawin, sebagaiman terdapat pada QS an-Nisa : 25
C.  Sanksi Pelaku Zina
1.    Sanksi Pelaku Zina Muhshan
Sanksi bagi pezina yang sudah pernah menikah (muhshan) adalah rajam, baik laki-laki maupun perempuan, muslim ataupun kafir.[4]
2.    Sanksi Pelaku Zina Ghairu Muhshan
Sanksi bagi pezina yang belum nikah (ghairu muhshan) yaitu didera (dicambuk) 100 kali kemudian diasingkan selama satu tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Khusus hamba sahaya (‘abd) dicambuk 50 kali tanpa diasingkan, baik laki-laki maupun perempuan.[5]
Hukuman yang dikenakan kepada mereka (pezina ghairu muhshan) sesuai dengan ketentuan di dalam Qs. An-Nûr: 2, yang berbunyi:[6]
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ  
Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”


3.    Waktu dan Tempat Pelaksanaan Sanksi
Hukuman bagi pezina yang masih gadis (al-Bikr) atau laki-laki yang masih jejaka (belum pernah menikah), pelaksanaan hukuman mereka berdua yaitu disaksikan oleh sekumpulan orang, atau sedikitnya tiga dan empat dari orang-orang mukmin agar menjadi sebuah pelajaran bagi semua pihak yang melihat dan mendengarnya.[7]
Dan hukuman bagi pezina yang sudah pernah menikah (muhshan) adalah dirajam, yaitu dengan mengubur badannya separuh di persimpangan jalan kemudian dilempar batu hingga mati. Nabi bersabda:
D.  Hikmah Larangan Disyari’atkannya Zina
Hikmah larangan disyari’atkannya zina, yaitu:[8]
1.    Sebagai pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang belum melakukannya agar mereka tidak melakukan perbuatan yang serupa.
2.    Untuk menahan pandangan dan memelihara kemaluannya.
3.    Untuk mendidik manusia menjadi makhluk yang suci, yang pada akhirnya mengantarkan kepada kehidupan yang aman dan damai.
E.     Referensi
At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin ‘Abdullah. 2011. Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta: Darus Sunnah.
Shihab, M. Quraish. 2007. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati.




[1]M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2013), hlm. 1135.
[2] Ibid, hlm. 1136.
[3] Ibid, hlm. 313.
[4]  Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin ‘Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus Sunnah, 2011), Cet. 11, hlm. 1129
[5] Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin ‘Abdullah At-Tuwaijiri, Opcit, 1129
[6] M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. 1, hlm. 1136
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 279
[8] Ibid, hlm. 303 dan 308

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post