1155 -حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ
الْمُرَادِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ قَالَ
قُلْتُ
لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بِكَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ قَالَتْ كَانَ يُوتِرُ بِأَرْبَعٍ وَثَلَاثٍ وَسِتٍّ
وَثَلَاثٍ وَثَمَانٍ وَثَلَاثٍ وَعَشْرٍ وَثَلَاثٍ وَلَمْ يَكُنْ يُوتِرُ
بِأَنْقَصَ مِنْ سَبْعٍ وَلَا بِأَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ[1]
“ Telah meriwayatkan hadis kepada saya Ahmad bin Shalih dan Muhammad bin
Salamah Al-Muradiy, keduanya berkata telah meriwayatkan hadis kepada kami Ibnu
Wahb dari Mu’awiyah ibn Shalih dari Abdullah bin Abi Qais berkata; Saya berkata
kepada ‘Aisyah R.A; Berapa rakaat Rasulullah Saw mengerjakan shalat witir?
‘Aisyah menjawab, Rasulullah Saw mengerjakan shalat witir sebanyak tujuh
rakaat, sembilan rakaat, sebelas rakaat, dan tiga belasa rakaat. Dan beliau
tidak melakukan shalat witir kurang dari tujuh rakaat, juga tidak lebih dari
tiga belas rakaat ” (H.R. Abu Daud)
1212 - حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْمُبَارَكِ
حَدَّثَنِي قُرَيْشُ بْنُ حَيَّانَ الْعِجْلِيُّ حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ وَائِلٍ
عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ
الْأَنْصَارِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فَمَنْ أَحَبَّ
أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثٍ
فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ[2]
“Telah meriwayatkan hadis kepada saya Abdurrahman bin al-Mubarak, telah
meriwayatkan hadis kepada saya Quraish bin Khayyan al-‘Ijliy, telah meriwayatkan
Bakr bin Wa’il dari Zuhriy, dari ‘Atha bin Yazid al-Laitsiy, dari Ayyub
al-Anshariy berkata, Rasulullah Saw bersabda; Shalat witir adalah haq bagi
setiap muslim. Barang siapa yang lebih menyukai (mengerjakan) shalat witir
sebanyak lima rakaat, maka kerjakanlah.Barang siapa yang lebih menyukai (mengerjakan)
shalat witir sebanyak tiga rakaat, maka kerjakanlah. Dan barang siapa yang
lebih menyukai (mengerjakan) shalat witir sebanyak satu rakaat, maka
kerjakanlah.” (H.R. Abu Daud)
Dalam penyelesaian dua
hadis ini dapat dilakukan dengan metode al-Jam’u wat- Taufiq, yaitu denagn
mengumpulkan dua hadis atau lebih yang secara tekstual tampak bertentangan,
kemudian dari dua hadis tersebut diambil titik tengah dan kesimpulan sehingga
keduanya dapat dimanfaatkan. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
1.
Metode Al-Jam’u wa Al-Taufiq
Dua hadis di atas secara tekstual tampak bertentangan,
karena dilihat dari pengertian hadis yang pertama Nabi Muhammad Saw., tidak
pernah melakukan shalat witir kurang dari tujuh rakaat. Sedangkan pada hadis
yang ke-dua, Rasulullah Saw., memperbolehkan kepada setiap umatnya untuk
melakukan shalat witir sesuai dengan jumlah rakaat yang lebih disukai oleh
umatnya atau yang lebih mampu untuk dikerjakan oleh umatnya walaupun hanya satu
rakaat.
Untuk hadis yang pertama berkenaan dengan jumlah rakaat shalat witir yang mana telah
disebutkan dalam hadis di atas. Sedangkan untuk hadis yang ke-dua, menjelaskan
dalil seseorang (ulama) yang mengatakan hukum dari shalat witir adalah wajib
bagi setiap muslim. Ulama yang mengatakan tentang kewajiban shalat witir ini
adalah Imam Abu Hanifah yang berbeda dengan pendapat jumhur Ulama yang
mengatakan bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah.
2.
Kualitas Hadis
Mengenai kualitas kedua hadis di atas, dapat diketahui
dengan cara melihat masing-masing derajat perawinya. Dari masing-masing nama
perawi tersebut hampir seluruhnya tsiqoh, hanya saja ada dua perawi yang
memilki derajat shuduq[3],
yaitu Bakr bin Wa’il (pada hadis yang ke-dua), dan shuduq lahu awhamu (jujur
namun masihmemiliki sifat keraguan). Oleh karena itu kedua hadis di atas dapat
dikatakan sebagai Hadis Hasan, karena dari perawi tersebut ada yang
memiliki derajat shuduq.[4]
3.
Kuantitas Hadis
Hadis yang pertama, terdapat satu sahabat yang
meriwayatkan hadis, yaitu siti ‘Aisyah ra., setelahnya diriwayatkan oleh banyak
perawi/mukharrij sehinga dapat dikatakan sebagai Hadis Hasan.Pada hadis
yang ke dua, dengan melihat skema sanad dari jalur sahabat sampai ke tabi’in,
hadis tersebut dapat dikatakan sebagai hadis ahad. Karena dari periwayatannya
satu jalur. Kemudian setelah dari rawi (Muhammad bin Salim) sampai kebawah terpadat
banyak mukharrij, sehingga hadis yang ke-dua dikatakan hadis masyhur.
Berdasarkan pengelompokan dua hadis di atas yang dilakukan
dengan cara Al-Jam’u wa Al-Taufiq, dapat disimpulkan bahwa shalat witir
merupakan shalat yang biasa dikerjakan oleh Nabi Muhammad Saw., yang mana Nabi
selalu mengerjakannya dalam jumlah rakaat tidak kurang dari tujuh rakaat dan
tidak lebih dari tiga belas rakaat. Adapun sabda Nabi berikutnya merupakan
lanjutan dari lisan Nabi dan merupakan suatu keringanan bagi umatnya agar dapat
melakukan sunah Nabi sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu kedua hadis
tersebut dapat di amalkan salah satunya dan bahkan dapat diamalkan kedua-duanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar