Senin, 09 Mei 2016

Metodologi Tafsir Fazlur Rahman

BAB I
PENDAHULUAN

Oleh : Nailu Farh dan Mutawakkil Faqih
(IAINSyekh Nurati Cirebon)

A.    Pendahuluan
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapan pun dan di mana pun memiliki berbagai macam keistemewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan bahasanya yang indah, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor.
Kajian  interpretasi al-Quran sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. Terbukti bahwa hadits Rasulullah saw. berfungsi sebagai penjelas bagi al-Quran. Selanjutnya kajian sputar al-Quran mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan perkembangan kondisi sosial budaya dan peradaban manusia.Hal ini terbukti dengan munculnya karya-karya tafsir mulai zaman klasik sampai kontemporer.Dengan metode dan corak yang cenderung memiliki perbedaan.Keinginan ulama (Mufassir) untuk terus mendialogkan teks al-Quran yang terbatas, dengan problem sosial yang terus berkembang tersebut menjadi salah satu latar belakang munculnya tafsir kontemporer.Semangat reintrepertasi ini dibuktikan dengan munculnya beberapa pendekatan tafsir al-Quran mulai dari tafsir Ijlami (Global), Tahlili (Analisis), Muqarin (Perbandingan), hingga Maudhu’i (Tematis).
            Salah satu nama yang turut memberikan kontribusi dalam menginterpretasikan al-Qur’an pada era kontemporer adalah Fazlur Rahmanyang terkenal dengan metode sosio-historis dengan pendekatan hermeneutika Double Movement (Gerakan Ganda), dan Sintesis Logisnya (Maudhu’i). Maka dengan alasan yang demikian, perlu kiranya berusaha untuk mengetahui siapa itu Fazlur Rahman?, bagaimana karya-karyanya?, dan bagaimana pula penggunaan metodologinya yang dikenal (double movement) dalam menginterpretasi al-Qur’an.


