TAFSIR WADI’AH
A.
Pengertian Wadi’ah
Secara
Etimologi
Secara etimologi wadi’ah ( الودعة) berartikan titipan (amanah) Coba kita lihat di
beberapa surat dalam alqur’an Allah
memaknakan wadi’ah dengan amanah.
Secara
terminologi
Secara terminologi atau definisi istilah
menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada dua definisi wadi’ah yang dikemukakan ulama
fikih[1]
Jadi,
wadi’ah dapat diartikan sebagai akad yang dilakukan oleh kedua belah
pihak orang yang menitipkan barang kepada orang lain agar dijaga dengan baik.
B.
DASAR HUKUM
Wadi`ah diterapkan mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam :
Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :
Wadi`ah diterapkan mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam :
Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat.”
Kemudian dalam Suroh Al Baqarah : 283 :
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang[2]
(oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”
C.
Syarat dan Rukun Wadi’ah
Rukun Wadi’ah
Menurut ulama ahli fiqh
imam abu hanafi mengatakan bahwa rukun wadi’ah hanyalah ijab dan qobul. Namun menurut
jumhur ulama mengemukakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga yaitu:
1.
Orang yang berakad
2.
Barang titipan
3.
Sighah, ijab dan kobul
Syarat Wadi’ah
1.
Orang yang berakad
Orang yang berakad hendaklah orang yang sehat
(tidak gila) diantaranya yaitu:
a.
Baligh
b.
Berakal
c.
Kemauan sendiri, tidak dipaksa
2.
Barang titipan
Barang yang dititipkan harus jelas dan dapat
dipegang atau dikuasai, maksudnya ialah barang itu haruslah jelas identitasnya
dan dapat dikuasai untuk dipelihara.
3.
Sighah (akad)
Syarat sighah yaitu kedua belah pihak
melafazkan akad yaitu orang yang menitipkan (mudi’) dan orang yang diberi
titipan (wadi’)
D.
Macam-macam Wadi’ah[3]
Wadi’ah yad-amanah
Pihak yang
menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya
penitipan.
Wadi’ah yad-dhamanah
Akad ini bersifat
memberikan kebebasan kepada pihak penerima titipan dengan atau tanpa seizin
pemilik barang dapat memanfaatkan barang dan bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan pada barang yang dinggunakannya.
E. Hikmah Wadi’ah
Dengan berlakunya wadi’ah dalam masyarakat bisa
mewujudkan keadaan berikut:
1. Mewujudkan
masyarakat yang amanah karena wadi’ah mengajarkan seseorang agar dapat
menjalankan amanah.
2. Tercipta tali
silaturrahmi, karena yang memberi amanah merasa terbantu dan yang diberi amanah
akan mendapat pahala dari perbuatannya tersebut yang bernilai ibadah. Tolong
menolong dalam hal ini sangat disenangi Allah.
Referensi :
Hasan , Ali M..
2003. Berbagai Macam Transaksi dalam
Islam (Fiqh mu’amalat). Rajawali Pers. Jakarta
Ascarya, Akad Dan
Produk Bank Syari’ah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar