Senin, 09 Mei 2016

Tafsir Surat An-Nur ayat 35



TAFSIR
CAHAYA DI ATAS CAHAYA
(Surah An-Nur ayat 35)
Oleh : Nailu Farh 
1.      Ayat dan Terjemahnya
Terjemahnya :[1]
35.  Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[2], yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)[3], yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.[4]
2.      Tafsirul Mufrodat
NO
MUFRODAT
ARTI
1.
نور
Yang memiliki cahaya, yakni pemberi petunjuk kepada penghuni langit dan bumi yang dimaksud adalah seluruh alamat

2.
المشكاة
Kata yang di arabkan dari kata “Habasyah” yang di maksud ialah lubang pada dinding yang tidak tembus

3.
الزجاجة
Lampu gantung yang terbuat dari kaca

4.
الدري
Yang menerangi dan berkilau seperti mutiara

5.
لاشرقية ولا غربية
Diterangi oleh matahari sejak terbit hingga terbenamnya, tidak terlindung oleh gunung maupun pohon, tidak pula terhalangi oleh suatu apapun

6.
يضرب الله الامثال
Allah menjelaskan perumpamaan-perumpamaan kepada manusia








3.      Tafsir Per-Ayat

035. (Allah cahaya langit dan bumi) yakni pemberi cahaya langit dan bumi dengan matahari dan bulan. (Perumpamaan cahaya Allah) sifat cahaya Allah di dalam kalbu orang Mukmin (adalah seperti misykat yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca) yang dinamakan lampu lentera atau Qandil. Yang dimaksud Al Mishbah adalah lampu atau sumbu yang dinyalakan. Sedangkan Al Misykaat artinya sebuah lubang yang tidak tembus. Sedangkan pengertian pelita di dalam kaca, maksudnya lampu tersebut berada di dalamnya (kaca itu seakan-akan) cahaya yang terpancar darinya (bintang yang bercahaya seperti mutiara) kalau dibaca Diriyyun atau Duriyyun berarti berasal dari kata Ad Dar'u yang artinya menolak atau menyingkirkan, dikatakan demikian karena dapat mengusir kegelapan, maksudnya bercahaya. Jika dibaca Durriyyun dengan mentasydidkan huruf Ra, berarti mutiara, maksudnya cahayanya seperti mutiara (yang dinyalakan) kalau dibaca Tawaqqada dalam bentuk Fi'il Madhi, artinya lampu itu menyala. Menurut suatu qiraat dibaca dalam bentuk Fi'il Mudhari' yaitu Tuuqidu, menurut qiraat lainnya dibaca Yuuqadu, dan menurut qiraat yang lainnya lagi dapat dibaca Tuuqadu, artinya kaca itu seolah-olah dinyalakan (dengan) minyak (dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah Timur dan pula tidak di sebelah Barat) akan tetapi tumbuh di antara keduanya, sehingga tidak terkena panas atau dingin yang dapat merusaknya (yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api) mengingat jernihnya minyak itu. (Cahaya) yang disebabkannya (di atas cahaya) api dari pelita itu. Makna yang dimaksud dengan cahaya Allah adalah petunjuk-Nya kepada orang Mukmin, maksudnya hal itu adalah cahaya di atas cahaya iman (Allah membimbing kepada cahaya-Nya) yaitu kepada agama Islam (siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat) yakni menjelaskan (perumpamaan-perumpamaan bagi manusia) supaya dapat dicerna oleh pemahaman mereka, kemudian supaya mereka mengambil pelajaran daripadanya, sehingga mereka mau beriman (dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) antara lain ialah membuat perumpamaan-perumpamaan ini.[5]
4.      Tafsir Perkata[6]