BAB II
PEMBHASAN

A.    Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman adalah salah satu mufassir liberal-reformatif yang diberi kesempatan “sejarah” untuk menerapkan gagasan neomodernisnya.Dia lahir di anak benua Indo-Pakistan pada 21 September 1919 tepatnya di Hazara di Barat Laut Pakistan.[1]Fazlur Rahman dibesarkan dalam tradisi keluarga yang shalih yang bermadzhab Hanafi, sebuah madzhab yang lebih bersifat rasionalis dibandigkan dengan madzhab lainnya, seperti Maliki, Syafi’ie dan Hanbali.Ayahnya adalah salah seorang ulama tradisional yang menanamkan kepadanya pendidikan dasar keagamaan.
             Pendidikan dasar yang dilalui Fazlur Rahman pada usia sekolah adalah dalam bidang wacana Islam Tradisional dibawah bimbingan ayahnya. Wacana pendidik[2]an Islam tradisional biasanya di awali dengan menghafal teks al-Quran, di samping mempelajari bahasa Arab, Bahasa Persia, Ilmu Retorika, Sastra, Logika, Filsafat, Kalam, Fikih, Hadits dan Tafsir. Perlu diakui bahwa, wacana- wacana ini prosentasi dan muatannya relatif berbeda pada masing-masing madrasah. Ketika berusia 14 tahun (1933), keluarga Fazlur Rahman hijrah ke Lahore, kota dimana dia mengecap pendidikan modern pertamanya.[3]Meskipun demikian, di Lahore Fazzlur Rahman juga tetap menimba pengetahuan Islam tradisional dibawah asuhan ayahnya. Pada tahun 1940, ia menyelaikan sarjana muda (B.A) dalam jurusan bahasa arab di universitas Punjab. Dua tahu kemudian, Fazlur Rahman berhasil meraih gelar master of arts (M.A) dalam jurusan dan universitas yang sama (1942). Pada tahun 1946, ia melanjutkan studi pada program doktor (Ph.D Program) di Universitas Oxford, Iggris. dan kemudian menyandang gelar doktor di bidang sastra pada 1950.[4]Pada program ini Fazlur Rahman mengkonsentrasikan kajiannya dalam jurusan filsafat. Pada periode 1962-1968 setelah kembali ke Pakistan Fazlur Rahman menduduki jabatan yang penting sehingga terlihat secara intens upaya menafsirkan ajaran Islam dalam program pembaharuan di Pakistan. Dia diangkat sebagai direktur central Institute of islamic Research dan sebagai anggota Advisory Council of Islamic Ideology. Lembaga tersebut dibentuk untuk mengadakan penelitian dan menafsirkan ajaran Islam dalam pengertian rasional dan Ilmiah untuk kebutuhan masyarakat modern dan progresif.[5] Dilihat dari karya-karyanya, setidaknya ia menguasai bahasa Inggris, Latin, Yunani, Prancis, Jerman, dan Turki. Disamping dia juga mengusai bahasa Urdu, Arab, dan Persia.[6]
B.     Karya-karya Fazlur Rahman
            Karya-karya Fazlur Rahman yang dipublikasikan dalam bentuk buku seluruhnya adalah : Avicennas Psychology (1952), Prophecy in Islam; Philosophy and Ortodoxy (1958), Islamic Metodology in History (1965), Islam (1966), The Philosophy of Mulla Sadra (1975), Major Themes of The Quran (1980), Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition
(1982), Health and Medicine in Islamic Tradition; Change and Identity (1987), Revival and Reform in Islam (2000).[7]
C.    Metodologi Tafsir Fazlur Rahman
            Dalam menafsirkan teks kitab suci perlu diaplikasikan metode yang tepatagar dapat menangkap makna dan pesan moral al-Qur’an secara memadai, sehingga tercipta suatukesatuan yang utuh.Metodologi tafsir Fazlur Rahman dikenal dengan gerakan ganda (bolak-balik).Gerakan pertama terdiri dari dua langkah; Langkah pertama, memahami arti atau makna suatu pernyataan Al-Qur’an, dengan mengkaji situasi atau problem historis dari mana jawaban dan respon Al-Qur’an muncul.Gerakan Pertama ini disebut Fazlur Rahman sebagai ‘tugas pemahaman’ (task of understanding). Dalam gerak pemahaman ini, Fazlur Rahman mensyaratkan kajian-kajian bidang lain yang menunjang pemahaman yang tepat. Di samping pengetahuan tentang bahasa al Qur’an (tata bahasa, gaya bahasa, dan lain-lain), suatu kajian tentang pandangan-pandangan kaum muslimin-khususnya generasi awal akan membantu. Artinya, dipergunakan pendekatan linguistik dan historis (kritis). Akan tetapi, pandangan- pandangan tersebut harus menduduki tempat kedua dalam materi-materi obyektif yang digariskan di atas, karena walaupun penafsiran-penafsiran historis atas al Qur’an akan membantu, juga harus mendapatkan penilaian dari pemahaman yang diperoleh dari al-Qur’an sendiri.[8]
Gerakan kedua ditempuh dari prinsip umum ke pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasikan ke dalam kehidupan sekarang.Gerakan kedua ini mengandaikan adanya kajian yang cermat atas situasi sekarang sehingga situasi sekarang bisa dinilai dan dirubah sesuai dengan priortitas- prioritas moral tersebut. Dengan kata lain, ajaran-ajaran yang bersifat umum harus ditubuhkan (embodied) dalam konteks sosio-historis yang konkret di masa sekarang.[9] Apabila kedua momen gerakan ini ditempuh secara mulus, maka perintah al- Qur’an akan menjadi hidup dan efektif kembali. Bila yang pertama merupakan tugas para ahli sejarah, maka dalam pelaksanan gerakan kedua, instrumentalis sosial muthlak diperlukan, meskipun kerja rekayasa etis yang sebenarnya adalah kerja ahli etika.Momen gerakan kedua ini juga berfungsi sebagai alat koreksi terhadap momen pertama, yakni terhadap hasil-hasil dari penafsiran.Apabila hasil-hasil pemahaman gagal diaplikasikan sekarang, maka tentunya telah terjadi kegagalan baik dalam memahami al-Qur’an maupun dalam memahami situasi sekarang.Sebab, tidak mungkin bahwa sesuatu yang dulunya bisa dan sungguh-sungguh telah direalisasikan ke dalam tatanan spesifik di masa lampau, sedangkan dalam konteks sekarang tidak bisa.
            Double Movement dan persoalan kontemporer gagasan hermeneutika al-Qur’an Fazlur Rahman ini merupakan suatu tawaran yang menarik, ketika kita mencoba mencermati dan mengkaitkannya dengan persoalan kontemporer.Salah satu contoh adalah persoalan poligami. Sebagaimana contoh penerapan penafsiranal-Qur’an dengan pendekatan/metodehermeneutika double movement pada kasus poligami yang oleh beberapakalangan dianggap bahwa penafsiranterhadap ayat-ayat tersebut cenderung diskriminatif. Walaupundengan alasan-alasan yang berbeda apakah poligami atau monogami, yang jelas konsep poligami ini tertulis dalam al-Qur’an.[10]Interpretasi dan reinterpretasinya adalah al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 3 berikut:
÷bÎ)ur÷LäêøÿÅzžwr&(#qäÜÅ¡ø)è?Îû4uK»tGuø9$#(#qßsÅ3R$$sù$tBz>$sÛNä3s9z`ÏiBÏä!$|¡ÏiY9$#4Óo_÷WtBy]»n=èOuryì»t/âur(÷bÎ*sùóOçFøÿÅzžwr&(#qä9Ï÷ès?¸oyÏnºuqsù÷rr&$tBôMs3n=tBöNä3ãY»yJ÷ƒr&4y7Ï9ºsŒ#oT÷Šr&žwr&(#qä9qãès?ÇÌÈ
3. dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
            Ayat diatas turun sebagairespon terhadap perilaku laki-laki  darianak-anak yatim baik laki-laki ataupun perempuan yang sering menyelewengkan harta kekayaan mereka. Kemudian al-Qur’an menyerukan agarmereka (laki-laki) tidak menyelewengkanharta kekayaan itu, dan mereka bolehmengawini (perempuan yatim) sampai empat orang di antara mereka, asalkanmereka dapat berlaku adil.  Seruan al-Qur’anini didukung pula oleh ayat yang lain, yangturun sebelumnya, yaitu dalam surat an-Nisa’ayat 127.
y7tRqçGøÿtGó¡ourÎûÏä!$|¡ÏiY9$#(È@è%ª!$#öNà6ÏGøÿャ`ÎgŠÏù$tBur4n=÷FãƒöNà6øn=tæÎûÉ=»tGÅ3ø9$#ÎûyJ»tGtƒÏä!$|¡ÏiY9$#ÓÉL»©9$#Ÿw£`ßgtRqè?÷sè?$tB|=ÏGä.£`ßgs9tbqç6xîös?urbr&£`èdqßsÅ3Zs?tûüÏÿyèôÒtFó¡ßJø9$#uršÆÏBÈbºt$ø!Èqø9$#cr&ur(#qãBqà)s?4yJ»tFuù=Ï9ÅÝó¡É)ø9$$Î/4$tBur(#qè=yèøÿs?ô`ÏB9Žöyz¨bÎ*sù©!$#tb%x.¾ÏmÎ/$VJŠÎ=tãÇÊËÐÈ
127. dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran[354] (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa[355] yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka[356] dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.

