Senin, 28 Maret 2016

Dhaman menurut al-Quran



Dhaman
A.    Pengertian Dhaman
 Dhaman, memiliki arti tanggungan atas piutang atau kekayaan atau bias disebut asuransi jiwa atau badan dengan istilah kafalah, dan tanggungan atas harta benda yang dijadikan barang jaminan dengan istilah tanggungan mengembalikan harta benda (dhaman radd al- ‘ain). 
Menurut bahasa, pengertian tanggungan adalah bersedia menanggung. Sedangkan dalam istilah syara’, tanggungan adalah bersedia memberikan hak sebagai jaminan pihak lain, menghadirkan seseorang yang mempunyai kewajiban membayar hak tersebut, atau mengembalikan harta benda yang dijadikan barang jaminan.
Tanggungan pun kerap digunakan sebagai istilah sebuah perjanjian yang menyatakan kesiapan memenuhi semua hal yang telah disebutkan. Dengan demikian, tanggungan itu sama dengan mengintegrasikan suatu bentuk tanggungan ke tanggungan yang lain. Dan yang bersedia memikul tanggungan disebut penjamin (dhâmin, dhamîn, hamîl, za’îm, kâfil, kafîl dan shabîr). Hanya saja menurut al-Mawardi, menurut adat yang berlaku istilah “dhaman” dipergunakan untuk tanggungan dalam hal kekayaan, hamîl dalam masalah diyat atau denda.

“Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya". “ (QS. Yusuf : 72)
B.     Rukun Dhaman
1.      Adh-Dhamin (orang yang menjamin)
2.      Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang)
3.      Al-Madhmun ‘anhu (orang yang berhutang)
4.      Al-Madhmun (objek jaminan) berupa hutang, uang, barang atau orang
5.      Sighah (akad/ijab)
C.    Syarat-Syarat Dhaman
1.      Adh-dhamin yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, merdeka dalam mengelola harta bendanya/tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri. Dengan demikian anak-anak, orang gila dan orang yang di bawah pengampunan tidak dapat menjadi penjamin.
2.      Al-Madhmun lahu yaitu orang yang berpiutang, bisa disebut juga mafkul lahu. Syaratnya yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, ada yang keras dan ada yang lunak. Hal ini dilakukan untuk kemudahan dan kedisiplinan terutama dimaksudkan untuk menghindari kekecewaan di belakang hari bagi penjamin, bila orang yang dijamin membuat ulah.
3.      Al-Madhmun ‘anhu adalah orang yang berutang, tidak disyaratkan baginya kerelaan terhadap penjamin karena pada prinsipnya hutang itu harus lunak, baik orang yang berhutang rela maupun tidak. Namun lebih baik dia rela/ridha.
4.      Al-Madhmun adalah utang, barang atau orang. Disebut juga madmun bih atau makful bih. Disyaratkan pada madhmun dapat diketahui dan tetap keadaannya (ditetapkan), baik sudah tetap maupun akan tetap. Oleh karena itu tidak sah dhaman (jaminan), jika objek jaminan hutang tidak diketahui dan belum ditetapkan karena ada kemungkinan hal ini ada gharar (tipuan/ketidakjelasan)
5.      Sighat atau lafadz adalah pernyataan yang diucapkan oleh penjamin, disyaratkan keadaan sighat mengandung makna menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara. Umpamanya “Saya menjamin hutangmu kepada si A” dan sebagainya yang mengandung ungkapan jaminan. Lafadz-lafadz yang menunjukkan al-kafalah menurut para ulama adalah seperti lafadz : Tahammaltu, takaffultu, dhammintu, ana kafil laka, ana za’im, huwa laka ‘indi, atau huwa laka ‘alaya. Shighat hanya diperlukan bagi pihak penjamin. Dengan demikian, kafalah/dhaman hanya pernyataan sepihak saja.
Hendaknya diingat bahwa jaminan berlaku hanya menyangkut harta dengan sesama manusia saja, tidak dengan Allah.
D.    Cara Pembayaran Dhaman
A menjamin untuk membayar utang B kepada C, apabila B tidak sanggup membayar maka C boleh menagih  kepada A, dan A harus melunasi utang yang dijaminnya manakala sudah jatuh tempo pembayaran.
E.     Berakhirnya Akad Tanggungan
Penanggungan utang akan berakhir jika ditandai dengan mulai tercapainya sasaran penanggungan itu sendiri, yaitu salah satu dari dua perkara sebagai berikut. Pertama; pembayaran utang pemilik piutang telah nyata-nyata dilunasi, atau paling tidak dengan sebuah tindakan yang mengarah ke pembayaran utang, yaitu tindakan pemberi pinjaman yang menghibahkan hartanya kepada peminjam sehingga tidak ada satu hal pun yang membiarkan tanggungan tetap ada. Kedua; pembebasan utang yang keluar dari pemberi pinjaman terhadap peminjam, atau dengan suatu hal yang memiliki pemahaman yang sama dengan hal tersebut, sehingga utang menjadi gugur. Akan tetapi pembebasan penjamin dari tanggungan tidak berakibat utang menjadi otomatis bebas, karena pembebasan itu hanya bertujuan menghindari penagihan, dan utang tetap menjadi tanggungan peminjam. Utang piutang juga dapat berakhir melalui akad pemindahan utang kepada orang kaya, sehingga peminjam terbebas dari tanggungannya, atau melalui mediasi yang dilakukan antara pemberi pinjaman dan peminjam dengan tuntutan pengurangan sebagian utang.
F.     HIKMAH DHAMAN
Hikmah dhaman sebagai berikut:
1.      Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
2.      Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
3.      Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
 Menjamin akan mendapat pahala dari

1 komentar:

Ads Inside Post