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Allah memberi petunjuk kepada penghuni langit dan bumi dengan dalil-dalil yang Dia pancangkan di dalam alam dan dengan ayat-ayat yang jelas yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya. Dengan cahaya-Nya yang menerangi jalan yang haq, mereka mendapat petunjuk dan dengan petunjuk-Nya mereka selamat dari kebingungan kesehatan.
 مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ
Perumpamaan dalil-dalil yang dia sebarkan yang menghendakinya diantara para hamba-Nya itu seperti cahaya “misykat” (lihat tafsir kata-kata sulit-pen) yang didalamnya terdapat pelita besar yang cahaya-Nya menembus dan mempunyai sifat-sifat tertentu.
 الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ
Pelita itu terdapat dalam tabung kaca yang bening dan sangat terang benderang
 الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ
Dan kaca itu seakan-akan bintang besar yang terang benderang dari kumpulan mutiara-mutiara bintang, dan besarnya seperti Venus dan Jupiter.
 يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ
Sumbunya dibasahi dengan minyak pohon berminyak yang banyak manfaatnya. Pohon itu ditanam di gunung yang tinggi atau padang pasir yang luas, selalu mendapat sinar matahari, tidak terhalangi oleh gunung maupun pohon, tidak pula terhalangi oleh suatu apapun sejak matahari terbit hingga terbenam, sehingga minyaknya sangat bening.
 يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ
Karena bening, mengkilat dan berkilauannya, seakan minyak itu menyala dengan sendirinya tanpa tersentuh api sebab, jika minyak itu murni dan bening maka jika terlihat dari jauh seakan ia mempunyai cahaya dan jika terkena api maka ia akan semakin bercahaya .
 نُّورٌ عَلَى نُورٍ
cahaya itu adalah cahaya yang berlipat-lipat, karena cahaya misykat, kaca, pelita dan minyak bersatu saling menambah, sehingga tidak tersisa lagi sesuatupun yang dapat menambah terang benderangnya cahaya.
 يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ
Allah akan memberikan taufiq kepada siapapun yang Dia kehendaki diantara para hamba-Nya untuk mendapat yang haq dengan jalan memperhatikan, merenungkan dan mengarahkan pikiran guna menempuh jalan lurus yang mengantarkannya kepada Dia. Adapun orang yang tidak mau berfikir, maka tak ubahnya seperti orang buta : sama saja baginya, apakah dia berada di malam yang gelap gulita ataukah berada di tengah siang bolong.
 وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ
Allah membuat perempumaan-perumpamaan bagi manusia tentang berlipat-lipat hidayah mereka sesuai dengan kebutuhan keadaan mereka, karena didalam perumpamaan itu terdapat banyak faidah, sekaitan dengan nasihat dan petunjuk. Sebab, dengan perumpamaan itu pikiran menjadi terbuka untuk mencapai yang haq, dan dengan perumpamaan itu jiwa menjadi damai karena makna-makna dipahamkan melalui gambaran visual yang sudah sangat dikenal.
 وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, maka Dia memberikan Hidayah-Nya kepada orang yang berhak menerimanya diantara orang-orang yang jiwanya bersih dan mempunyai kesiapan untuk menerima berbagai hokum serta adab agama. Demikian pula Allah, membuat berbagai cara untuk menerima petunjuk itu sesuai dengan keadaan para hamba-Nya dalam rangka menegakkan hujjah atas mereka.
5.      Uraian Tafsir[7]
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan perkataan ‘Abdullah bin ‘Abbas  tentang firman Allah :  “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,” yakni, Allah pemberi petunjuk bagi penduduk langit dan bumi. Ibnu Juraij berkata, Mujahid dan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata tentang firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/2ayat.jpg ‘Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.’ Yaitu, yang mengatur urusan di langit dan di bumi, mengatur bintang-bintang, matahari, dan bulan.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Cahaya-Ku adalah petunjuk.’” Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Abu Ja'far ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab tentang firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/3ayat.jpg “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya.” Yaitu, orang Mukmin yang Allah resapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Lalu Allah me­nyebut­kan permisalan tentangnya, Allah berfirman: Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/4ayat.jpg “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,” Allah memulai dengan menyebutkan cahaya-Nya, kemudian menyebutkan cahaya orang Mukmin: “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya.” Ubay membacanya: Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/5ayat.jpg “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya,” yaitu seorang Mukmin yang Allah resapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Demikianlah diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair dan Qais bin Sa’ad dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, bahwa beliau membacanya:  Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/6ayat.jpg “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada Allah.”
Sebagian qari’ membacanya: Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/7ayat.jpg “Allah Penerang langit dan bumi.” Adh-Dhahhak membacanya: Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/8ayat.jpg “Allah yang menerangi langit dan bumi.”
Dalam menafsirkan ayat ini, as-Suddi berkata: “Dengan cahaya-Nya langit dan bumi menjadi terang benderang.” Dalam kitab ash-Shahihain diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, ia berkata: “Apabila Rasulullah bangun di tengah malam, beliau berdo’a:
Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/hadits1.jpg
“Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau adalah cahaya langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Yang Mengatur langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya.” (Al-Hadits)
Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/9ayat.jpg “Perumpamaan cahaya-Nya,” ada dua pendapat berkaitan dengan dhamir (kata ganti orang ketiga) dalam ayat ini:
  1. Dhamir tersebut kembali kepada Allah, yakni perumpamaan petunjuk-Nya dalam hati seorang Mukmin seperti misykaah (lubang yang tak tembus). Demikian dikatakan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas .
  2. Dhamir tersebut kembali kepada orang-orang Mukmin yang disebutkan dalam konteks kalimat, yakni perumpamaan cahaya seorang Mukmin yang ada dalam hatinya seperti misykaah. Hati seorang Mukmin disamakan dengan fitrahnya, yaitu hidayah dan cahaya al-Qur-an yang diterimanya yang sesuai dengan fitrahnya. Seperti disebutkan dalam ayat lain:
Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/10ayat.jpg “Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang mempunyai bukti yang nyata (al-Qur-an) dari Rabbnya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah.” (QS. Huud: 17)
