Senin, 09 Mei 2016

Tafsir QS. Al Baqarah ayat 16-20



BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril As. yang mana isi kandungannya merupakan penyempurna dari kitab-kitab Allah sebelumnya. Dalam surat petama al-Qur’an, tepatnya dalam surat al-Baqarah, Allah melalui firman-Nya menjelaskan tentang keadaan orang yang bertakwa, kemudian orang kafir dan orang munafik.
Dalam pembahasan makalah ini, penulis mencoba untuk menjelaskan tentang golongan orang munafik, khusunya keadaan mereka ketika menerima ayat-ayat Allah yang ditujukan kepada seluruh manusia yang berfikir. Namun demikian, mereka golongan orang-orang munafik tidak mau mengambil pelajaran dan tidak mengindahkan dari apa yang terkandung di dalam al-Qur’an yang dapat menyelamatkan manusia baik dalam kehidupan di dunia maupun dalam kehidupan akhirat setelah dunia ini rusak. Oleh karena orang-orang munafik sangat keras hatinya, sehingga oleh Allah mereka dimatikan hatinya agar tidak dapat mengambil manfaat dari isi al-Qur’an. Kemudian, oleh karena hati orang-orang munafik itu sulit untuk diluruskan, maka Allah lewat firman-Nya mengumpamakan mereka seperti ornga yang menyalakan api untuk menerangi orang-orang sekitar, lalu seketika itu Allah memadamkan sinar itu sehingga mereka (orang-orang munafik) tidak dapat menerima petunjuk yang kurus. Perumpamaan mereka (orang-orang munafik) juga seperti orang yang dihantam oleh hujan lebat disertai guruh dan petir yang sangat kuat, sehingga mereka ketakutan akan mati. 
Sungguh perbuatan yang sangat buruk yang dilakukan oleh orang-orang munafik terhadap al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad Saw, sehingga mereka benci  kepada agama Islam dan ingin menghancurkannya. Usaha yang mereka lakukan adalah dengan cara mengadu domba agama Islam dengan agama-agama yang lain, agar tujuan mereka tercapai, yaitu hancurnya Islam. Namun akhirnya sia-sia usaha yang mereka lakukan. Karena sebenarnya merekalah yang telah menipu diri-sendiri, mereka telah membeli kesesatan dengan petunjuk yang mana itu akan membahayakan mereka kelak di akhirat dan akan mendapatka siksa yang pedih. Allah Swt maha kuasa atas segala sesuatu, karena seandainya ketika banyak manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi, hal itu tidak akan sedikitpun mengurangi keagungan Allah Swt.   















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Lafal Ayat dan Terjemah
QS. Al-Baqarah [2] ayat 16-20
ÉOó¡Î0«!$#Ç`»uH÷q§9$#ÉOŠÏm§9$#
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#ãruŽtIô©$# s's#»n=žÒ9$# 3yßgø9$$Î/ $yJsù Mpt¿2u öNßgè?t»pgÏkB $tBur (#qçR%x. šúïÏtGôgãB ÇÊÏÈ öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=ydsŒ ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß žw tbrçŽÅÇö6ムÇÊÐÈ BL༠íNõ3ç/ ÒôJãã öNßgsù Ÿw tbqãèÅ_ötƒ ÇÊÑÈ ÷rr& 5=ÍhŠ|Áx. z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÏmŠÏù ×M»uKè=àß Óôãuur ×-öt/ur tbqè=yèøgs ÷LàiyèÎ6»|¹r& þÎû NÍkÍX#sŒ#uä z`ÏiB È,Ïãºuq¢Á9$# uxtn ÏNöqyJø9$# 4 ª!$#ur 8ÝŠÏtèC tûï̍Ïÿ»s3ø9$$Î/ ÇÊÒÈ ßŠ%s3tƒ ä-÷Žy9ø9$# ß#sÜøƒs öNèdt»|Áö/r& ( !$yJ¯=ä. uä!$|Êr& Nßgs9 (#öqt±¨B ÏmŠÏù !#sŒÎ)ur zNn=øßr& öNÍköŽn=tæ (#qãB$s% 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# |=yds%s! öNÎgÏèôJ|¡Î/ öNÏd̍»|Áö/r&ur 4 žcÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇËÉÈ $pkšr'¯»tƒ â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3­/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇËÊÈ

 (16) “Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
(17) “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api[26], Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat.”
(18) “Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),”
 (19) “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.”
(20)“Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”
(21) “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
2.      Arti Mufradat
1.      صم(Tuli)
2.      بكم(Bisu)
3.      عمي(Buta)
4.      صيب(hujan)
5.      الرعد(guruh)
3.      Asbabun Nuzul
Dalam QS.Al-Baqarah [2] ayat 16-21, terdapat asbabun nuzul yaitu pada ayat 19. Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur as-Suddi al-Kabir dari Abu Malik dan Abu Shaleh dari Ibnu Abbas dan dari Murrah dari Ibnu Mas’ud dari sejumlah sahabat, mereka berkata: “dulu ada dua orang munafik penduduk Madinah melarikan diri dari Rasulullah menuju orang-orang musyrik. Di perjalanan hujan lebat mengguyur mereka.Hujan tersebut sebagaimana disebutkan Allah SWT bahwa di dalamnya terdapat petir yang dahsyat dan kilat yang menyambar-nyambar.Setiap kali petir menggelegar, mereka menutupkan jari-jari mereka ke telinga mereka karena takut suara petir itu masuk ke gendang telinga mereka dan membunuh mereka.Dan ketika sinar kilat berkelebat, mereka berjalan menuju cahayanya.Jika tidak ada cahaya kilat, mereka tidak dapat melihat apa-apa.Lalu keduanya kembali ke tempat mereka, dan keduanya berkata, “seandainya saat ini pagi sudah tiba tentu kita segera menemui Muhammad, lalu kita menyerahkan tangan kita ke tangan beliau, dan ketika pagi tiba, keduanya menemui beliau lalu masuk Islam dan menyerahkan tangan mereka ke tangan beliau. Setelah itu keduanya menjadi muslim yang baik. Lalu Allah menjadikan keadaan kedua munafik itu sebagai perumpamaan bagi orang-orang munafik di Madinah.”Setiap kali orang-orang munafik tersebut menghadiri majelis Nabi SAW, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga karena takut mendengar jika ada wahyu yang turun yang berkenaan dengan mereka atau mereka diingatkan dengan sesuatu yang bisa membuat mereka mati ketakutan.Hal ini sebagaimana dua orang munafik tadi yang menutupka jari-jari mereka ke telinga mereka.[1]
4.      Uraian Tafsir QS. Al-Baqarah [2] ayat 16-21
Dalam tafsir al-Misbah QS Al-Baqarah [2] ayat 16, sebelumnya sudah dijelaskan bahwa kesesatan mereka itu sudah sangat jauh merasuk ke dalam jiwa mereka.[2]Ayat ini sebelumnya menjelaskan tentang orang munafik dan menerangkan kebodohan mereka dengan mengemukakan keburukan tingkah laku dan perkataan mereka.Orang-orang munafik yang dimaksud ayat ini ialah orang-orang munafik dari ahli-ahli kitab (orang Yahudi).[3]Yang dimaksud kata isytara adalah menukar.Asal kata syakra yang mempunyai makna menjual.Jadi ayat ini menggambarkan suatu keadaan kaum munafikun yang bergaul dengan kaum muslimin dengan menampakan keimanan dan mengenakan pakaian hidayah, tetapi ketika mereka berkumpul atau menyendiri dengan orang-orang yang durhaka, mereka menukarnya dengan pakaian kesesatan, hasilnya mereka kehilangan petunjuk dan memperoleh kesesatan.Karena setiap jual beli itu dimotivasi oleh sebuah perolehan keuntungan, maka di jelaskan bahwa perniagaan mereka tidak tidak menghasilkan keuntungan.
Dalam lafal maakaanuu muhtadiin, ada yang memahaminya tidak dapat petunjuk dalam usaha mereka menukar, bukan dalam arti pengetahuan tentang seluk beluk sebuah perdagangan. Disini juga dapat diartikan bahwa mereka tidak memperoleh keuntungan dalam perniagaan, bahkan mereka rugi dan kehilangan modal yang biasa ia pakai. Modal yang dimiliki ialah sebuah fitrah kesucian bagi setiap orang.Lalu mereka abaikan, padahal seharusnya mereka dapat manfaatkan modal tersebut untuk memperoleh keuntungan.Tetapi nyatanya tidak sesuai keuntungan tersebut, modal pun lenyap karena imannya tidak menghiasi jiwa mereka.Dan ayat ini diakhiri dengan dua perumpamaan, isinya menjelaskan tentang keadaannya secara keseluruhan.
