Kamis, 10 Maret 2016

Filologi

Sejarah Perkembangan Filologi
Istilah filologi mungkin masing asing terdengar di telinga kita, terlebih masyarakat umum. Saya saja yang boleh dikatakan sebagai mahasiswa baru mengenal bahkan mendengar istilah ini di perguruan tinggi semester enam dan mulai mempelajari ilmu filologi sebagai mata kuliah di semester tujuh ini.
Filologi merupakan disiplin ilmu yang mengkaji teks dari segi bahasa, sastra suatu bangsa atau daerah. Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau atau biasa disebut naskah.
Setelah mengetahui pengertian filologi, alangkah baiknya kita mengetahui sebab musababnya filologi mucul dan berkembang menjadi disiplin ilmu. Alasan inilah yang menyebabkan saya menulis judul ini sehingga saya ataupun pembaca nantinya dapat mengetahui bagaimana perkembangan filologi dari masa kemasa.
Istilah filologi muncul sejak abad ke-3 SM oleh bangsa Yunani tepatnya di kota Iskandariah. Dimana pada masa itu suatu bangsa di kawasan tersebut mengenal aksara dan kebudayaan mereka yang kemudian di dokumentasikan dalam bentuk naskah. Kemudian berkembang dengan melakukan kegiatan membaca dan menelaah naskah di Pusat Ilmu Pengetahuan yang banyak mendapat pengaruh kebudayaan Yunani. Tahap selanjutnya kegiatan filologi berpindah ke kota Roma (italia) di eropa Selatan setelah  Iskandariah jatuh ke kedalam kekuasaan Romawi, namun objek telaah filologinya masih berpusat pada tradisi bahasa dan kebudayaan Yunani Kuno. Tradisi ini berkembang hingga abad ke-4 M yang ditandai dengan pecahnya kerajaan Romawi menjadi dua, Romawi Barat dan Romawi Timur.
Romawi barat mengkaji naskah-naskah berbahasa Romawi yang telah dirintis sejak abad ke-3 M, antara lain tulisan Cicero dan Varro. Bahasa romawi ini menjadi induk bagi bahasa-bahasa Roman (latin), seperti bahasa Prancis, Spanyol, Italia, dan Portugis. Sedangkan untuk Romawi Timur sendiri masih dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani, seperti pada jalur Gaza, Beirut, Edessa, dll. Sejak masa itu naskah Yunani Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan bahasa Siria. Ketika teks studi Yunani memudar di Romawi Barat maka di Romawi Timur menggalakan perkuliahan filologi untuk mendapatkan para ahli filologi.
Pada abad pertengahan bangsa-bangsa di Timur Tengah telah dikenal sebagai bangsa yang memiliki khazanah pernaskahan yang cukup bernilai sebagai karya-karya yang dihasilkan oleh bangsa Arab dan Perth baik prosa maupun puisi pra Islam. Perkembangan agama Islam terjadi pada abad ke-10 sampai abad ke-13 dengan munculnya para mufassir dan karya-karyanya. Seperti karya yang berjudul Cerita Seribu Satu Malam (alfu Lailah wa Lailah) ditulis oleh Umar Khayyam yang diterjemahkan ke dalam sastra Eropa maupun Asia.
Kegiatan filologi berkembang pada zaman renaisans. Sebuah kebangkitan kembali filologi Yunani yang telah lama ditinggalkan. Pada masa ini metode kajiannya tetap berpijak pada kritik teks dan sejarahnya, seperti karya oleh para ahli  dari Italia yakni Lovato Lovati (1241-1309), Lorensi Vallo (1407-1457), dan Angelo Poliziano (1454-1494).
Perkembangan selanjutnya di Eropa. Ilmu filologi diterapkan untuk menelaah naskah lama nonklasik, seperti naskah Germania dan Romania. Pada saat itu para ahli filologi perlu mempelajari bahasa-bahasa tersebut, sehingga pengertian filologi menjadi kabur dengan ilmu bahasa yang menelaah teks untuk mempelajari bahasanya.
Pengaruh dari zaman Renaisans di Eropa berkembang ke kawasan Asia, termasuk ke Nusantara. Pada mulanya yang mengetahui adanya naskah-naskah ini adalah pedagang yang memandang bahwa naskah-naskah tersebut dapat dijadikan sebagai barang dagangan yang bisa mendatangkan keuntungan sebagaimana di benua Eropa dikenal akan perdagangan naskah kuno. Salah satu tokoh yang berperan dalam perdagangan naskah kuno adalah Peter Floris atau Pieter Willemsz. Upaya mempelajari bahasa-bahasa Nusantara di zaman VOC terbatas hanya pada bahasa Melayu.
Pada awal abad-19 kegiatan filologi masih dilakukan oleh para penginjil dengan mempelajari bahasa-bahasa daerah yang ada di kawasan Nusantara. Bahasa daerah ini yang kemudian dijadikan sebagai bahasa untuk menterjemahkan Injil bagi masyarakat tertentu. Pada tahun 1831, G. Bruckner menulis terjemahan Injil dalam huruf Jawa yang di terbitkan oleh Lembaga Nederlansche Bijbelgenootschap (NBG) mendorong tumbuhnya kegiatan untuk meneliti naskah-naskah Nusantara.  Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah nusantara bertujuan untuk menyunting teks saja dan kegiatan itu masih terbatas pada naskah Jawa dan Melayu. Kegiatan ini menggunakan metode intuitif atau metode diplomatik. Hasil suntingannya berupa penyajian teks dalam aksara aslinya, seperti aksara Jawa, aksara Pegon atau Jawi dengan disertai pengantar pendahuluan yang singkat tanpa analisis isi. Pada pertengahan abad-19 penggarapan naskah mengalami perkembangan berupa suntingan teks dalam bentuk transliterisasi aksara Latin dan berkembang lagi dalam bentuk bahasa asing terutama bahasa Belanda.
Di abad ke-20 ini naskah-naskah Nusantara telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai disiplin ilmu, terutama disiplin Humaniora dan Ilmu-ilmu Sosial, misalnya dalam bidang sejarah sastra, bidang perkamusan, dan yang lainnya. Di kawasan Nusantara terdapat khazanah raksasa bagi naskah kuno yang kebanyakan ditulis dalam bahasa dan aksara daerah. Hai inilah yang menjadi pemicu semangat bangsa-bangsa Eropa datang ke kawasan ini. Dipandang dari segi perkembangan dunia ilmu pengetahuan terdapat banyak dokumen yang bisa dijadikan bahan dan sumber informasi serta inspirasi bagi bangsa-bangsa tersebut melalui naskah. Dalam hal ini, isi naskah-naskah kuno itu memang beraneka ragam, yakni kesusastraan, keagamaan, kemasyarakatan, sejarah, filsafat, dan lainnya yang sangat penting bagi pengetahuan kita mengenal kebudayaan setiap daerah secara keseluruhan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah filologi muncul pada zaman Yunani tepatnya pada abad ke-3 SM kemudian berkembang ke bangsa Romawi, Eropa, Arab, Asia, hingga Nusantara. Pada awalnya kegiatan ini hanya dilakukan untuk mengetahui bahasa, kebudayaan dan sejarah suatu bangsa tertentu, namun kini kegiatan tersebut telah menjadi sebuah disiplin ilmu dan kajiannya sudah tersebar di Perguruan Tinggi di seluruh dunia.

Sumber Rujukan : Elis Suryani, 2012, “Filologi”, Bogor : Ghalia Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post