[354] Lihat surat An Nisaa' ayat 2 dan 3
[355] Maksudnya Ialah: pusaka dan maskawin.
[356] Menurut adat Arab Jahiliyah seorang Wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. jika wanita yatim itu cantik dikawini dan diambil hartanya. jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan laki-laki yang lain supaya Dia tetap dapat menguasai hartanya. kebiasaan di atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.

            Dilihat dari  Asbab al-Nuzulnya menunjukkan bahwa masalah ini munculdalam konteks perempuan-perempuanyatim. Tetapi kemudian al Qur’anmemperingatkan bahwa“Betapapun mereka (laki-laki) ituberupaya (berkeinginan mengawini sampai empat), namun kalian, kata Allah, tidakakan dapat berlaku adil kepadaperempuan-perempuan tersebut” an-Nisa’ ayat 129
`s9ur(#þqãèÏÜtFó¡n@br&(#qä9Ï÷ès?tû÷üt/Ïä!$|¡ÏiY9$#öqs9uröNçFô¹tym(Ÿxsù(#qè=ŠÏJs?¨@à2È@øŠyJø9$#$ydrâxtGsùÏps)¯=yèßJø9$$x.4bÎ)ur(#qßsÎ=óÁè?(#qà)­Gs?ur cÎ*sù©!$#tb%x.#Yqàÿxî$VJŠÏm§ÇÊËÒÈ
129. dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
            Pernyataan-pernyataan al-Qur’an di atas,menurut Fazlur Rahman terdapat sebuahdua kandungan,(antara aspek legal dan ajaranmoral al-Qur’an), yaitu:
1. Izin untuk beristerisampai empat orang
2. Keharusan untuk berlaku adil kepada mereka.
            Berdasarkan pernytaan ini, Fazlur Rahmankemudian berkesimpulan bahwa yang benar nampaknya bahwa diizinkannya poligami adalah padataraf legal, sementara sanksi-sanksiyang diberikan kepadanya padahakekatnya adalah sebuah cita-citamoral yang mana masyarakatdiharapkan bergerak ke arahnya, karena semangat yang terdapat dalam al-Qur’an sendiri merupakan wujud dari semangat moral.[11] Penafsiran Fazlur Rahman ini berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh ulamatradisional, izinuntuk berpoligami itu mempunyai kekuatanhukum, sedangkan keharusan untuk berbuatadil kepada istri-istri tersebut, walaupunsangat penting, terserah kepada kebaikan si suami.
            Mengenai eksistensi al-Qur’an sendiri Fazlur Rahman lebih menekankan bahwa al-Qur’an adalah sebuah buku seruan-seruan moral dan bukan sebagai dokumen hukum, meskipun tidak dipungkiri bahwa al-Qur’an memang mengandung beberapa pernyataan-pernyataan hukum.[12] Salah satu sifat legislasi al-Qur’an adalah pada keharaman khamr yang memang pada masa sebelumnya tepatnya pada masa awal Islam mengkonsumsi khamr nampaknya sama sekali tidak dilarang. Berikut ini contoh ayat-ayatnya:
y7tRqè=t«ó¡oÇÆtã̍ôJyø9$#ÎŽÅ£÷yJø9$#ur(ö@è%!$yJÎgŠÏùÖNøOÎ)׎Î7Ÿ2ßìÏÿ»oYtBurĨ$¨Z=Ï9!$yJßgßJøOÎ)urçŽt9ò2r&`ÏB$yJÎgÏèøÿ¯R3štRqè=t«ó¡our#sŒ$tBtbqà)ÏÿZãƒÈ@è%uqøÿyèø9$#3šÏ9ºxx.ßûÎiüt7リ!$#ãNä3s9ÏM»tƒFy$#öNà6¯=yès9tbr㍩3xÿtFs?ÇËÊÒÈ
219. mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
[136] Segala minuman yang memabukkan.

            Dari keterangan ayat diatas, nampaknya tidak ada ketetapan yang jelas mengenai khamr dan judi, melainkan hanya menggunakan kata “dosanya/madharatnya lebih besar daripada manfaatnya. Lebih lanjut al-Qur’an pun meberikan pelarangan khusunya terhadap dua perkara diatas dengan Qs al-Maaidah ayat 90-91 berikut:
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä$yJ¯RÎ)ãôJsƒø:$#çŽÅ£øŠyJø9$#urÜ>$|ÁRF{$#urãN»s9øF{$#urÓ§ô_Íô`ÏiBÈ@yJtãÇ`»sÜø¤±9$#çnqç7Ï^tGô_$$sùöNä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè?ÇÒÉÈ$yJ¯RÎ)߃̍ãƒß`»sÜø¤±9$#br&yìÏ%qãƒãNä3uZ÷t/nourºyyèø9$#uä!$ŸÒøót7ø9$#urÎû̍÷Ksƒø:$#ÎŽÅ£÷yJø9$#uröNä.£ÝÁtƒur`tã̍ø.ÏŒ«!$#Ç`tãurÍo4qn=¢Á9$#(ö@ygsùLäêRr&tbqåktJZBÇÒÊÈ
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).Dari kedua contoh ayat diatas tentunya ini menunjukkan legislasi (memberikan ketentuan/aturan) al-Qur’an.Dalam penetapan suatu hukum dalam al-Qur’an tentunya dilakukan secara perlahan-lahan dan menyesuaikan dengan problem-problem yang muncul saat itu.[13]






















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Kesimpulannya, metodologi tafsir Fazlur Rahman dikenal dengan gerakan ganda (bolak-balik).Gerakan pertama terdiri dari dua dua langkah; Langkah pertama, memahami arti atau makna suatu pernyataan Al-Qur’an, dengan mengkaji situasi atau problem historis dari mana jawaban dan respon Al-Qur’an muncul.Gerakan kedua ditempuh dari prinsip umum ke pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasikan ke dalam kehidupan sekarang. Maka dengan demikian, al-Qur’an dapat terbukti sebagai petunjuk sepanjang zaman, karena meskipun al-Qur’an secara teks bersifat statis, akan tetapi interpretasinya akan selalu dinamis.



















                                                            Daftar Pustaka
            Rahman, Fazlur, “Islam dan Modernitas”, Pustaka, Bandung, 2000
            Rahman, Fazlur, Islam, Pustaka , Bandung,  2000
            Sibawaihi, “Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman”, Jalasutra, Bandung,  2007,
            A. Mas’adi,Ghufron,“Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metode Pembaharuan  Hukum islam”, Cet. I. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997
            Nasution, Khoiruddin, “Riba & Poligami Sebuah Studi Atas Pemikiran Muhammad Abduh”, Pustaka Pelajar Yogyakarta,  bekerjasama dengan Akademia Yogyakarta, 1996
           



                [1]Sibawaihi,“Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman”, Jalasutra, Bandung,  2007, Hal. 19
                [2]Ibid.20
                [3]Ibid
                [4]Ibid
      [5]Ghufron A. Mas’adi “Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metode Pembaharuan  Hukum islam”, Cet. I. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997 hal. 26
                [6]Sibawaihi, Op.Cit,   hal. 20
                [7]Ibid, hal.22
[8]Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas,Pustaka,Bandung,hal.7-8
                [9]Ibid, hal.8
                [10]Khoiruddin Nasution, Riba & Poligami Sebuah Studi Atas Pemikiran Muhammad Abduh, Pustaka Pelajar Yogyakarta,  bekerjasama dengan Akademia Yogyakarta, 1996, hal.  83-110.
                [11] Fazlur Rahman, Islam, Pustaka , Bandung,  2000, hal. 32
                [12] Fazlur Rahman, Ibid, hal. 43
                [13]Fazlur Rahman, Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post