Senin, 28 Maret 2016

Gadai dalam al-Quran




Tafsir Rahn (Gadai)

A.    Pengertian Gadai (Rahn)
Gadai (al rahn) secara bahasa dapat diartikan sebagai al-tsubut (الثبوت) dan al-habs (الحبس) yaitu penetapan dan penahanan. Secara istilah dapat diartikan menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara’sebagai jaminan atas adanya dua kemungkinan, untuk mengembalikan uang itu atau mengambil sebagian benda itu.[1]
Sehingga dapat disimpulkan gadai adalah menjadikan suatu benda itu berharga sebagai jaminan sebagai tanggungan utang berdasarkan perjanjian (akad) antara orang yang memiliki hutang dengan pihak yang memberi hutang.
Praktek Rahn dapat dilihat dalam surat al Baqarah : 282 yang mengajarkan perjanjian hutang piutang yang perlu diperkuat dengan catatan dan melibatkan saksi-saksi. 
* bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[2] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
B.     Rahn dan Tradsisi Masyarakat
Parktek gadai (rahn) dalam masyarakat pada umumnya mendasari kepada praktik-praktik yang dalam pelaksanaannya menjurus kepada praktik riba dikarenakan adanya pemanfaatan barang jaminan oleh pihak yang berpiutang (penerima gadai) yang menimbulkan kesulitan bagi penggadai untuk menebus kembali barang gadaiannya.
C.    Rahn dan Gadai
Dalam Islam, rahn merupakan sarana saling tolong-menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan jasa.
Pegadaian menurut kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan: ”Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.” [3]
Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh pemiliknya maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut hanya sebagai jaminan hutang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Namun apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan, maka menurut para fuqaha barang gadai atau jaminan boleh dimanfaatkan. Murtahin hanya berhak menahan barang gadai, tetapi tidak berhak menggunakan atau memanfaatkan hasilnya, sebagaimana pemilik barang gadai tidak berhak menggunakan barangnya itu. Tetapi sebagai pemilik marhun (rahin), apabila barang gadainya itu mengeluarkan hasil, maka hasil itu menjadi milik rahin.[4]
Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan. Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Dalam rahn, menurut hukum Islam tidak ada istilah bunga utang, yang ada hanyalah sewa tempat. Gadai menurut hukum perdata, dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang di Indonesia di sebut Perum pegadaian; Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga. Menurut mazhab Hanafi penerima rahn boleh memanfaatkan barang yang menjadi jaminan utang atas izin pemiliknya, karena pemilik barang itu boleh mengizinkan kepada siapa yang dikehendakinya untuk menggunakan hak miliknya, termasuk untuk mengambil manfaat barangnya. Hal itu menurut mereka bukan riba, karena pemanfaatan barang itu diperoloeh melalui izin. [5]
D.    Hikmah Disyariatkannya Rahn[6]
1.      Setiap transaksi yang mengandung perjanjian penangguhan seharusnya ada bukti tertulis. Namun jika tidak memungkinkan perjanjian tertulis, maka hendaklah ada yang menjadi saksi. Jika ternyata tidak ada saksi, tidak pula bukti tulisan, maka dipersilakan adanya jaminan.
2.      Prisnsip mu’amalat adalah saling percaya dan menjaga kepercayaan semua fihak. Untuk menghilangkan keraguan maka hendakla diadakan perjanjian secara tertulis atau jaminan. Namun kalau semuanya saling mempercayai, atau dalam transaksi tunai yang tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari, tidak mengapa tanpa tulisan atau jaminan aslakan tetap menjaga amanah.
3.      Orang yang mengetahui fakta kebenaran mesti bersedia menjadi saksi. Bersaksi dalam kebenaran, merupkan ibadah. Sebaliknya yang menyembunyikan kesaksian, terancam siksa. Sedangkan bersaksi palsu termasuk dosa besar.
4.      Taqwa mencakup segala aspek kehidupan. Oleh karena itu dalam jual beli, utang piutang, atau mu’amalat lainnya mesti didasari taqwa. Taqwa juga mesti dimanifestasikan dalam menjaga amanah, kepercayaan, kejujuran dan menjauhi hal-hal yang merugikan fihak manapun.
5.      Allah SWT maha mengetahui segalanya. Oleh karena itu setiap insane mesti tetap menjaga kejujuran, menegakkan kebenaran, menampakkan fakta sebenarnya bila diminta persaksian. Orang yang menyembunyikan kesaksian akan diungkap kesalahannya oleh yang Maha Mengetahui.

Referensi
-          Hendi suhendi. Fiqh muamalah, (jakarta: pt. Grafindo persada, 2000) hal.105-106
-          Niela Safira “Pegadaian Syariah”. Blogspot.com. 2013
-          Anisy Kurlillah “Konsep Akad Rahn”. Blogspot.com. 2011
-          Choir “Persamaan, Perbedaan Rahn dan Gadai” Zonaeksis.com. 2011
-          Saifudin ahmadsyatibi. “Persaksian dan Jaminan Hutang QS. al-Baqarah : 283”. Blogspot.com. 2012



[1] Hendi suhendi. Fiqh muamalah, (jakarta: pt. Grafindo persada, 2000) hal.105-106
[2] barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.
[3] Lihat artikel Niela Safira “Pegadaian Syariah”. Blogspot.com. 2013
[4] Lihat artikel Anisy Kurlillah “Konsep Akad Rahn”. Blogspot.com. 2011

[5] Lihat artikel Choir “Persamaan, Perbedaan Rahn dan Gadai” Zonaeksis.com. 2011

[6] Lihat artikel Saifudin ahmadsyatibi. “Persaksian dan Jaminan Hutang QS. al-Baqarah : 283”. Blogspot.com. 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post