BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril As. yang mana isi
kandungannya merupakan penyempurna dari kitab-kitab Allah sebelumnya. Dalam
surat petama al-Qur’an, tepatnya dalam surat al-Baqarah, Allah
melalui firman-Nya menjelaskan tentang keadaan orang yang bertakwa, kemudian
orang kafir dan orang munafik.
Dalam pembahasan makalah ini, penulis mencoba
untuk menjelaskan tentang golongan orang munafik, khusunya keadaan mereka
ketika menerima ayat-ayat Allah yang ditujukan kepada seluruh manusia yang
berfikir. Namun demikian, mereka golongan orang-orang munafik tidak mau
mengambil pelajaran dan tidak mengindahkan dari apa yang terkandung di dalam
al-Qur’an yang dapat menyelamatkan manusia baik dalam kehidupan di dunia maupun
dalam kehidupan akhirat setelah dunia ini rusak. Oleh karena orang-orang
munafik sangat keras hatinya, sehingga oleh Allah mereka dimatikan hatinya agar
tidak dapat mengambil manfaat dari isi al-Qur’an. Kemudian, oleh karena hati orang-orang
munafik itu sulit untuk diluruskan, maka Allah lewat firman-Nya mengumpamakan
mereka seperti ornga yang menyalakan api untuk menerangi orang-orang sekitar,
lalu seketika itu Allah memadamkan sinar itu sehingga mereka (orang-orang munafik)
tidak dapat menerima petunjuk yang kurus. Perumpamaan mereka (orang-orang
munafik) juga seperti orang yang dihantam oleh hujan lebat disertai guruh dan
petir yang sangat kuat, sehingga mereka ketakutan akan mati.
Sungguh perbuatan yang sangat buruk yang
dilakukan oleh orang-orang munafik terhadap al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad Saw, sehingga mereka benci kepada agama Islam dan ingin
menghancurkannya. Usaha yang mereka lakukan adalah dengan cara mengadu domba
agama Islam dengan agama-agama yang lain, agar tujuan mereka tercapai, yaitu
hancurnya Islam. Namun akhirnya sia-sia usaha yang mereka lakukan. Karena
sebenarnya merekalah yang telah menipu diri-sendiri, mereka telah membeli
kesesatan dengan petunjuk yang mana itu akan membahayakan mereka kelak di
akhirat dan akan mendapatka siksa yang pedih. Allah Swt maha kuasa atas segala
sesuatu, karena seandainya ketika banyak manusia yang berbuat kerusakan di muka
bumi, hal itu tidak akan sedikitpun mengurangi keagungan Allah Swt.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Lafal Ayat dan Terjemah
QS. Al-Baqarah [2] ayat 16-20
ÉOó¡Î0«!$#Ç`»uH÷q§9$#ÉOÏm§9$#
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#ãrutIô©$# s's#»n=Ò9$# 3yßgø9$$Î/ $yJsù Mpt¿2u öNßgè?t»pgÏkB $tBur (#qçR%x. úïÏtGôgãB ÇÊÏÈ öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=yds ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß w tbrçÅÇö6ã ÇÊÐÈ BL༠íNõ3ç/ ÒôJãã öNßgsù w tbqãèÅ_öt ÇÊÑÈ ÷rr& 5=Íh|Áx. z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÏmÏù ×M»uKè=àß Óôãuur ×-öt/ur tbqè=yèøgs ÷LàiyèÎ6»|¹r& þÎû NÍkÍX#s#uä z`ÏiB È,Ïãºuq¢Á9$# uxtn ÏNöqyJø9$# 4 ª!$#ur 8ÝÏtèC tûïÌÏÿ»s3ø9$$Î/ ÇÊÒÈ ß%s3t ä-÷y9ø9$# ß#sÜøs öNèdt»|Áö/r& ( !$yJ¯=ä. uä!$|Êr& Nßgs9 (#öqt±¨B ÏmÏù !#sÎ)ur zNn=øßr& öNÍkön=tæ (#qãB$s% 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# |=yds%s! öNÎgÏèôJ|¡Î/ öNÏdÌ»|Áö/r&ur 4 cÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ÖÏs% ÇËÉÈ $pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇËÊÈ
(16) “Mereka
Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung
perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
(17) “Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api[26], Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat Melihat.”
