Rabu, 15 Oktober 2014

Tokoh-tokoh Hermeneutik



a.      Schleiermacher
Schleiermacher menawarkan sebuah metode rekonstruksi histories, objektif dan subjektif terhadap sebuah pernyataan, membahas dengan bahasa secara keseluruhan. Beberapa  kaidah yang dipakai oleh beliau dalam memahami sebuah teks, antara lain:
1)      Sejarah (Aspek Ini Menjurus Pada Kebenaran Objektif)
2)      Tata Bahasa
3)      Psikis (Memahami Jiwa Pengarang)
Adapun mengenai posisi beliau dalam “segitiga” heurmenetika yakni berada pada posisi pengarang (kebenaran objektif ada pada pengarang). Karena menitik beratkan pada faktor internal seperti kaidahnya yang di atas, dan posisi historis Schleiermarcher lebih pada masa lalu.
b.      Dilthey
Menurutnya heurmenetika sebagai dasar dari ilmu sosial. Karenanya Dilthey mampu mensejajarkan ilmu alam dan ilmu sosial yang bersumber dari pengalaman kemudian menghasilkan sebuah pemahaman. Ilmu alam bersifat Absolut (kebenarannya pasti/mutlak) dan ilmu sosial bersifat relatif. Kaidah yang digunakan dalam menafsirkan sebuah teks:
1)      Sejarah
2)      Tata Bahasa (Tapi Tidak Menjamin Secara Keseluruhan)
3)      Psikis (Jiwa Pengarang)
4)      Konteks (Konteks Mempengaruhi Psikologis Pengarang)
5)      Erlebnis (Seolah-Olah Mengalami Menjadi Pengarang)
Mengenai posisi dilthey dalam “segitiga” heurmenetika masih sama dengan posisi Schleiermacher yakni di posisi pengarang dan pembaca, dan pada proses historis Dilthey lebih ke masa depan dan masa kini.
Pembeda : Kalau kita lihat secara seksama akan kaidah Dilthey di atas, maka tidak jauh berbeda dengan kaidah atau metode yang digunakan oleh Schleiermacher. Adapun letak perbedaannya yakni kalau Schleiermacher lebih condong pada faktor/sisi internal sedang Dilthey condong pada sisi eksternal
c.       Edmund Husserl
Beliau salah seorang tokoh heurmenetika yang menjembatani tokoh-tokoh sesudahnya ke posisi teks dalam “segitiga” heurmenetika. Husserl ini menentang akan adanya historisitas, dalam hal ini teks berperan penting dan sedikit menyentuh si-pembaca, karenanya subjek haruslah netral.
Ada beberapa istilah dalam teorinya:
1)      Fenomenologi,
Maksudnya adalah tidak ada kebenaran yang objektif, tapi yang ada hanyalah kebenaran subjektif. Karena pemikirannya inilah akhirnya ia disebut dengan fenomenologi.
2)      Cakrawala Makna,
Yakni setiap teks bisa mengandung kemungkinan banyak makna atau dalam istilah lain reduksi makna. Misalnya: kata “Aduh”. Kata tersebut memiliki banyak arti seperti: menunjukan rasa sakit, mengeluh, terkesima, takjub, kagum, memuji atau yang lainnya.
Pembeda : Schleiermacher & Dilthey merujuk pada kebenaran objektif, sedang Husserl merujuk pada kebenaran subjektif yang kemudian filsafat dijadikan sebuah metode pemahaman.
d.      Heidgger
Heidegger ini anti historis (anti masa lalu) dan teks, beliau ini lebih condong pada konteksnya. Menurut Heidegger keberadaan itu dibentuk oleh keberadaan lainnya. Artinya, inti dari keberadaan manusia itu sendiri adalah pemahaman. dikenal akan Das Sollen dan Das Sein-nya. Yakni ,
Das Sollen       à    yang seharusnya :           Konseptual
                  Universal
                  Ideal

Das Sein          à    Kenyataannya     :           Realitas
                                                                        Aplikasi
                                                                        Faktual/Kekinian

Misalnya ; Al-Qur’an itu Sholih Li Kulli Zaman Wa Makan (DASEIN), tapi terdapat banyak perubahan (DASSOLEN).

