TAFSIR
CAHAYA DI ATAS CAHAYA
(Surah An-Nur ayat 35)
Oleh : Nailu Farh
1. Ayat dan Terjemahnya
Terjemahnya :[1]
35. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan
bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[2],
yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)[3],
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.[4]
2.
Tafsirul
Mufrodat
NO
|
MUFRODAT
|
ARTI
|
1.
|
نور
|
Yang memiliki cahaya, yakni pemberi petunjuk
kepada penghuni langit dan bumi yang dimaksud adalah seluruh alamat
|
2.
|
المشكاة
|
Kata yang di arabkan dari kata “Habasyah”
yang di maksud ialah lubang pada dinding yang tidak tembus
|
3.
|
الزجاجة
|
Lampu gantung yang terbuat dari kaca
|
4.
|
الدري
|
Yang menerangi dan berkilau seperti mutiara
|
5.
|
لاشرقية ولا
غربية
|
Diterangi oleh matahari sejak terbit hingga
terbenamnya, tidak terlindung oleh gunung maupun pohon, tidak pula terhalangi
oleh suatu apapun
|
6.
|
يضرب الله
الامثال
|
Allah menjelaskan perumpamaan-perumpamaan
kepada manusia
|
3.
Tafsir
Per-Ayat
035. (Allah
cahaya langit dan bumi) yakni pemberi cahaya langit dan bumi dengan matahari
dan bulan. (Perumpamaan cahaya Allah) sifat cahaya Allah di dalam kalbu orang
Mukmin (adalah seperti misykat yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di
dalam kaca) yang dinamakan lampu lentera atau Qandil. Yang dimaksud Al Mishbah
adalah lampu atau sumbu yang dinyalakan. Sedangkan Al Misykaat artinya sebuah
lubang yang tidak tembus. Sedangkan pengertian pelita di dalam kaca, maksudnya
lampu tersebut berada di dalamnya (kaca itu seakan-akan) cahaya yang terpancar
darinya (bintang yang bercahaya seperti mutiara) kalau dibaca Diriyyun atau
Duriyyun berarti berasal dari kata Ad Dar'u yang artinya menolak atau
menyingkirkan, dikatakan demikian karena dapat mengusir kegelapan, maksudnya
bercahaya. Jika dibaca Durriyyun dengan mentasydidkan huruf Ra, berarti
mutiara, maksudnya cahayanya seperti mutiara (yang dinyalakan) kalau dibaca
Tawaqqada dalam bentuk Fi'il Madhi, artinya lampu itu menyala. Menurut suatu
qiraat dibaca dalam bentuk Fi'il Mudhari' yaitu Tuuqidu, menurut qiraat lainnya
dibaca Yuuqadu, dan menurut qiraat yang lainnya lagi dapat dibaca Tuuqadu,
artinya kaca itu seolah-olah dinyalakan (dengan) minyak (dari pohon yang banyak
berkahnya, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah Timur dan pula tidak
di sebelah Barat) akan tetapi tumbuh di antara keduanya, sehingga tidak terkena
panas atau dingin yang dapat merusaknya (yang minyaknya saja hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api) mengingat jernihnya minyak itu.
(Cahaya) yang disebabkannya (di atas cahaya) api dari pelita itu. Makna yang
dimaksud dengan cahaya Allah adalah petunjuk-Nya kepada orang Mukmin, maksudnya
hal itu adalah cahaya di atas cahaya iman (Allah membimbing kepada cahaya-Nya)
yaitu kepada agama Islam (siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat) yakni
menjelaskan (perumpamaan-perumpamaan bagi manusia) supaya dapat dicerna oleh
pemahaman mereka, kemudian supaya mereka mengambil pelajaran daripadanya,
sehingga mereka mau beriman (dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) antara
lain ialah membuat perumpamaan-perumpamaan ini.[5]
4.
Tafsir Perkata[6]
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ
Allah memberi
petunjuk kepada penghuni langit dan bumi dengan dalil-dalil yang Dia pancangkan
di dalam alam dan dengan ayat-ayat yang jelas yang Dia turunkan kepada
Rasul-Nya. Dengan cahaya-Nya yang menerangi jalan yang haq, mereka mendapat
petunjuk dan dengan petunjuk-Nya mereka selamat dari kebingungan kesehatan.
مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ
Perumpamaan
dalil-dalil yang dia sebarkan yang menghendakinya diantara para hamba-Nya itu
seperti cahaya “misykat” (lihat tafsir kata-kata sulit-pen) yang
didalamnya terdapat pelita besar yang cahaya-Nya menembus dan mempunyai
sifat-sifat tertentu.
الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ
Pelita itu terdapat
dalam tabung kaca yang bening dan sangat terang benderang
الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ
Dan kaca itu
seakan-akan bintang besar yang terang benderang dari kumpulan mutiara-mutiara
bintang, dan besarnya seperti Venus dan Jupiter.
يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ
لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ
Sumbunya
dibasahi dengan minyak pohon berminyak yang banyak manfaatnya. Pohon itu
ditanam di gunung yang tinggi atau padang pasir yang luas, selalu mendapat
sinar matahari, tidak terhalangi oleh gunung maupun pohon, tidak pula
terhalangi oleh suatu apapun sejak matahari terbit hingga terbenam, sehingga
minyaknya sangat bening.
يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ
تَمْسَسْهُ نَارٌ
Karena bening,
mengkilat dan berkilauannya, seakan minyak itu menyala dengan sendirinya tanpa
tersentuh api sebab, jika minyak itu murni dan bening maka jika terlihat dari
jauh seakan ia mempunyai cahaya dan jika terkena api maka ia akan semakin
bercahaya .
نُّورٌ عَلَى نُورٍ
cahaya itu
adalah cahaya yang berlipat-lipat, karena cahaya misykat, kaca, pelita dan
minyak bersatu saling menambah, sehingga tidak tersisa lagi sesuatupun yang
dapat menambah terang benderangnya cahaya.
يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ
Allah akan
memberikan taufiq kepada siapapun yang Dia kehendaki diantara para hamba-Nya
untuk mendapat yang haq dengan jalan memperhatikan, merenungkan dan mengarahkan
pikiran guna menempuh jalan lurus yang mengantarkannya kepada Dia. Adapun orang
yang tidak mau berfikir, maka tak ubahnya seperti orang buta : sama saja
baginya, apakah dia berada di malam yang gelap gulita ataukah berada di tengah
siang bolong.
وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ
Allah membuat
perempumaan-perumpamaan bagi manusia tentang berlipat-lipat hidayah mereka
sesuai dengan kebutuhan keadaan mereka, karena didalam perumpamaan itu terdapat
banyak faidah, sekaitan dengan nasihat dan petunjuk. Sebab, dengan perumpamaan
itu pikiran menjadi terbuka untuk mencapai yang haq, dan dengan perumpamaan itu
jiwa menjadi damai karena makna-makna dipahamkan melalui gambaran visual yang
sudah sangat dikenal.
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu, maka Dia memberikan Hidayah-Nya kepada orang yang
berhak menerimanya diantara orang-orang yang jiwanya bersih dan mempunyai
kesiapan untuk menerima berbagai hokum serta adab agama. Demikian pula Allah,
membuat berbagai cara untuk menerima petunjuk itu sesuai dengan keadaan para
hamba-Nya dalam rangka menegakkan hujjah atas mereka.
5.
Uraian Tafsir[7]
‘Ali bin Abi
Thalhah meriwayatkan perkataan ‘Abdullah bin ‘Abbas tentang firman Allah
: “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,” yakni, Allah
pemberi petunjuk bagi penduduk langit dan bumi. Ibnu Juraij berkata, Mujahid
dan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata tentang firman Allah : ‘Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi.’ Yaitu, yang mengatur urusan di langit dan di
bumi, mengatur bintang-bintang, matahari, dan bulan.”
Ibnu Jarir meriwayatkan
dari Anas bin Malik, ia berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Cahaya-Ku
adalah petunjuk.’” Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Abu Ja'far
ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab tentang firman Allah : “Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya.” Yaitu, orang Mukmin yang
Allah resapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Lalu Allah menyebutkan
permisalan tentangnya, Allah berfirman: “Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi,” Allah memulai dengan menyebutkan cahaya-Nya,
kemudian menyebutkan cahaya orang Mukmin: “Perumpamaan cahaya orang yang
beriman kepada-Nya.” Ubay membacanya: “Perumpamaan cahaya
orang yang beriman kepada-Nya,” yaitu seorang Mukmin yang Allah resapkan
keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Demikianlah diriwayatkan oleh Sa’id
bin Jubair dan Qais bin Sa’ad dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, bahwa beliau
membacanya: “Perumpamaan cahaya
orang yang beriman kepada Allah.”
Sebagian qari’
membacanya: “Allah Penerang langit dan
bumi.” Adh-Dhahhak membacanya: “Allah yang menerangi
langit dan bumi.”