(18) “Mereka tuli, bisu dan buta, Maka
tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),”
(19) “Atau
seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap
gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya,
Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi
orang-orang yang kafir.”
(20)“Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan
mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar
itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki,
niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah
berkuasa atas segala sesuatu.”
(21) “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
2. Arti Mufradat
1.
صم(Tuli)
2.
بكم(Bisu)
3.
عمي(Buta)
4.
صيب(hujan)
5.
الرعد(guruh)
3.
Asbabun Nuzul
Dalam QS.Al-Baqarah [2] ayat 16-21, terdapat asbabun nuzul yaitu
pada ayat 19. Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur as-Suddi al-Kabir dari Abu
Malik dan Abu Shaleh dari Ibnu Abbas dan dari Murrah dari Ibnu Mas’ud dari
sejumlah sahabat, mereka berkata: “dulu ada dua orang munafik penduduk Madinah
melarikan diri dari Rasulullah menuju orang-orang musyrik. Di perjalanan hujan
lebat mengguyur mereka.Hujan tersebut sebagaimana disebutkan Allah SWT bahwa di
dalamnya terdapat petir yang dahsyat dan kilat yang menyambar-nyambar.Setiap
kali petir menggelegar, mereka menutupkan jari-jari mereka ke telinga mereka
karena takut suara petir itu masuk ke gendang telinga mereka dan membunuh
mereka.Dan ketika sinar kilat berkelebat, mereka berjalan menuju cahayanya.Jika
tidak ada cahaya kilat, mereka tidak dapat melihat apa-apa.Lalu keduanya
kembali ke tempat mereka, dan keduanya berkata, “seandainya saat ini pagi sudah
tiba tentu kita segera menemui Muhammad, lalu kita menyerahkan tangan kita ke
tangan beliau, dan ketika pagi tiba, keduanya menemui beliau lalu masuk Islam
dan menyerahkan tangan mereka ke tangan beliau. Setelah itu keduanya menjadi
muslim yang baik. Lalu Allah menjadikan keadaan kedua munafik itu sebagai
perumpamaan bagi orang-orang munafik di Madinah.”Setiap kali orang-orang
munafik tersebut menghadiri majelis Nabi SAW, mereka meletakkan jari-jari
mereka di telinga karena takut mendengar jika ada wahyu yang turun yang
berkenaan dengan mereka atau mereka diingatkan dengan sesuatu yang bisa membuat
mereka mati ketakutan.Hal ini sebagaimana dua orang munafik tadi yang menutupka
jari-jari mereka ke telinga mereka.[1]
4. Uraian Tafsir QS. Al-Baqarah [2] ayat 16-21
Dalam tafsir al-Misbah QS Al-Baqarah [2] ayat 16, sebelumnya sudah dijelaskan bahwa kesesatan mereka itu
sudah sangat jauh merasuk ke dalam jiwa mereka.[2]Ayat
ini sebelumnya menjelaskan tentang orang munafik dan menerangkan kebodohan
mereka dengan mengemukakan keburukan tingkah laku dan perkataan
mereka.Orang-orang munafik yang dimaksud ayat ini ialah orang-orang munafik
dari ahli-ahli kitab (orang Yahudi).[3]Yang
dimaksud kata isytara adalah menukar.Asal kata syakra yang
mempunyai makna menjual.Jadi ayat ini menggambarkan suatu keadaan kaum
munafikun yang bergaul dengan kaum muslimin dengan menampakan keimanan dan
mengenakan pakaian hidayah, tetapi ketika mereka berkumpul atau menyendiri dengan
orang-orang yang durhaka, mereka menukarnya dengan pakaian kesesatan, hasilnya
mereka kehilangan petunjuk dan memperoleh kesesatan.Karena setiap jual beli itu
dimotivasi oleh sebuah perolehan keuntungan, maka di jelaskan bahwa perniagaan
mereka tidak tidak menghasilkan keuntungan.
