Senin, 09 Mei 2016

Definisi Tafsir



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berbicara tentang mempelajari Al-Qur’an, tentunya tidak akan terlepas dari kata Tafsir yang sudah tidak asing lagi di telinga para civitas akademik, khususnya bagi mereka yang memfokuskan keilmuannya untuk mendalami materi ini. Kata Tafsir sendiri memang sering digunakan untuk memperjelas dan menerangkan tentang ayat-ayat Al-Qur’an agar maknanya lebih dapt dimengerti oleh khalayak pembacanya. Dalam konteks keindonesiaan sendiri, kata Tafsir sendiri selalu disandingkan dengan Al-Qur’an. Memang kata tersebut mendapatkan perhatian khusus dalam hal tersebut. Bagi muslim Indonesia sendiri, kata tersebut memang digunakan untuk memperjelas makna Al-Qur’an, terlebih Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, maka penafsiran akan teks tersebut memang harus dilakukan.
Satu hal yang perlu digaris bawahi, bahwa kata tersebut bukan merupakan kata asli dari bahasa Indonesia. Kata Tafsir merupaka serapan dari bahasa Arab yakni tafsīr. Kata tersebut merupakan bentuk mashdar dari kata fassara-yufassiru yang artinya sama dengan yang ada pada kamus KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu menjelaskan. Tetapi hal tersebut tidak mengurangi substansi dari arti yang telah dpaparkan dalam bahasa Indonesia, meskipun kata itu sendiri berasal dari bahasa Arab.
Kata Tafsir yang selalu disandingkan dengan Al-Qur’an, pastinya memiliki pembahasan sendiri di dalam Al-Qur’an. Bagaimana Al-Qur’an menerangkan tentang Tafsir itu sendiri, dan ayat-ayat tentang Tafsir akan menjadi salah satu fokus pembahasan pada makalah kali ini. Tidak dapat dipungkiri, Al-Qur’an memang mebutuhkan Tafsir itu sendiri karena kandungannya yang masih bersifat global. Salah satu fungsi Tafsir di sini adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal tersebut.
Di sisi lain, kata Tafsir yang diserap dari bahasa Arab, memiliki sejarah yang cukup panjang hingga sampai saat ini. Sejarah yang dimaksud adalah substansi dan pemakaian kata Tafsir itu sendiri dalam perspektif bahasa dan budaya Arab, terutama sebelum Islam datang. Untuk itu pembahasan tentang hal ini juga dirasa penting, mengingat kata tersebut memiliki perjalanannya sendiri, dari awal hingga apa yang kita pahami dari kata Tafsir saat ini.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tafsir?
2.      Bagaimana ayat tentang tafsir?
3.      Bagaimana makna tafsir dalam bahasa dan budaya Arab?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian tafsir.
2.      Mengetahui ayat tentang tafsir.
3.      Bagaimana makna tafsir dalam bahasa dan budaya Arab.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tafsir
 Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il,” artinya menjelaskan, menyingkap dan menerangkan makna-makna rasional. Kata kerjanya mengikuti wazan “dharaba-yadhribu “ dan “nashara-yanshuru.” Dikatakan: “fasara asy-syai`a-yafsiru” dan “yafsuru, fasran,” dan “fassarahu,” artinya “abanahu” (menjelaskannya). Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam Lisanul ‘Arab dinyatakan: Kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata “at-tafsir” berarti menyingkapkan maksud suatu lafazh yang musykil.[1]
Menurut bahasa (terminologi) Tafsir berarti klarifikasi , eksplanasi, dan ilustrasi. Menurut istilah kata tafsir mengacu kepada pemahaman secara komprehensif tentang kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. dan penjelasan makna yang dalam, menggali hukum-hukumnya, mengambil hikmah dan pelajaran. Tafsir disebut juga dengan ilmu penelitian Al-Qur`an, yang selanjutnya disebut dengan penafsiran.[2]
Abu Hayyan mendefinisikan tafsir sebagai, “Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur`an, indikator-indikatornya, masalah hukum-hukumnya baik yang independen maupun yang berkaitan dengan yang lain, serta tentang makna-maknanya yang berkaitan dengan kondisistruktur lafazh yang melengkapinya.”[3]



B.     Ayat Tentang Tafsir
            Dalam Mu’jam Mufahras li al-fazh al-Qur`an al-Karim[4], kata Tafsir hanya disebut satu kali di dalam al-Qur`an yaitu dalam QS. Al-Furqaan (25): 33.
Ÿwur y7tRqè?ù'tƒ @@sVyJÎ/ žwÎ) y7»oY÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ z`|¡ômr&ur #·ŽÅ¡øÿs? ÇÌÌÈ

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.”
            Ibnu Abbas mengartikan: “wa ahsanu tafsira,” dalam ayat di atas sebagai lebih baik perinciannya (tafshila).[5]

C.    Makna Tafsir dalam Bahasa dan Budaya Arab
Jika kita ingin meneliti makna Tafsir dari perspektif bahasa dan budaya Arab, tentunya tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai Ta’wil dan Ta’bir dari persepktif yang sama. Setidaknya itulah yang terdapat dalam buku karya Nasr Hamid Abu Zaid. Bahkan dalam buku tersebut le bih banyak membahas tentang kata Ta’wil sendiri dibandingkan dengan kata Tafsir. Namun kedua kata tersebut memiliki kaitan yang erat bila ditinjau dalam perspektif bahasa dan budaya Arab.
Dalam pembahasan buku itu sendiri, kata Ta’wil disebutkan terlebih dahulu . Dalam bidang semantis dari kata Ta’wil, terutama sekali mengandung makna ahlam (impian), ru’ya (impian), dan ahadits (pembeciraan-pembiacaraan). Pada kelanjutannya, kata-kata tersebut mendatangkan kata-kata lain seperti Tafsir dan Ta’wil.[6] Dari kedua kelompok ini terdapat relasi semantik yang memungkinkan salah setiap kata dari kedua kelompok kata tersebut membuat dua pola relasi semantik. Pola pertama adalah relasi kata kerja (fi’l), dan objek (maf’ul), dan pola yang kedua adalah relasi idhofah (konstruksi genetif). Pola tersebut bisa dilihat pada tabel di bawah ini:[7]