Dalam
menafsirkan ayat ini, as-Suddi berkata: “Dengan cahaya-Nya langit dan bumi
menjadi terang benderang.” Dalam kitab ash-Shahihain diriwayatkan dari
‘Abdullah bin ‘Abbas, ia berkata: “Apabila Rasulullah bangun di tengah malam,
beliau berdo’a:
“Ya Allah,
segala puji bagi-Mu, Engkau adalah cahaya langit dan bumi serta segala sesuatu
yang ada di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Yang Mengatur langit dan bumi
serta segala sesuatu yang ada di dalamnya.” (Al-Hadits)
Firman Allah
: “Perumpamaan
cahaya-Nya,” ada dua pendapat berkaitan dengan dhamir (kata ganti orang
ketiga) dalam ayat ini:
- Dhamir tersebut kembali kepada Allah, yakni perumpamaan petunjuk-Nya dalam hati seorang Mukmin seperti misykaah (lubang yang tak tembus). Demikian dikatakan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas .
- Dhamir tersebut kembali kepada orang-orang Mukmin yang disebutkan dalam konteks kalimat, yakni perumpamaan cahaya seorang Mukmin yang ada dalam hatinya seperti misykaah. Hati seorang Mukmin disamakan dengan fitrahnya, yaitu hidayah dan cahaya al-Qur-an yang diterimanya yang sesuai dengan fitrahnya. Seperti disebutkan dalam ayat lain:
“Apakah (orang-orang kafir
itu sama dengan) orang-orang yang mempunyai bukti yang nyata (al-Qur-an) dari
Rabbnya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah.” (QS.
Huud: 17)
Allah
menyamakan kemurnian hati seorang Mukmin dengan lentera dari kaca yang tipis
dan mengkilat, menyamakan hidayah al-Qur-an dan syari’at yang dimintanya dengan
minyak zaitun yang bagus lagi jernih, bercahaya dan tegak, tidak kotor dan
tidak bengkok. Firman Allah : “Seperti sebuah lubang
yang tak tembus,” Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Muhammad bin Ka’ab, dan lainnya
mengatakan: “Misykaah adalah tempat sumbu pada lampu, itulah makna yang
paling masyhur.” Firman Allah : “Yang di dalamnya ada
pelita besar,” yaitu cahaya yang terdapat di dalam lentera. Ubay bin Ka’ab
mengatakan: “Mishbaah adalah cahaya, yaitu al-Qur-an dan iman yang
terdapat dalam dada seorang Mukmin.”
Firman Allah
: “Pelita itu di dalam
kaca,” cahaya tersebut memancar dalam kaca yang bening. Ubay bin Ka’ab dan
para ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya adalah perumpamaan hati seorang
Mukmin.” Firman Allah : “(Dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,” sebagian qari[1]
membacanya tanpa hamzah di akhir
kata, yakni seakan-akan bintang seperti mutiara. Sebagian lainnya membaca
dan atau dengan kasrah dan dhammah
huruf daal dan dengan hamzah, diambil dari kata , artinya lontaran. Karena
bintang apabila dilontarkan akan lebih bercahaya daripada kondisi-kondisi
lainnya. Bangsa Arab menyebut bintang-bintang yang tidak diketahui namanya
dengan sebutan . Ubay bin Ka’ab mengatakan:
“Yakni bintang-bintang yang bercahaya.”
Firman Allah
: “Yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang banyak berkahnya,” yaitu berasal dari minyak zaitun,
pohon yang penuh berkah, yakni pohon zaitun. Dalam kalimat, kedudukan kata
adalah badal atau ‘athaf bayan. Firman Allah : Yang tumbuh
tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),”
tempat tumbuhnya bukan di sebelah timur hingga tidak terkena sinar matahari di
awal siang dan bukan pula di sebelah barat hingga tertutupi bayangan sebelum
matahari terbenam, namun letaknya di tengah, terus disinari matahari sejak pagi
sampai sore. Sehingga minyak yang dihasilkannya jernih, sedang dan bercahaya.
Abu Ja’far
ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab tentang firman Allah
: “Pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),”
beliau berkata: “Yakni pohon zaitun yang hijau dan segar yang tidak
terkena sinar matahari, bagaimanapun kondisinya, baik ketika matahari terbit
maupun matahari terbenam.” Beliau melanjutkan: “Demikianlah seorang Mukmin yang
terpelihara dari fitnah-fitnah. Adakalanya ia tertimpa fitnah, namun Allah
meneguhkannya, ia selalu berada dalam empat keadaan berikut: Jika berkata ia
jujur, jika menghukum ia berlaku adil, jika diberi cobaan ia bersabar dan jika
diberi, ia bersyukur. Keadaannya di antara manusia lainnya seperti seorang yang
hidup berjalan di tengah-tengah kubur orang-orang yang sudah mati. Zaid bin
Aslam mengatakan: “Maksud firman Allah: ‘Tidak di sebelah timur
(sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),’ yaitu negeri Syam.”