Dalam
lafal maakaanuu muhtadiin, ada yang memahaminya tidak dapat petunjuk
dalam usaha mereka menukar, bukan dalam arti pengetahuan tentang seluk beluk
sebuah perdagangan. Disini juga dapat diartikan bahwa mereka tidak memperoleh
keuntungan dalam perniagaan, bahkan mereka rugi dan kehilangan modal yang biasa
ia pakai. Modal yang dimiliki ialah sebuah fitrah kesucian bagi setiap
orang.Lalu mereka abaikan, padahal seharusnya mereka dapat manfaatkan modal
tersebut untuk memperoleh keuntungan.Tetapi nyatanya tidak sesuai keuntungan
tersebut, modal pun lenyap karena imannya tidak menghiasi jiwa mereka.Dan ayat
ini diakhiri dengan dua perumpamaan, isinya menjelaskan tentang keadaannya
secara keseluruhan.
Selanjutnya
pada ayat 17 kata matsal biasa digunakan dalam arti perumpamaan yang
aneh dan menakjubkan. Disini terangnya api dilukiskan dengan kata adha’u,
sedang yang dihilangkan Allah dilukiskan dengan kata nuur. Api yang
sinarnya bersumber dari dirinya sendiri bahkan semua yang sinarnya bersumber
dari dirinya sendiri dilukiskan oleh bahasa al-Qur’an dengan mengambil kata
dari adha’a, misalnya dhiya’. Sedangkan nuur adalah suatu
yang bercahaya tetapi merupakan pantulan dari yang lain. Sebabnya di dalam
al-Qur’an surah Yunus ayat 5 Allah berfirman “Dialah yang menjadikan
matahari dhiya’ (bersinar) dan bulan Nur (bercahaya),” sinar matahari
bersumber dari dirinya sendiri, berbeda dengan bulan yang cahayanya pantulan
dari sinar matahari.Ayat di atas melukiskan bahwa ada sinar yang menerangi
jalan mereka.Itulah petunjuk-petunjuk al-Qur’an.Tetapi karena sinar tersebut
tidak mereka manfaatkan, maka Allah menutupi cahaya yang menerangi mereka.Dan
al-Qur’an tetap berada di tengah mereka, tetapi petunjuknya menjauh dari
mereka.
Kemudian
mereka bukan hanya satu kegelapan saja, masih banyak lagi kegelapan yang mereka
lakukan, misalnya dalam lafal fi dzulumaat atau dalam
kegelapan-kegelapan, yakni kegelapan yang bertumpuk satu dengan yang lain.
Dalam Tafsir Al-Maraghi ayat 18, masih erat
kaitannya dengan ayat 16-17. Dimana didalamnya masih membahas tentang
orang-orang munafik. Allah menjadikan mereka bagaikan orang-orang tuli, bisu
dan buta. Perasaan mereka benar-benar telah hilang bagai orang yang kehilangan
indra tersebut. Hal ini karena mereka tidak mau memanfaatkan indra-indra
tersebut. Jadi, apa faedah telinga jika
tidak digunakan
untuk mendengarkan nasehat-nasehat para pemberi fatwa. Apa guna lisan jika
tidak digunakan untuk mencari petunjuk yang benar dan menjelaskan hal-hal yang
sulit sehingga menjadi mudah. Dan apa guna matajika tidak digunakan untuk
melihat contoh-contoh yang baik, guna menambah petunjuk dan pengalaman. Jadi
siapa punyang tidak menggunakan alat-alat indra untuk dijadikan tujuan-tujuan
tertentu, berarti sama dengan kehilangan alat-alat tersebut. [4]
Allah
menyatakan bahwa orang-orang munafik itu sekalipun memiliki alat-alat indrawi
yang normal, mereka tidak bisa memanfaatkannya sebaik mungkin. Dengan kata
lain, mereka tidak mau mendengar nasehat-nasehat, petunjuk, dan tidak memahami
maksudnya, seakan-akan sama seperti orang tak mendengar. Mereka juga telah
kehilangan lisannya karena mereka tidak mau mencari hikmah atau petunjuk yang
bisa membimbingnya. Mereka tidak mau bertanya dalam menghadapi kesulitan yang
mereka hadapi, juga tidak mau mencari bukti-bukti yang dapat memecahkan
berbagai masalah. Jadi, mereka sama saja dengan orang bisu karena tidak bisa
memanfaatkan lisannya. Mereka juga kehilangan indra penglihatannya karena tidak
bisa melihat masalah yang menimpa mereka, baik dalam bentuk fitnah yang
seharusnya mereka jauhi, atau perkembangan umat yang seharusnya terus diikuti.
