Dhaman
A.
Pengertian Dhaman
Dhaman, memiliki arti tanggungan atas
piutang atau kekayaan atau bias disebut asuransi jiwa atau badan dengan istilah
kafalah, dan tanggungan atas harta benda yang dijadikan barang jaminan
dengan istilah tanggungan mengembalikan harta benda (dhaman radd al- ‘ain).
Menurut
bahasa, pengertian tanggungan adalah bersedia menanggung. Sedangkan dalam
istilah syara’, tanggungan adalah bersedia memberikan hak sebagai jaminan pihak
lain, menghadirkan seseorang yang mempunyai kewajiban membayar hak tersebut,
atau mengembalikan harta benda yang dijadikan barang jaminan.
Tanggungan
pun kerap digunakan sebagai istilah sebuah perjanjian yang menyatakan kesiapan
memenuhi semua hal yang telah disebutkan. Dengan demikian, tanggungan itu sama
dengan mengintegrasikan suatu bentuk tanggungan ke tanggungan yang lain. Dan
yang bersedia memikul tanggungan disebut penjamin (dhâmin, dhamîn, hamîl,
za’îm, kâfil, kafîl dan shabîr). Hanya saja menurut al-Mawardi, menurut adat
yang berlaku istilah “dhaman” dipergunakan untuk tanggungan dalam hal kekayaan,
hamîl dalam masalah diyat atau denda.
“Penyeru-penyeru
itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku
menjamin terhadapnya".
“ (QS. Yusuf : 72)
B. Rukun Dhaman
1. Adh-Dhamin
(orang yang menjamin)
2. Al-Madhmun
lahu (orang yang berpiutang)
3. Al-Madhmun
‘anhu (orang yang berhutang)
4. Al-Madhmun
(objek jaminan) berupa hutang, uang, barang atau orang
5. Sighah
(akad/ijab)
C. Syarat-Syarat Dhaman
1. Adh-dhamin
yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, merdeka
dalam mengelola harta bendanya/tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur)
dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri. Dengan demikian anak-anak, orang gila
dan orang yang di bawah pengampunan tidak dapat menjadi penjamin.
2. Al-Madhmun
lahu yaitu orang yang berpiutang, bisa disebut juga mafkul lahu. Syaratnya yang
berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin karena manusia tidak sama dalam
hal tuntutan, ada yang keras dan ada yang lunak. Hal ini dilakukan untuk
kemudahan dan kedisiplinan terutama dimaksudkan untuk menghindari kekecewaan di
belakang hari bagi penjamin, bila orang yang dijamin membuat ulah.
3. Al-Madhmun
‘anhu adalah orang yang berutang, tidak disyaratkan baginya kerelaan terhadap
penjamin karena pada prinsipnya hutang itu harus lunak, baik orang yang
berhutang rela maupun tidak. Namun lebih baik dia rela/ridha.
4. Al-Madhmun
adalah utang, barang atau orang. Disebut juga madmun bih atau makful bih.
Disyaratkan pada madhmun dapat diketahui dan tetap keadaannya (ditetapkan),
baik sudah tetap maupun akan tetap. Oleh karena itu tidak sah dhaman (jaminan),
jika objek jaminan hutang tidak diketahui dan belum ditetapkan karena ada
kemungkinan hal ini ada gharar (tipuan/ketidakjelasan)
5. Sighat
atau lafadz adalah pernyataan yang diucapkan oleh penjamin, disyaratkan keadaan
sighat mengandung makna menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak
berarti sementara. Umpamanya “Saya menjamin hutangmu kepada si A” dan
sebagainya yang mengandung ungkapan jaminan. Lafadz-lafadz yang menunjukkan
al-kafalah menurut para ulama adalah seperti lafadz : Tahammaltu, takaffultu,
dhammintu, ana kafil laka, ana za’im, huwa laka ‘indi, atau huwa laka ‘alaya.
Shighat hanya diperlukan bagi pihak penjamin. Dengan demikian, kafalah/dhaman
hanya pernyataan sepihak saja.
Hendaknya diingat bahwa jaminan berlaku hanya menyangkut harta dengan sesama manusia saja, tidak dengan Allah.
Hendaknya diingat bahwa jaminan berlaku hanya menyangkut harta dengan sesama manusia saja, tidak dengan Allah.
D.
Cara Pembayaran
Dhaman
A menjamin untuk membayar utang B kepada C, apabila B
tidak sanggup membayar maka C boleh menagih kepada A, dan A harus
melunasi utang yang dijaminnya manakala sudah jatuh tempo pembayaran.
E. Berakhirnya Akad Tanggungan
Penanggungan
utang akan berakhir jika ditandai dengan mulai tercapainya sasaran penanggungan
itu sendiri, yaitu salah satu dari dua perkara sebagai berikut. Pertama;
pembayaran utang pemilik piutang telah nyata-nyata dilunasi, atau paling tidak
dengan sebuah tindakan yang mengarah ke pembayaran utang, yaitu tindakan
pemberi pinjaman yang menghibahkan hartanya kepada peminjam sehingga tidak ada
satu hal pun yang membiarkan tanggungan tetap ada. Kedua; pembebasan utang yang
keluar dari pemberi pinjaman terhadap peminjam, atau dengan suatu hal yang
memiliki pemahaman yang sama dengan hal tersebut, sehingga utang menjadi gugur.
Akan tetapi pembebasan penjamin dari tanggungan tidak berakibat utang menjadi
otomatis bebas, karena pembebasan itu hanya bertujuan menghindari penagihan,
dan utang tetap menjadi tanggungan peminjam. Utang piutang juga dapat berakhir
melalui akad pemindahan utang kepada orang kaya, sehingga peminjam terbebas
dari tanggungannya, atau melalui mediasi yang dilakukan antara pemberi pinjaman
dan peminjam dengan tuntutan pengurangan sebagian utang.
F.
HIKMAH DHAMAN
Hikmah dhaman sebagai
berikut:
1.
Munculnya rasa aman
dari peminjam (penghutang).
2.
Munculnya rasa lega dan
tenang dari pemberi hutang
3.
Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
Menjamin akan mendapat pahala dari
ka boleh tahu buku nya apa
BalasHapus