Selanjutnya pada ayat 17 kata matsal biasa digunakan dalam arti perumpamaan yang aneh dan menakjubkan. Disini terangnya api dilukiskan dengan kata adha’u, sedang yang dihilangkan Allah dilukiskan dengan kata nuur. Api yang sinarnya bersumber dari dirinya sendiri bahkan semua yang sinarnya bersumber dari dirinya sendiri dilukiskan oleh bahasa al-Qur’an dengan mengambil kata dari adha’a, misalnya dhiya’. Sedangkan nuur adalah suatu yang bercahaya tetapi merupakan pantulan dari yang lain. Sebabnya di dalam al-Qur’an surah Yunus ayat 5 Allah berfirman “Dialah yang menjadikan matahari dhiya’ (bersinar) dan bulan Nur (bercahaya),” sinar matahari bersumber dari dirinya sendiri, berbeda dengan bulan yang cahayanya pantulan dari sinar matahari.Ayat di atas melukiskan bahwa ada sinar yang menerangi jalan mereka.Itulah petunjuk-petunjuk al-Qur’an.Tetapi karena sinar tersebut tidak mereka manfaatkan, maka Allah menutupi cahaya yang menerangi mereka.Dan al-Qur’an tetap berada di tengah mereka, tetapi petunjuknya menjauh dari mereka.
Kemudian mereka bukan hanya satu kegelapan saja, masih banyak lagi kegelapan yang mereka lakukan, misalnya dalam lafal fi dzulumaat atau dalam kegelapan-kegelapan, yakni kegelapan yang bertumpuk satu dengan yang lain.
Dalam Tafsir Al-Maraghi ayat 18, masih erat kaitannya dengan ayat 16-17. Dimana didalamnya masih membahas tentang orang-orang munafik. Allah menjadikan mereka bagaikan orang-orang tuli, bisu dan buta. Perasaan mereka benar-benar telah hilang bagai orang yang kehilangan indra tersebut. Hal ini karena mereka tidak mau memanfaatkan indra-indra tersebut. Jadi, apa faedah telinga jika tidak digunakan untuk mendengarkan nasehat-nasehat para pemberi fatwa. Apa guna lisan jika tidak digunakan untuk mencari petunjuk yang benar dan menjelaskan hal-hal yang sulit sehingga menjadi mudah. Dan apa guna matajika tidak digunakan untuk melihat contoh-contoh yang baik, guna menambah petunjuk dan pengalaman. Jadi siapa punyang tidak menggunakan alat-alat indra untuk dijadikan tujuan-tujuan tertentu, berarti sama dengan kehilangan alat-alat tersebut. [4]
            Allah menyatakan bahwa orang-orang munafik itu sekalipun memiliki alat-alat indrawi yang normal, mereka tidak bisa memanfaatkannya sebaik mungkin. Dengan kata lain, mereka tidak mau mendengar nasehat-nasehat, petunjuk, dan tidak memahami maksudnya, seakan-akan sama seperti orang tak mendengar. Mereka juga telah kehilangan lisannya karena mereka tidak mau mencari hikmah atau petunjuk yang bisa membimbingnya. Mereka tidak mau bertanya dalam menghadapi kesulitan yang mereka hadapi, juga tidak mau mencari bukti-bukti yang dapat memecahkan berbagai masalah. Jadi, mereka sama saja dengan orang bisu karena tidak bisa memanfaatkan lisannya. Mereka juga kehilangan indra penglihatannya karena tidak bisa melihat masalah yang menimpa mereka, baik dalam bentuk fitnah yang seharusnya mereka jauhi, atau perkembangan umat yang seharusnya terus diikuti. Jelasnya, semua indra yang ada pada diri mereka tak berfungsi sebagaimana mestinya.[5]