Jelasnya, semua indra yang ada pada diri mereka tak berfungsi sebagaimana
mestinya.[5]
Pada ayat 19,
menjelaskan bahwasannya orang-orang munafik seperti halnya kaum yang disiram
hujan dari langit.Di dalam firman Allah, minassama`memberi pengertian
bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa ditolak.Dalam kegelapan
mendung itu menyamai gelapnya malam hari, ditambah dengan gelapnya hujan yang
diiringi dengan kilatan petir dan suara geledek.Mereka menjadikan jari-jari
tangannya sebagai penyumbat telinga mereka sendiri jika mendengar gelegarnya
halilintar.Maksudnya untuk memperingan getaran dengan perasaan takut mati.Padahal
menyumbat telinga bukan merupakan usaha yang dapat menyelamatkan diri mereka
dari sambaran itu.Allah mengetahui seluruh rahasia mereka, termasuk yang
terdapat di dalam hati mereka. Jadi, apa pun yang dilakukan yakni menyumbat
telinga dengan jari-jari tangan sama sekali tidak ada gunanya bagi Allah. Sebab,
ketentuan Allah lebih kuat dibandingkan upaya mereka. Siapa pun yang tidak mati
karena sambaran petir, tentu ia akan mati dengan cara lain.[6]
Tidak jauh berbeda
dalam tafsir Jalalain juga ayat 18 menerangkan tentang kaum munafik yang
menolak kebenaran.Mereka tuli, bisu serta buta dari petunjuk Allah, bahkan
mereka tidak memiliki kesempatan sedikitpun untuk kembali dari kesesatan menuju
ke jalan yang benar. Sedangkan pada ayat 19 menjelaskan tentang perumpamaan
orang-orang munafik yang terbiasa menyumbat telinga mereka ketika hujan lebat karena takut mati
disebabkan petir pada hujan tersebut. Padahal semuanya tahu bahwa perlakuan itu
tidaklah benar. Ini sama seperti halnya orang kafir yang tidak mau menerima
Al-Qur`an, mereka menganggap isi Al-Qur`an itu tidak benar. Maka dari itu
mereka tidak menginginkan pikiran-pikiran mereka terpengaruh oleh isi kandungan
di dalam Al-Qur`an. Namun mereka keliru, meskipun mereka (orang-orang munafik)
pura-pura beriman tetap saja Allah SWT mengetahui rahasia sekecil apa pun dari
mereka.
Dalam Al-Qur`an terjemah Kementrian Agama juga menjelaskan bahwa
pada ayat 18 memberikan gambaran yang jelas tentang orang munafik. Orang-orang
tersebut tidak hanya seperti orang-orang kehilangan cahaya terang, tetapi juga
seperti orang yang kehilangan beberapa indra yang pokok. Tidak dapat mendengar,
bicara dan melihat. Orang yang seperti itu tentulah lambat laun akan mengalami
kebinasaan.Mereka dikatakan tuli karena mereka tidak mendengarkan
nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk bahkan mereka tidak faham meskipun mereka
mendengar.Dikatakan seperti bisu, karena mereka tidak mau menanyakan hal-hal
yang kabur bagi mereka, tidak meminta penjelasan dan petunjuk-petunjuk sehingga
mereka kehilangan kesempatan untuk mengambil manfaat dari segala pelajaran dan
ilmu pengetahuan yang dikemukakan Rasul.Dikatakan buta, karena mereka
kehilangan manfaat pengamatan dan manfaat pelajaran.Mereka tidak dapat
mengambil pelajaran dari segala kejadian yang mereka alami, dan pengalaman
bangsa-bangsa lainnya.Mereka tidak dapat kembali ke jalan yang benar, karena
sifat-sifat tersebut di atas dan mereka tetap membeku ditempatnya.
Sedangkan ayat 19 masih dari Al-Qur`an terjemah Kementrian Agama, isi nya tentang perumpamaan atas orang-orang munafik dari ahli
kitab, maka dalam hal ini Allah memberikan perumpamaan yang lain tentang ihwal
orang-orang munafik ini. Mereka
diumpamakan seperti keadaan orang-orang yang ditimpa hujan lebat dalam gelap
gulita, penuh dengan suara guruh-gemuruh yang menakutkan dan kadang-kadang
cahaya kilat yang menyambar sehingga mereka menutup telinga karena takut
binasa.Demikian halnya orang-orang munafik itu selalu dalam keragu-raguan dan
kecemasan, dalam menghadapi cahaya Islam.Menurut anggapan mereka, Islam itu
hanyalah membawa kemelaratan, kesengsaraan, dan penderitaan. Kedangkalan
fikiran mereka menyebabkan mereka tidak dapat melihat apa yang ada di balik
hujan yang lebat itu (Islam), yaitu unsur yang membawa kehidupan di atas bumi.