A
B
Awwala----------------Ar-ru'ya
Ta'wil ar-ru'ya
Fassara----------------Ar-ru'ya
Tafsir ar-ru'ya
Abbara----------------AR'ru'ya
Ta'bir ar-ru'ya
Awwala----------------Al-hulm
Ta'wil al-hulm
Fassara-----------------Al-Hulm
Tafsir al-hulm
Abbara-----------------Al-hulm
Ta'bir al-hulm
Awwala----------------Al-hadits
Ta'wil al-hadits
Fassara-----------------Al-hadits
Tafsir al-haidts
                                                                                         
            Dari relasi kata-kata yang telah disebutknan di atas, dapat dipahami bahwa kata ru’ya menunujuk pada kata hulm bila dilihat dari sudut pandang si penjara yang mengalami mimpi. Sedangkan kata hulm menunujuk pada ru’ya jika dilihat dari perspektif peneliti yang netral, atau orang lain yang berperan sebagai penakwil ataupun penafsir. Kedua kata tersebut diperantai  oleh kata hadits , di mana kata ini menunjukkan kebersaman antara pemilik mimpi dari wilayah tanda-tanda visual menuju tanda-tanda suara (audio), menuju wilayah bahasa natural (biasa).[8]
            Bila dilihat dari pembahasan di atas, kata hulm dan ru’ya memang memiliki makna yang sama, yaitu mimpi. Akan tetapi, keduanya memiliki kekhususan tersendiri di mana kata ru’ya biasanya digunakan kepada subjek ketika menakwilkan atau menafsirkan mimpi yang dialami oleh si objek. Sedangkan kata hulm digunakan ketika seseorang yang mengalami mimpi menceritakan mimpinya kepada seseorang. Sedangkan kata hadits sendiri digunakan sebagai perantara dalam mengubah mimpi dari wilayah visual yang dialami oleh seseorang yang bermimpi, menjadi  tanda-tanda audio ketika ia menceritakan mimpimpinya kepada orang lain, kemudian menuju wilayah netral ketika cerita mimpi tersebut kepada yang mendengarkannya.
            Dari pemaparan di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa pada dasarnya kata Tafsir sendiri digunakan oleh orang-orang Arab, ketika mereka ingin mena’wilkan mimpi. Dari perspektif bahasa dan budaya bangsa Arab, pengertian Tafsir ini berkembang. Kata Tafsir tidak lagi hanya digunakan untuk menjabarkan mimpi yang dialami oleh seseorang, akan tetapi telah meluas penggunaannya, bahkan dewasa ini kata Tafsir lebih condong digunakan dalam menagartikan dan menjabarkan teks-teks keagamaan, dalam konteks keislaman Al-Qur’an dan Hadrits. Untuk menjabarkan mimpi sendiri, kata khusus yang digunakan lebih kepada Ta’wil. Bahkan sekarang ini kata Tafsir telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan bentuk kata “Tafsir” dan telah diresmikan ke dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang berarti keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an agar maksudnya lebih mudah dipahami.[9]


















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tafsir mengacu kepada pemahaman secara komprehensif tentang kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. dan penjelasan makna yang dalam, menggali hukum-hukumnya, mengambil hikmah dan pelajaran. Tafsir disebut juga dengan ilmu penelitian Al-Qur`an, yang selanjutnya disebut dengan penafsiran. Dalam Mu’jam Mufahras li al-fazh al-Qur`an al-Karim, kata Tafsir hanya disebut satu kali di dalam al-Qur`an yaitu dalam QS. Al-Furqaan (25): 33.















DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006).
Ushama, Thameem, Metodologi Tafsir Al-Qur`an (Kajian Kritis, Objektif, & Komprehensif), (Jakarta: Riora Cipta, 2000).
Abd al-Baaqi, Muhammad Fu`ad, Mu’jam Mufahras li al-fazh al-Qur`an al-Karim, (Mesir: Dar al-Kutub, 1364).
Zaid, Nasr Hamid Abu, Teks Otoritas Kebenaran, (Jogjakarta: LKiS, 2003).
http://kamusbahasaindonesia.org


[1] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), Cet. Ke-1, hal. 407-408.
[2] Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur`an (Kajian Kritis, Objektif, & Komprehensif), (Jakarta: Riora Cipta, 2000), Cet. Ke-1, hal. 4.
[3] Ibid, hal. 409.
[4]Muhammad Fu`ad Abd al-Baaqi, Mu’jam Mufahras li al-fazh al-Qur`an al-Karim, (Mesir: Dar al-Kutub, 1364), hal. 509.
[5] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Op.cit, hal.408.
[6] Nasr Hamid Abu Zaid, Teks Otoritas Kebenaran, Jogjakarta: LKiS, 2003, hal. 192.
[7] Ibid, hal. 192-193.
[8] Ibid, hal. 193.
[9] http://kamusbahasaindonesia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post