            Pada ayat 19, menjelaskan bahwasannya orang-orang munafik seperti halnya kaum yang disiram hujan dari langit.Di dalam firman Allah, minassama`memberi pengertian bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa ditolak.Dalam kegelapan mendung itu menyamai gelapnya malam hari, ditambah dengan gelapnya hujan yang diiringi dengan kilatan petir dan suara geledek.Mereka menjadikan jari-jari tangannya sebagai penyumbat telinga mereka sendiri jika mendengar gelegarnya halilintar.Maksudnya untuk memperingan getaran dengan perasaan takut mati.Padahal menyumbat telinga bukan merupakan usaha yang dapat menyelamatkan diri mereka dari sambaran itu.Allah mengetahui seluruh rahasia mereka, termasuk yang terdapat di dalam hati mereka. Jadi, apa pun yang dilakukan yakni menyumbat telinga dengan jari-jari tangan sama sekali tidak ada gunanya bagi Allah. Sebab, ketentuan Allah lebih kuat dibandingkan upaya mereka. Siapa pun yang tidak mati karena sambaran petir, tentu ia akan mati dengan cara lain.[6]
            Tidak jauh berbeda dalam tafsir Jalalain juga ayat 18 menerangkan tentang kaum munafik yang menolak kebenaran.Mereka tuli, bisu serta buta dari petunjuk Allah, bahkan mereka tidak memiliki kesempatan sedikitpun untuk kembali dari kesesatan menuju ke jalan yang benar. Sedangkan pada ayat 19 menjelaskan tentang perumpamaan orang-orang munafik yang terbiasa menyumbat telinga mereka  ketika hujan lebat karena takut mati disebabkan petir pada hujan tersebut. Padahal semuanya tahu bahwa perlakuan itu tidaklah benar. Ini sama seperti halnya orang kafir yang tidak mau menerima Al-Qur`an, mereka menganggap isi Al-Qur`an itu tidak benar. Maka dari itu mereka tidak menginginkan pikiran-pikiran mereka terpengaruh oleh isi kandungan di dalam Al-Qur`an. Namun mereka keliru, meskipun mereka (orang-orang munafik) pura-pura beriman tetap saja Allah SWT mengetahui rahasia sekecil apa pun dari mereka.
Dalam Al-Qur`an terjemah Kementrian Agama juga menjelaskan bahwa pada ayat 18 memberikan gambaran yang jelas tentang orang munafik. Orang-orang tersebut tidak hanya seperti orang-orang kehilangan cahaya terang, tetapi juga seperti orang yang kehilangan beberapa indra yang pokok. Tidak dapat mendengar, bicara dan melihat. Orang yang seperti itu tentulah lambat laun akan mengalami kebinasaan.Mereka dikatakan tuli karena mereka tidak mendengarkan nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk bahkan mereka tidak faham meskipun mereka mendengar.Dikatakan seperti bisu, karena mereka tidak mau menanyakan hal-hal yang kabur bagi mereka, tidak meminta penjelasan dan petunjuk-petunjuk sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk mengambil manfaat dari segala pelajaran dan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Rasul.Dikatakan buta, karena mereka kehilangan manfaat pengamatan dan manfaat pelajaran.Mereka tidak dapat mengambil pelajaran dari segala kejadian yang mereka alami, dan pengalaman bangsa-bangsa lainnya.Mereka tidak dapat kembali ke jalan yang benar, karena sifat-sifat tersebut di atas dan mereka tetap membeku ditempatnya.
Sedangkan ayat 19 masih dari Al-Qur`an terjemah Kementrian Agama, isi nya tentang perumpamaan atas orang-orang munafik dari ahli kitab, maka dalam hal ini Allah memberikan perumpamaan yang lain tentang ihwal orang-orang munafik ini.  Mereka diumpamakan seperti keadaan orang-orang yang ditimpa hujan lebat dalam gelap gulita, penuh dengan suara guruh-gemuruh yang menakutkan dan kadang-kadang cahaya kilat yang menyambar sehingga mereka menutup telinga karena takut binasa.Demikian halnya orang-orang munafik itu selalu dalam keragu-raguan dan kecemasan, dalam menghadapi cahaya Islam.Menurut anggapan mereka, Islam itu hanyalah membawa kemelaratan, kesengsaraan, dan penderitaan. Kedangkalan fikiran mereka menyebabkan mereka tidak dapat melihat apa yang ada di balik hujan yang lebat itu (Islam), yaitu unsur yang membawa kehidupan di atas bumi.
Kemudian pada ayat 20 menerangkan tentang keadaan orang-orang munafik, di mana ketika ada dua orang munafik Madinah lari dari Rasulullah Saw kepada kaum musyrikin, mereka ketika ditengah perjalanan ditimpa hujan lebat, yang mana hujan tersebut mengandung guruh yang dahsyat, petir dan kilat.[7]
