Senin, 28 Maret 2016

Ijaroh dalam al-Quran



A.    Pengertian Ijaroh
Secara etimologis kata Ijarah berasal dari kata al-ajru , yang arti menurut bahasanya ialah al-iwadh, arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti atau upah. Menurut MA. Tihami dalam buku ….., al-Ijarah (sewa-menyewa) ialah akad (perjanjian) yang berkenaan dengan kemanfaatan (mengambil manfaat sesuatu) tertentu, sehingga sesuatu itu legal untuk diambil manfaatnya, dengan memberikan pembayaran (sewa) tertentu.[1]
Sedangkan menurut terminologinya ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.[2] Menurut Marhamah Saleh[3] objek dalam akad ijarah adalah manfaat itu sendiri, bukan bendanya.
Dalam hal ini para ulama[4] berbeda-beda dalam mendefinisikan ijarah, antara lain;
1.      Menurut Hanafiyah
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”
2.      Menurut Malikiyah
“nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”
3.      Menurut Asy-Syafi’iyah
“Akad atas sesuatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu”
4.      Menurut Sayyid Sabiq
Suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian
5.      Menurut Idris Ahmad
Mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan member ganti menurut syarat-syarat tertentu.
Pada prinsipnya[5], transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).

B.     Landasan al-Quran
Firman Allah QS. al-Zukhruf [43]: 32:
óOèdr& tbqßJÅ¡ø)tƒ |MuH÷qu y7În/u 4 ß`øtwU $oYôJ|¡s% NæhuZ÷t/ öNåktJt±ŠÏè¨B Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# 4 $uZ÷èsùuur öNåk|Õ÷èt/ s-öqsù <Ù÷èt/ ;M»y_uyŠ xÏ­GuÏj9 NåkÝÕ÷èt/ $VÒ÷èt/ $wƒÌ÷ß 3 àMuH÷quur y7În/u ׎öyz $£JÏiB tbqãèyJøgs ÇÌËÈ
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Ayat ke 32 surat Az Zukhruf ini didahului dengan kisah Nabi Ibrahim a.s, bahwa ia berlepas diri dari apa yang dilakukan ayahnya dan kaumnya yang mempraktikan kemusyrikan dengan  menyembah berhala meskipun Nabi Ibrahim a.s telah memberikan kabar peringatan kepada mereka. Namun demikian Allah tidak  tetap memberikan nikmat kehidupan hingga kepada keturunan mereka, hingga datang  rasul terakhir yang membawa Al Qur’an yaitu Rasulullah Muhammad saw. Dan ketika kebenaran itu datang mereka tetap mengingkarinya dan berkata bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah saw tidak lain adalah sihir, dan dengan menantang mereka berkata mengapa pula Al-Quran diturunkan pada  Muhammad saw yang mereka anggap biasa saja, alih-alih pembesar penting yang memiliki banyak materi dari negeri  Mekah atau Thaif. Atas perkataan mereka Allah menyanggah siapakah hakekat mereka hingga dengan lancangnya  mereka mengatakan amanah dan tanggung jawab ini dan itu lebih pantas diserahkan kepada si  fulan ini atau si fulan itu.
Kemudian Allah menerangkan bahwa Allah telah membedakan hambaNya berkenaan dengan harta kekayaan, rezeki, akal, pemahaman, dan sebaginya yang merupakan kekuatan lahir dan batin,agar satu sama lain saling menggunakan potensinya dalam beramal, karena yang ini membutuhkan yang itu dan yang itu membutuhkan yang ini. Kemudian Allah menutup ayat  dengan menegaskan bahwa apa-apa yang dirahmatkan Allah kepada para Hamba-Nya adalah lebih baik bagi mereka dari pada apa-apa yang tergenggam dalam tangan mereka berupa pekerjaan-pekerjaan dan kesenangan hidup duniawi.
Ayat ini pun dijadikan dasar bahwa pemanfaatan jasa atau skill orang lain adalah suatu keniscayaan kerena Allah menciptakan makhlukNya dengan potensi yang beraneka ragam agar mereka saling bermuamalah.


Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 233:

“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Firman Allah QS. al-Qashash [28]: 26:
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’”
nöÉfø«tGó$$#
 