Kemudian pada ayat 20 menerangkan tentang
keadaan orang-orang munafik, di mana ketika ada dua orang munafik Madinah lari
dari Rasulullah Saw kepada kaum musyrikin, mereka ketika ditengah perjalanan
ditimpa hujan lebat, yang mana hujan tersebut mengandung guruh yang dahsyat,
petir dan kilat.[7]
Lafazh (yakādul barqa yakhthafu abshārahum),
dalam kitab Shafwat at-Taafasir dikatakan bahwa petir itu mendekati orang-orang
munafik dikarenakan kuatnya kilat tersebut ketika menyambar orang munafik itu
dan derasnya air dengan terus-menerus menghujaninya yang dapat menghilangkan
penglihatan mereka dengan sambaran kilta yang sangat cepat.[8]
Ketika orang munafik itu hendak pergi kepada orang kaum musyrikin, kemudian di
tengah perjalanan Allah menimpakan cobaan berupa hujan deras disertai dengan
kilat yang menyambar dengan cepatnya dan suara yang begitu kerasnya sehingga
orang-orang munafik itu dengan cepatnya menutup telinga mereka karena takut
akan kematian. Kemudian keadaan itu menjadi gelap gulita sehingga mereka tidak
dapat melihat sedikitpun sesuatu yang ada di hadapannya, mereka hanya
mengandalkan cahaya dari petir itu untuk melanjutkan perjalanan akan tetapi
ketika cahaya itu hilang, lagi-lagi mereka terdiam dan tidak kuasa untuk
melanjutkan perjalanan dan akhirnya mereka kembali kepada Rasulullah Saw untuk
memeluk islam dengan sungguh-sungguh dan tidak akan mengulangi perbuatan yang
buruknya di masa yang lalu.
Dalam keterangan lain dikatakan bahwa Firman-Nya
: Mereka menyumbat telinga mereka dan seterusnya adalah untuk
menyimpulkan keadaan mereka ketika hujan lebat itu turun. Ini menggambarkan
rasa takut yang menyelimuti jiwa orang-orang munafik itu ketika aya-ayat
al-Qur’ȃn turun. Mereka seperti seorang yang takut pecah gendang telinganya,
dibutakan oleh kilat matanya, sehingga ia tak mampu berjalan.[9]
Kemudian Firman Allah :Setiap kali kilat
itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, maksudnya
sesekali ia tersentuh oleh kandungan ayat al-Qur’ȃn, dan ketika itu, ia
berjalan mengikutinya, tetapi itu hanya sesaat – seperti saat kilat itu
bercahaya – sehingga bila cahaya itu menghilang, yakni bila petunjuk al-Qur’ȃn
dia abaikan maka gelap kembali datang menimpanya sehingga ia berhenti karena tak
tahu lagi mana arah yang benar.[10]
Itulah gambaran orang-orang munafik, yang mana mereka tidak mau menerima isi
kandungan al-Qur’ȃn, sehingga mereka memilki sifat-sifat buruk sebagaimana
dijelaskan dalam kitab tafsir yaitu[11] :
1. الكذب (suka berbohong)
2. الخداع (suka menipu)
3. المكر (suka memperdaya)
4. السفه (menganggap bodoh)
5. الاستهزاء (suka mengejek)
6. الافساد في الارض (berbuat kerusakan di muka bumi)
8. الضلال (tersesat)
9. التذ بذ ب (bimbang)
10. السخرية با لمؤ منين (memperolok orang
mukmin)
Semoga kita dijauhkan oleh Allah dari sifat tersebut.
Ȃmȋnn.
Pada ayat sebelumnya, Allah menerangkan
tentang keadaan orang-orang bertakwa, kafir dan orang munafik. Namun pada 21
Allah menyuruh kepada semua kelompok di atas untuk beribadah kepada-Nya dengan
tidak memandang apakah orang itu bertakwa, kafir maupun munafik semuanya sama,
di hadapan Allah mereka semuanya harus beribadah kepada dzat yang maha agung
yaitu Allah Swt.
