Senin, 28 Maret 2016

Amanah dala al-Quran



TAFSIR WADI’AH
A.    Pengertian Wadi’ah
Secara Etimologi
Secara etimologi wadi’ah ( الودعة) berartikan titipan (amanah) Coba kita lihat di beberapa surat dalam alqur’an  Allah memaknakan wadi’ah dengan amanah.
Secara terminologi
Secara terminologi atau definisi istilah menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada dua definisi wadi’ah yang dikemukakan ulama fikih[1]
Jadi,  wadi’ah dapat diartikan sebagai akad yang dilakukan oleh kedua belah pihak orang yang menitipkan barang kepada orang lain agar dijaga dengan baik.
B.     DASAR HUKUM
Wadi`ah diterapkan mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam :
Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”
Kemudian dalam Suroh Al Baqarah : 283 :

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[2] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
C.     Syarat dan Rukun Wadi’ah
 Rukun Wadi’ah
Menurut ulama ahli fiqh imam abu hanafi mengatakan bahwa rukun wadi’ah hanyalah ijab dan qobul. Namun menurut jumhur ulama mengemukakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga yaitu:

1.      Orang yang berakad
2.      Barang titipan
3.      Sighah, ijab dan kobul
Syarat Wadi’ah
1.      Orang yang berakad
Orang yang berakad hendaklah orang yang sehat (tidak gila) diantaranya yaitu:
a.       Baligh
b.      Berakal
c.       Kemauan sendiri, tidak dipaksa
2.      Barang titipan
Barang yang dititipkan harus jelas dan dapat dipegang atau dikuasai, maksudnya ialah barang itu haruslah jelas identitasnya dan dapat dikuasai untuk dipelihara.
3.      Sighah (akad)
Syarat sighah yaitu kedua belah pihak melafazkan akad yaitu orang yang menitipkan (mudi’) dan orang yang diberi titipan (wadi’)

D.    Macam-macam Wadi’ah[3]
 Wadi’ah yad-amanah
Pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.
      Wadi’ah yad-dhamanah
Akad ini bersifat memberikan kebebasan kepada pihak penerima titipan dengan atau tanpa seizin pemilik barang dapat memanfaatkan barang dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan pada barang yang dinggunakannya.


E.     Hikmah Wadi’ah
Dengan berlakunya wadi’ah dalam masyarakat bisa mewujudkan keadaan berikut:
1.        Mewujudkan masyarakat yang amanah karena wadi’ah mengajarkan seseorang agar dapat menjalankan amanah.
2.        Tercipta tali silaturrahmi, karena yang memberi amanah merasa terbantu dan yang diberi amanah akan mendapat pahala dari perbuatannya tersebut yang bernilai ibadah. Tolong menolong dalam hal ini sangat disenangi Allah.

Referensi :

Hasan , Ali M.. 2003. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh mu’amalat). Rajawali Pers. Jakarta

Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syari’ah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2008


[1] Ali M. Hasan. 2003. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh mu’amalat). Rajawali Pers. Jakarta. Hal. 245-246
[2] barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.

[3] Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syari’ah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2008., hal. 48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post