Menurut Tafsir Fi Zhilalil Qur`an Setelah Musa keluar dari Mesir Musa menuju negeri Madyan, di situ Musa bertemu dua wanita kakak beradik yang kesulitan memberi minum dombanya dari sumur, karena dihalangi orang-orang. Orang-orang itu setelah memberi minum pada domba mereka kemudian menutup sumur dengan batu-batu yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang laki-laki. Musa kemudian menolong mereka dengan mengangkat batu-batu itu agar wanita itu bisa memberi minum domba mereka. Musa sangat kelaparan dan keletihan dalam perjalanannya itu. Wanita kakak beradik itu kemudian memberitahu mengenai Musa kepada ayah mereka yang telah tua renta, dan ayah mereka menyuruh keduanya untuk memanggil Musa untuk menemuinya. Orang tua itu meminta Musa untuk bekerja kepadanya menggembalakan ternak domab selama 8 tahun dan sebagai upahnya adalah menikahi salah satu dari kedua anaknya. Setelah delapan tahun Musa diberi kebebasan untuk tidak bekerja lagi padanya, namun apabila Musa mneggenapkannya menjadi 10 tahun maka itu merupakan kenaikan dari Musa.[6]
Dalam Tafsir Al-Maraghi[7] kata                        sebagai kuli yang diberi upah. Pada ayat ini terdapat dua poin[8] yakni, kepercayaan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang mengerjakan suatu perkara, sehingga akan mendatangkan keuntungan dan keberhasilan.
Ayat tentang upah :
Al-mu`minun : 72  (خرجا), Saba’ :  47 (اجر ا), Ath-Thur : 40 (اجرا), Az-Zumar : 35 (اجر)
Shaad : 86  (اجر), Al-Kahfi : 77 (اجرا), Asy-Syu’ara : 41, 109, 127, 145, 164, 180  (اجر), Al-Furqan : 57, Yunus : 72, Al-A’raf : 113, Yusuf : 104, Hud : 29 & 51, Al-An’am : 90, Al-Qalam : 46
C.     Rukun dan Syarat Ijarah[9]
1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau
dalam bentuk lain.
2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/pengguna jasa.
3. Obyek akad ijarah adalah :
a. manfaat barang dan sewa; atau
b. manfaat jasa dan upah.

Rukun dan Syarat Menurut Marhamah[10] :
1.      Mu’jir dan Musta’jir yaitu, orang yang melakikan akad sewa menyewa atau upah mengupah. Mu’jir adalah orang yang memberikan upah, atau orang yang menyewakan sesuatu. Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu atau orang yang menyewa sesuatu. Disyaratkan orang mu’jir dan musta’jir adalah orang yang baligh, berakal, saling meridhai dan mengetahui manfaat barang yang diakadkan sehingga dapat mencegah perselisihan.
2.      Shighat ijab qabul
3.      Ujrah (upah/harga sewa), disyaratkan diketahuo jumlahnya oleh kedua belah pihak
4.      Barang yang disewakan (al-Ma’qud ‘alaih), atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah mengupah. Syaratnya : objek akad dapat dimanfaatkan kegunaannya, dapat diserahkan kepada penyewa berikut kegunaannya, manfaat dari benda yang disewa termasuk perkara mubah dan bukan hal yang diharamkan, benda yang disewakan kekal ‘ain (zat)-nya hingga waktu yang ditentukan dalam akad.
Macam-macam ijarah[11]
1.      Ajarah ‘Ain (menyewakan manfaat dari barang atau aset)
Akad sewa-menyewa atas manfaat yang bersinggungan langsung dengan bendanya, sperti sewa tahan atau rumah 1 juta sebulan untuk tempo setahun
2.      Ijarah ‘Amal (menyewakan manfaat kerja dan skill pribadi)
Upah keperkaraanya dalam kerja, sepert dokter, dosen, lawyer, tukang, dll
3.      Ijarah Mawshufah fi al-Zimmah atau Ijarah Zimmah
Akad sewa-menyewa dalam bentuk tanggungan, misalnya menyewakan mobil dg cirri tertentu untuk kepentingan tertentu pula. Dalam konteks modern mislanya Tuan A menyewakan rumahnya di lokasi tertentu dengan ukuran tertentu pula kepada B, tapi rumah tersebut akan siap dalam tempo dua bulan lagi. Namun B telah lebih awal menyewanya untuk tempo 3 tahun dengan bayaran bulanan 2 juta. Hal ini dikarenakan manfaat yang disewa rumah itu ditepati apabila sampai temponya.


[1] 167
[2] Dewan Syariah Nasional MUI. “Pembiayaan Ijarah”. Jakarta : MUI . 2000., hal. 1
[3] Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA. “Ijarah”. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.Slide. 2010). hal. 2
[4] 168
[5] Adiwarman Karim. “Bank Islam Edisi 2”. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2004). Hal 127
[6] Hal. 40-41
[7] Ahmad Musthafa al-Maraghi “Tafsir Al Maraghi Jilid 20”. (penerjemah : Bahrun Abu Bakar & Hery Noer Aly. Semarang : PT Karya Toha Putra. 1993). Cet ke-2, hal. 87
[8] Ahmad Musthafa al-Maraghi “Tafsir Al Maraghi Jilid 20”. Ibid., hal. 93
[9] Ibid., hal. 2
[10] Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA. “Ijarah”. Ibid., hal . 5
[11] Hal 6-7

Ads Inside Post