Kataاعبدو(yang berarti ibadah),
berasal dari kata Arab ‘abada yang secara bahasa berarti merendahkan
diri, taat, tunduk, patuh dan mengikuti. Secara istilah, ibadah ialah suatu
sebutan bagi semua ucapan, sikap dan perbuatan yang dapat mendatangkan cinta
dan keridhaan Allah Swt.[12]
Dalam redaksi lain dikatakan bahwa ibadah
adalah suatu bentuk kepatuhan dan ketundukan yang berpuncak kepada sesuatu yang
diyakini menguasai jiwa raga seseorang dengan penguasaan yang arti dan
hakikatnya tidak terjangkau.[13]
Allah Swt menyuruh kepada seluruh manusia untuk tunduk, patuh kepada-Nya.
Karena Allah telah memberikan rahmat-Nya kepada makhluk di alam semesta
termasuk manusia, sehingga manusia khususnya dapat mensyukuri nikmat atau
anugerah yang telah Allah berikan.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Setelah di telaah bahwa QS. Al-Baqarah [2] ayat 16-21 di atas
menjelaskan tentang orang-orang munafik yang salah dalam mengambil tindakan
dengan melakukan kebohongan dalam ajaran islam. Seperti dalam surah al-Baqarah
ayat sebelumnya, serta dijelaskan pula dengan ayat-ayat yang lain, yaitu
tentang gambaran-gambaran atau perumpamaan yang tersembnyi di dalamnya.Dengan
demikian, bahwa Allah sudah menggambarkan bagaimana orang munafik yang selalu
melakukan kesesatan terhadap orang lain melalui sebuah perumpamaan yang cukup
jelas.
DAFTAR
PUSTAKA
As-Suyuthi,
Jalaluddin 2011.Sebab Turunnya Ayat Al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani. Cet
ke-4
Departemen
Agama RI. 1984. Al-qur’an dan Tafsirnya, Jilid 1
Al-Maraghi,
Ahmad Mushthafa. 1985. Tafsir Al-Maraghi. (Penerjemah: Bahrun Abubakar).
Semarang: Toha Putra
Qamaruddin Shaleh, A. Dahlan, M.D. Dahlan. 1990. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya
Ayat-ayat al-Qur’an
Muhammad ‘Ali Ash-Shabuniy,
Muhammad. 1976. Shafwat at-Tafasir,Surah al-Baqarah; 20. Beirut: Dar Al-Fikr. Jilid 1
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah, Surah Al-Baqarah 20 , Jakarta: Lentera
Hati, volume 1
Kementrian Agama RI, 2012. al-Qur’an dan Tafsirnya.
Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, Jilid 1
[1]Jalaluddin
As-Suyuthi. 2011. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani.
Cet ke-4. Hlm. 27-28
[2]Quraisy Shihab,
Tafsir al-Misbah
[4]Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi.1985. Tafsir Al-Maraghi. (Penerjemah: Bahrun Abubakar).
Semarang: Toha Putra. Hlm. 92-93
[7]Qamaruddin Shaleh, A. Dahlan, M.D. Dahlan, 1990. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya
Ayat-ayat al-Qur’an. Hlm. 21
[8]Muhammad ‘Ali Ash-Shabuniy, 1976. Shafwat at-Tafasir,Surah al-Baqarah; 20, Dar al-Fikr Beirut, jilid 1, hal. 38
[9]M. Quraish Shihab, 2002. Tafsir Al-Mishbah, Surah Al-Baqarah 20 , Jakarta: Lentera
Hati, volume 1, hal. 117
[10]Ibid,hal. 117-118
[11]Muhammad ‘Ali Ash-Shabuniy, Shafwat at-Tafasir, Surah Al-Baqarah;
20, Dar al-Fikr, Beirut, jilid 1, hal.
39
[12]Kementrian Agama RI, 2012. al-Qur’an dan Tafsirnya, PT. Sinergi Pustaka Indonesia, Jakarta, jilid 1, hal. 51
[13]M. Quraish Shihab, 2002. Tafsir Al-Mishbah, Surah Al-Baqarah 21 , Jakarta, Lentera Hati,volume 1, hal. 119
Tidak ada komentar:
Posting Komentar