Senin, 09 Mei 2016

Hadis Shalat Witir



                                                HADIS TENTANG SHALAT WITIR

1155 -حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ قَالَ
قُلْتُ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بِكَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ قَالَتْ كَانَ يُوتِرُ بِأَرْبَعٍ وَثَلَاثٍ وَسِتٍّ وَثَلَاثٍ وَثَمَانٍ وَثَلَاثٍ وَعَشْرٍ وَثَلَاثٍ وَلَمْ يَكُنْ يُوتِرُ بِأَنْقَصَ مِنْ سَبْعٍ وَلَا بِأَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ[1]
                                                                                    
“ Telah meriwayatkan hadis kepada saya Ahmad bin Shalih dan Muhammad bin Salamah Al-Muradiy, keduanya berkata telah meriwayatkan hadis kepada kami Ibnu Wahb dari Mu’awiyah ibn Shalih dari Abdullah bin Abi Qais berkata; Saya berkata kepada ‘Aisyah R.A; Berapa rakaat Rasulullah Saw mengerjakan shalat witir? ‘Aisyah menjawab, Rasulullah Saw mengerjakan shalat witir sebanyak tujuh rakaat, sembilan rakaat, sebelas rakaat, dan tiga belasa rakaat. Dan beliau tidak melakukan shalat witir kurang dari tujuh rakaat, juga tidak lebih dari tiga belas rakaat ” (H.R. Abu Daud)
1212 - حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنِي قُرَيْشُ بْنُ حَيَّانَ الْعِجْلِيُّ حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ وَائِلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ[2]

“Telah meriwayatkan hadis kepada saya Abdurrahman bin al-Mubarak, telah meriwayatkan hadis kepada saya Quraish bin Khayyan al-‘Ijliy, telah meriwayatkan Bakr bin Wa’il dari Zuhriy, dari ‘Atha bin Yazid al-Laitsiy, dari Ayyub al-Anshariy berkata, Rasulullah Saw bersabda; Shalat witir adalah haq bagi setiap muslim. Barang siapa yang lebih menyukai (mengerjakan) shalat witir sebanyak lima rakaat, maka kerjakanlah.Barang siapa yang lebih menyukai (mengerjakan) shalat witir sebanyak tiga rakaat, maka kerjakanlah. Dan barang siapa yang lebih menyukai (mengerjakan) shalat witir sebanyak satu rakaat, maka kerjakanlah.” (H.R. Abu Daud)
            Dalam penyelesaian dua hadis ini dapat dilakukan dengan metode al-Jam’u wat- Taufiq, yaitu denagn mengumpulkan dua hadis atau lebih yang secara tekstual tampak bertentangan, kemudian dari dua hadis tersebut diambil titik tengah dan kesimpulan sehingga keduanya dapat dimanfaatkan. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
1.                  Metode Al-Jam’u wa Al-Taufiq
Dua hadis di atas secara tekstual tampak bertentangan, karena dilihat dari pengertian hadis yang pertama Nabi Muhammad Saw., tidak pernah melakukan shalat witir kurang dari tujuh rakaat. Sedangkan pada hadis yang ke-dua, Rasulullah Saw., memperbolehkan kepada setiap umatnya untuk melakukan shalat witir sesuai dengan jumlah rakaat yang lebih disukai oleh umatnya atau yang lebih mampu untuk dikerjakan oleh umatnya walaupun hanya satu rakaat.
Untuk hadis yang pertama berkenaan dengan  jumlah rakaat shalat witir yang mana telah disebutkan dalam hadis di atas. Sedangkan untuk hadis yang ke-dua, menjelaskan dalil seseorang (ulama) yang mengatakan hukum dari shalat witir adalah wajib bagi setiap muslim. Ulama yang mengatakan tentang kewajiban shalat witir ini adalah Imam Abu Hanifah yang berbeda dengan pendapat jumhur Ulama yang mengatakan bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah.
2.         Kualitas Hadis
Mengenai kualitas kedua hadis di atas, dapat diketahui dengan cara melihat masing-masing derajat perawinya. Dari masing-masing nama perawi tersebut hampir seluruhnya tsiqoh, hanya saja ada dua perawi yang memilki derajat shuduq[3], yaitu Bakr bin Wa’il (pada hadis yang ke-dua), dan shuduq lahu awhamu (jujur namun masihmemiliki sifat keraguan). Oleh karena itu kedua hadis di atas dapat dikatakan sebagai Hadis Hasan, karena dari perawi tersebut ada yang memiliki derajat shuduq.[4]
3.                  Kuantitas Hadis
Hadis yang pertama, terdapat satu sahabat yang meriwayatkan hadis, yaitu siti ‘Aisyah ra., setelahnya diriwayatkan oleh banyak perawi/mukharrij sehinga dapat dikatakan sebagai Hadis Hasan.Pada hadis yang ke dua, dengan melihat skema sanad dari jalur sahabat sampai ke tabi’in, hadis tersebut dapat dikatakan sebagai hadis ahad. Karena dari periwayatannya satu jalur. Kemudian setelah dari rawi (Muhammad bin Salim) sampai kebawah terpadat banyak mukharrij, sehingga hadis yang ke-dua dikatakan hadis masyhur.
Berdasarkan pengelompokan dua hadis di atas yang dilakukan dengan cara Al-Jam’u wa Al-Taufiq, dapat disimpulkan bahwa shalat witir merupakan shalat yang biasa dikerjakan oleh Nabi Muhammad Saw., yang mana Nabi selalu mengerjakannya dalam jumlah rakaat tidak kurang dari tujuh rakaat dan tidak lebih dari tiga belas rakaat. Adapun sabda Nabi berikutnya merupakan lanjutan dari lisan Nabi dan merupakan suatu keringanan bagi umatnya agar dapat melakukan sunah Nabi sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu kedua hadis tersebut dapat di amalkan salah satunya dan bahkan dapat diamalkan kedua-duanya.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post