Lafazh (yakādul barqa yakhthafu abshārahum), dalam kitab Shafwat at-Taafasir dikatakan bahwa petir itu mendekati orang-orang munafik dikarenakan kuatnya kilat tersebut ketika menyambar orang munafik itu dan derasnya air dengan terus-menerus menghujaninya yang dapat menghilangkan penglihatan mereka dengan sambaran kilta yang sangat cepat.[8] Ketika orang munafik itu hendak pergi kepada orang kaum musyrikin, kemudian di tengah perjalanan Allah menimpakan cobaan berupa hujan deras disertai dengan kilat yang menyambar dengan cepatnya dan suara yang begitu kerasnya sehingga orang-orang munafik itu dengan cepatnya menutup telinga mereka karena takut akan kematian. Kemudian keadaan itu menjadi gelap gulita sehingga mereka tidak dapat melihat sedikitpun sesuatu yang ada di hadapannya, mereka hanya mengandalkan cahaya dari petir itu untuk melanjutkan perjalanan akan tetapi ketika cahaya itu hilang, lagi-lagi mereka terdiam dan tidak kuasa untuk melanjutkan perjalanan dan akhirnya mereka kembali kepada Rasulullah Saw untuk memeluk islam dengan sungguh-sungguh dan tidak akan mengulangi perbuatan yang buruknya di masa yang lalu.
Dalam keterangan lain dikatakan bahwa Firman-Nya : Mereka menyumbat telinga mereka dan seterusnya adalah untuk menyimpulkan keadaan mereka ketika hujan lebat itu turun. Ini menggambarkan rasa takut yang menyelimuti jiwa orang-orang munafik itu ketika aya-ayat al-Qur’ȃn turun. Mereka seperti seorang yang takut pecah gendang telinganya, dibutakan oleh kilat matanya, sehingga ia tak mampu berjalan.[9]
Kemudian Firman Allah :Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, maksudnya sesekali ia tersentuh oleh kandungan ayat al-Qur’ȃn, dan ketika itu, ia berjalan mengikutinya, tetapi itu hanya sesaat – seperti saat kilat itu bercahaya – sehingga bila cahaya itu menghilang, yakni bila petunjuk al-Qur’ȃn dia abaikan maka gelap kembali datang menimpanya sehingga ia berhenti karena tak tahu lagi mana arah yang benar.[10] Itulah gambaran orang-orang munafik, yang mana mereka tidak mau menerima isi kandungan al-Qur’ȃn, sehingga mereka memilki sifat-sifat buruk sebagaimana dijelaskan dalam kitab tafsir yaitu[11] :
1.      الكذب (suka berbohong)
2.      الخداع (suka menipu)
3.      المكر (suka memperdaya)
4.      السفه (menganggap bodoh)
5.      الاستهزاء (suka mengejek)
6.      الافساد في الارض (berbuat kerusakan di muka bumi)
7.      الجهل (bodoh)
8.      الضلال (tersesat)
9.      التذ بذ ب (bimbang)
10.  السخرية با لمؤ منين (memperolok orang mukmin)
Semoga kita dijauhkan oleh Allah dari sifat tersebut. Ȃmȋnn.
Pada ayat sebelumnya, Allah menerangkan tentang keadaan orang-orang bertakwa, kafir dan orang munafik. Namun pada 21 Allah menyuruh kepada semua kelompok di atas untuk beribadah kepada-Nya dengan tidak memandang apakah orang itu bertakwa, kafir maupun munafik semuanya sama, di hadapan Allah mereka semuanya harus beribadah kepada dzat yang maha agung yaitu Allah Swt.
            Kataاعبدو(yang berarti ibadah), berasal dari kata Arab ‘abada yang secara bahasa berarti merendahkan diri, taat, tunduk, patuh dan mengikuti. Secara istilah, ibadah ialah suatu sebutan bagi semua ucapan, sikap dan perbuatan yang dapat mendatangkan cinta dan keridhaan Allah Swt.[12]
Dalam redaksi lain dikatakan bahwa ibadah adalah suatu bentuk kepatuhan dan ketundukan yang berpuncak kepada sesuatu yang diyakini menguasai jiwa raga seseorang dengan penguasaan yang arti dan hakikatnya tidak terjangkau.[13] Allah Swt menyuruh kepada seluruh manusia untuk tunduk, patuh kepada-Nya. Karena Allah telah memberikan rahmat-Nya kepada makhluk di alam semesta termasuk manusia, sehingga manusia khususnya dapat mensyukuri nikmat atau anugerah yang telah Allah berikan.