Allah menyamakan kemurnian hati seorang Mukmin dengan lentera dari kaca yang tipis dan mengkilat, menyamakan hidayah al-Qur-an dan syari’at yang dimintanya dengan minyak zaitun yang bagus lagi jernih, bercahaya dan tegak, tidak kotor dan tidak bengkok. Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/11ayat.jpg “Seperti sebuah lubang yang tak tembus,” Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Muhammad bin Ka’ab, dan lainnya mengatakan: “Misykaah adalah tempat sumbu pada lampu, itulah makna yang paling masyhur.” Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/12ayat.jpg “Yang di dalamnya ada pelita besar,” yaitu cahaya yang terdapat di dalam lentera. Ubay bin Ka’ab mengatakan: “Mishbaah adalah cahaya, yaitu al-Qur-an dan iman yang terdapat dalam dada seorang Mukmin.”
Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/13ayat.jpg “Pelita itu di dalam kaca,” cahaya tersebut memancar dalam kaca yang bening. Ubay bin Ka’ab dan para ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya adalah perumpamaan hati seorang Mukmin.” Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/14ayat.jpg “(Dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,” sebagian qari[1] membacanya tanpa hamzah di akhir kata, yakni seakan-akan bintang seperti mutiara. Sebagian lainnya membaca  Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/1b.jpgdan Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/1c.jpg atau Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/1d.jpgdengan kasrah dan dhammah huruf daal dan dengan hamzah, diambil dari kata Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/1e.jpg, artinya lontaran. Karena bintang apabila dilontarkan akan lebih bercahaya daripada kondisi-kondisi lainnya. Bangsa Arab menyebut bintang-bintang yang tidak diketahui namanya dengan sebutan Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/1f.jpg. Ubay bin Ka’ab mengatakan: “Yakni bintang-bintang yang bercahaya.”
Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/15ayat.jpg “Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,” yaitu berasal dari minyak zaitun, pohon yang penuh berkah, yakni pohon zaitun. Dalam kalimat, kedudukan kata adalah badal atau ‘athaf bayan. Firman Allah :  Yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),” tempat tumbuhnya bukan di sebelah timur hingga tidak terkena sinar matahari di awal siang dan bukan pula di sebelah barat hingga tertutupi bayangan sebelum matahari terbenam, namun letaknya di tengah, terus disinari matahari sejak pagi sampai sore. Sehingga minyak yang dihasilkannya jernih, sedang dan bercahaya.
Abu Ja’far ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab  tentang firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/18ayat.jpg “Pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),” beliau berkata: “Yakni pohon zaitun yang hijau dan segar yang  tidak terkena sinar matahari, bagaimanapun kondisinya, baik ketika matahari terbit maupun matahari terbenam.” Beliau melanjutkan: “Demikianlah seorang Mukmin yang terpelihara dari fitnah-fitnah. Adakalanya ia tertimpa fitnah, namun Allah meneguhkannya, ia selalu berada dalam empat keadaan berikut: Jika berkata ia jujur, jika menghukum ia berlaku adil, jika diberi cobaan ia bersabar dan jika diberi, ia bersyukur. Keadaannya di antara manusia lainnya seperti seorang yang hidup berjalan di tengah-tengah kubur orang-orang yang sudah mati. Zaid bin Aslam mengatakan: “Maksud firman Allah: Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/19ayat.jpg ‘Tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),’ yaitu negeri Syam.”
Firman Allah :  “(Yaitu), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api,”“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),” al-‘Aufi meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, bahwa maksudnya adalah iman seorang hamba dan amalnya. Ubay bin Ka’ab berkata tentang firman Allah: ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Yakni, disebabkan kilauan minyak yang ber­cahaya. Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/21ayat.jpg “Cahaya di atas cahaya,” yakni tidak lepas dari lima cahaya, perkataannya adalah cahaya, amalnya adalah cahaya, tempat masuknya adalah cahaya, tempat keluarnya adalah cahaya, tempat kembalinya adalah cahaya pada hari Kiamat, yakni Surga. As-Suddi mengatakan: “Maksudnya adalah, cahaya api dan cahaya minyak, apabila bersatu akan bersinar, keduanya tidak akan bersinar dengan sendirinya jika tidak berpasangan. Demikian pula cahaya al-Qur-an dan cahaya iman manakala bersatu, tidak akan bercahaya kecuali bila keduanya ber­satu.”
Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/22ayat.jpg “Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,” Allah membimbing kepada hidayah bagi siapa yang Dia kehendaki, seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari ‘Abdullah bin ‘Amr , bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:
Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/hadits2.jpg
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian Allah memberi cahaya-Nya kepada mereka. Barang siapa mendapat cahaya-Nya pada saat itu, berarti ia telah mendapat petunjuk dan barang siapa tidak mendapatkannya berarti ia telah sesat. Oleh karena itu, aku katakan: ‘Al-Qur-an (penulis takdir) dari ilmu Allah Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/subhanallahu-wa-taala.jpgtelah kering.’”
Firman Allah : Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/23ayat.jpg “Dan Allah mem­perbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” Setelah menyebutkan perumpamaan cahaya-Nya dan hidayah-Nya dalam hati seorang Mukmin, Allah menutup ayat ini dengan firman-Nya: Description: Description: Description: Description: Description: http://pustakaimamsyafii.com/gambar/24ayat.jpg “Dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” Yaitu, Dia Maha mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak disesatkan.
 “ Allah adalah cahaya  langit dan bumi. Perumpaan cahaya Allah seperti miskat (sesuatu yang tak tembus cahaya) yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang di nyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya”
“Cahaya di atas cahaya”[8]
Ini adalah perumpamaan tahap kelima. Cahaya yang diumpamakan kebenaran itu, kata an-Nasafi, seperti yang bersatu yang berlapis-lapis yang mana di dalamnya terjadi interaksi antara (cahaya) misykat, pelita dan minyak. Sehingga tidak ada satupun yang tinggal untuk memperkuat benderangnya cahaya, kerana pelita yang ada di dalam tempat yang sempit menyerupai lubang yang tidak tembus, di mana ia mampu menghimpun dan memadukan seluruh cahaya. Hal ini berbeza seandainya di tempat yang luas, maka sinar cahayanya akan tersebar dan berserakan. Sedangkan (dinding) kaca merupakan suatu yang paling banyak menambah penerangan, demikian juga dengan minyak dan kebenderangannya.