Firman Allah :
“(Yaitu), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api,”“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),” al-‘Aufi
meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, bahwa maksudnya adalah iman seorang
hamba dan amalnya. Ubay bin Ka’ab berkata tentang firman Allah: ‘Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Yakni, disebabkan kilauan minyak yang bercahaya.
Firman Allah : “Cahaya di atas cahaya,”
yakni tidak lepas dari lima cahaya, perkataannya adalah cahaya, amalnya adalah
cahaya, tempat masuknya adalah cahaya, tempat keluarnya adalah cahaya, tempat
kembalinya adalah cahaya pada hari Kiamat, yakni Surga. As-Suddi mengatakan:
“Maksudnya adalah, cahaya api dan cahaya minyak, apabila bersatu akan bersinar,
keduanya tidak akan bersinar dengan sendirinya jika tidak berpasangan. Demikian
pula cahaya al-Qur-an dan cahaya iman manakala bersatu, tidak akan bercahaya
kecuali bila keduanya bersatu.”
Firman Allah
: “Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,” Allah membimbing kepada hidayah bagi
siapa yang Dia kehendaki, seperti yang disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari ‘Abdullah bin ‘Amr , bahwa ia mendengar
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya
Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian Allah memberi
cahaya-Nya kepada mereka. Barang siapa mendapat cahaya-Nya pada saat itu,
berarti ia telah mendapat petunjuk dan barang siapa tidak mendapatkannya
berarti ia telah sesat. Oleh karena itu, aku katakan: ‘Al-Qur-an (penulis
takdir) dari ilmu Allah telah kering.’”
Firman Allah
: “Dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.”
Setelah menyebutkan perumpamaan cahaya-Nya dan hidayah-Nya dalam hati seorang
Mukmin, Allah menutup ayat ini dengan firman-Nya: “Dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.”
Yaitu, Dia Maha mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang
berhak disesatkan.
“ Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpaan cahaya Allah
seperti miskat (sesuatu yang tak tembus cahaya) yang di dalamnya ada pelita
besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang di nyalakan dengan minyak dari pohon yang
banyak berkahnya”
“Cahaya di atas cahaya”[8]
Ini adalah perumpamaan tahap kelima. Cahaya yang diumpamakan kebenaran
itu, kata an-Nasafi, seperti yang bersatu yang berlapis-lapis yang mana di
dalamnya terjadi interaksi antara (cahaya) misykat, pelita dan minyak. Sehingga
tidak ada satupun yang tinggal untuk memperkuat benderangnya cahaya, kerana
pelita yang ada di dalam tempat yang sempit menyerupai lubang yang tidak
tembus, di mana ia mampu menghimpun dan memadukan seluruh cahaya. Hal ini
berbeza seandainya di tempat yang luas, maka sinar cahayanya akan tersebar dan
berserakan. Sedangkan (dinding) kaca merupakan suatu yang paling banyak
menambah penerangan, demikian juga dengan minyak dan kebenderangannya.
Referensi :
Sjachriyanto,Wawan.“Qur’an
Player Versi 2.0.1.0” copyright : 2005.
Tafsir
Jalalain Asy-Syuyuth, Jalaluddin
& Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy. oleh Dani
Hidayat . Pesantren Persatuan Islam91 : Tasikmalaya . 2009. Pdf.
Mushthafa Al-Maraghi,Ahmad. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi jilid 18. Semarang : CV. Toha Putra. 1989. Hal. 186-191
Ibnu Kasir
Ad-Damasyqi .Al-Imam. “Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nur”. Bandung : Sinar
Baru Algensindo. 2000
[1]
Wawan Sjachriyanto. Surah An-Nur ayat 35 “Qur’an Player Versi 2.0.1.0”
copyright : 2005.
[2]
yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu
lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, Biasanya
digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.
[3]
Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat
sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan
terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.
[4]
Ali Abdurrahman Al-Hudzaifi Muhammad Ayyub. Qur’an Player versi 2010. Copyright.2005.
Wawan Sjachriyanto
[5]
Pdf. Tafsir
Jalalain Asy-Syuyuth, Jalaluddin & Jalaluddin
Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy. oleh Dani Hidayat . Pesantren
Persatuan Islam91 : Tasikmalaya . 2009
[6]
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid 18. Semarang : CV.
Toha Putra. 1989. Hal. 186-191
[7]
Al-Imam Ibnu Kasir Ad-Damasyqi. “Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nur”.
Bandung : Sinar Baru Algensindo. 2000
[8]
http://fixxxxxer.blogspot.com/2012/03/tafsir-tasawuf-sufi-surah-nur-ayat-35.html.
Di akses pada tanggal 28 -11-2013 . 17 :34 Wib
Misykat Kok dari kata "Habasyah" ?
BalasHapus