                                                         


BAB III
PENUTUP

Simpulan
Setelah di telaah bahwa QS. Al-Baqarah [2] ayat 16-21 di atas menjelaskan tentang orang-orang munafik yang salah dalam mengambil tindakan dengan melakukan kebohongan dalam ajaran islam. Seperti dalam surah al-Baqarah ayat sebelumnya, serta dijelaskan pula dengan ayat-ayat yang lain, yaitu tentang gambaran-gambaran atau perumpamaan yang tersembnyi di dalamnya.Dengan demikian, bahwa Allah sudah menggambarkan bagaimana orang munafik yang selalu melakukan kesesatan terhadap orang lain melalui sebuah perumpamaan yang cukup jelas.











DAFTAR PUSTAKA

As-Suyuthi, Jalaluddin 2011.Sebab Turunnya Ayat Al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani. Cet ke-4
Departemen Agama RI. 1984. Al-qur’an dan Tafsirnya, Jilid 1

Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1985. Tafsir Al-Maraghi. (Penerjemah: Bahrun Abubakar). Semarang: Toha Putra
Qamaruddin Shaleh, A. Dahlan, M.D. Dahlan. 1990. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat al-Qur’an
Muhammad ‘Ali Ash-Shabuniy, Muhammad. 1976. Shafwat at-Tafasir,Surah al-Baqarah; 20. Beirut: Dar Al-Fikr. Jilid 1
 Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah, Surah Al-Baqarah 20 , Jakarta:  Lentera Hati, volume 1
Kementrian Agama RI, 2012. al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, Jilid 1












[1]Jalaluddin As-Suyuthi. 2011. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani. Cet ke-4. Hlm. 27-28
[2]Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah
                [3]Al-qur’an dan Tafsirnya, Jilid 1, Departemen Agama RI, 1984, hlm. 71-72
[4]Ahmad Mushthafa Al-Maraghi.1985. Tafsir Al-Maraghi. (Penerjemah: Bahrun Abubakar). Semarang: Toha Putra. Hlm. 92-93
[5]Ibid, hlm. 94
[6]Ibid, hlm. 97-98
[7]Qamaruddin Shaleh, A. Dahlan, M.D. Dahlan, 1990. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat al-Qur’an. Hlm. 21
[8]Muhammad ‘Ali Ash-Shabuniy, 1976. Shafwat at-Tafasir,Surah al-Baqarah; 20, Dar al-Fikr Beirut,  jilid 1, hal. 38
[9]M. Quraish Shihab, 2002. Tafsir Al-Mishbah, Surah Al-Baqarah 20 , Jakarta:  Lentera Hati, volume 1, hal. 117
[10]Ibid,hal. 117-118
[11]Muhammad ‘Ali Ash-Shabuniy, Shafwat at-Tafasir, Surah Al-Baqarah; 20,  Dar al-Fikr, Beirut, jilid 1, hal. 39
[12]Kementrian Agama RI, 2012. al-Qur’an dan Tafsirnya, PT. Sinergi Pustaka Indonesia, Jakarta, jilid 1, hal. 51
[13]M. Quraish Shihab, 2002. Tafsir Al-Mishbah, Surah Al-Baqarah 21 , Jakarta, Lentera Hati,volume 1, hal. 119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post