Referensi :
Sjachriyanto,Wawan.“Qur’an Player Versi 2.0.1.0” copyright : 2005.
Tafsir Jalalain  Asy-Syuyuth, Jalaluddin & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy. oleh Dani Hidayat . Pesantren Persatuan Islam91 : Tasikmalaya . 2009. Pdf.
Mushthafa Al-Maraghi,Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid 18. Semarang : CV. Toha Putra. 1989. Hal. 186-191

Ibnu Kasir Ad-Damasyqi .Al-Imam. “Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nur”. Bandung : Sinar Baru Algensindo. 2000


[1] Wawan Sjachriyanto. Surah An-Nur ayat 35 “Qur’an Player Versi 2.0.1.0” copyright : 2005.
[2] yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, Biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.
[3] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.
[4] Ali Abdurrahman Al-Hudzaifi Muhammad Ayyub. Qur’an Player versi 2010. Copyright.2005. Wawan Sjachriyanto
[5] Pdf. Tafsir Jalalain  Asy-Syuyuth, Jalaluddin & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy. oleh Dani Hidayat . Pesantren Persatuan Islam91 : Tasikmalaya . 2009
[6] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid 18. Semarang : CV. Toha Putra. 1989. Hal. 186-191
[7] Al-Imam Ibnu Kasir Ad-Damasyqi. “Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nur”. Bandung : Sinar Baru Algensindo. 2000

1 komentar:

Ads Inside Post