Dasein dipengaruhi oleh pra-pemahaman pembaca terhadap sebuah teks yang sebenarnya masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi pada teks tersebut. Adapun mengenai posisi beliau dalam “segitiga” heurmenetika yakni berada pada posisi pembaca dan posisi historis Heidegger titik fokusnya adalah masa kini dan masa lalu.
Pembeda : pada titik historis/masa lalu Schleiermache & Dilthey terpaku pada pengarang, sedangkan Heidegger dalam titik masa kini hampir mendekati pembaca dari segitiga heurmenetika DINAMIS.
e.       Gadamer
Menjembatani pemikiran filosuf sebelumnya. Menurut Gadamer, untuk memahami sebuah teks harus terjadi proses interaksi antara teks, pengarang dan tujuan si pembaca yang menghasilkan produksi makna (pemahaman baru). Gadamer memahami sebuah teks bersifat DINAMIS.
Kaidah dalam memahami sebuah teks:
1)      Historical Conscians Nets (Pengarang + Teks) à Pengarang
2)      Pra-Pemahaman    à Teks
3)      Fusion Of Horizon (Dialektika/Dialog) à Pembaca
4)      Prasangka (Prejudice) à kecenderungan-kecenderungan yang mempengaruhi seseorang
            Berdasarkan kaidah di atas, maka bisa ditarik satu kesimpulan bahwa kaidah Gaddamer itu meliputi semua aspek yang ada pada “segitiga” heurmenetika baik pengarang, teks maupun pembaca dan pada titik historis Gadamer lebih pada masa kini.
f.       Ricouer
Menurutnya simbol sebagai titik tolak dalam memahami sebuah teks. Adanya Signifier yakni, penanda (pemberi tanda) dan Signified yakni, petanda (yang ditandai).
.Ada dua metode yang dipakai:

1)      Dekontekstualisasi               historis                      past/masa lalu (pengarang)
                                                   Objektifitas teks


2)      Kontekstualisasi/Refleksi              hikmah
                                                                        Makna             present/sekarang (pembaca)
                                                                        relevansi

Melihat dua metode di atas seolah-olah  si mufassir/si pembaca memikul beban berat dalam memahami sebuah teks. Dimana satu sisi harus menafikan konteks (berpacu pada aspek sejarah), namun di sisi lain sebuah penafsiran itu harus disesuakan dengan masa sekarang ini. Meskipun demikian, pada dasarnya berdampak positif yang nilai positifnya itu terletak dalam keseimbangan dalam memahami sebuah teks. Adapun posisi Ricouer dalam “segitiga” heurmenetika berada pada teks yang dekat dengan pembaca.
g.      Derrida
Berbeda dengan Ricouer, Derrida merupakan salah seorang tokoh heurmenetika yang “Antilogosentris” (anti simbol). Karena menurutnya simbol tidak memiliki arti universal.
Metode yang digunakan olehnya antara lain:
1)      Dekonstruksi
Yakni mengacak-acak teks, mengutak-atik atau bahkan menghancurkannya (peleburan teks).
2)      Difference
Pembiaran teks (teks itu di biarkan terlebih dahulu (penundaan). Sehingga kalau telah sampai waktunya baru ditafsirkan.
Metode di atas bukanlah sebuah metode untuk memahami teks, menurut Derrida. Beliau menyebutnya sebagai strategi. Namun seiring dengan bergulirnya waktu oleh para penafsir yang datang akhir-akhir ini strategi yang diajukan oleh Derrida itu bisa dijadikan sebuah metode untuk memahami teks, dikarenakan ; Basisnya tulisan/tekstualis, Alirannya intertekstualis (hubungan antar teks), Genealogi (menarik sesuatu pada tatanan dasar), Oposisi Biner (tidak mengakui/menyetujui dua sisi yang  selalu berlawanan), Terpengaruh oleh linguistik. Posisi Derrida dalam segitiga heurmenetika yaitu pada teks mendekati pembaca.
h.      Habermas
Habermas lebih sering disebut dengan istilah “Neo-Marksisme” atau Karl Max yang baru. Beliau dipengaruhi oleh Karl Max dengan teori kritisnya.  Metode Habermas , antara lain:
1)      Ideologi (kritik terhadap Agama-Agama).
2)      Refleksi (pemikiran ulang).
3)      Otto Kritik (sikap dimana seorang penafsir harus selalu curiga terhadap suatu teks bahkan kepengarang teks).
4)      Kritik kepentingan : dalam menafsirkan teks, membaca teks tidak terlepas dari kepentingan  (kritik ideologi)
Interpretasi dianggap telah berhasil mencapai tujuannya jika ”dunia teks” dan ” dunia interpreter” telah berbaur menjadi satu.
Pembeda : Menurutnya simbol adalah sebuah alat untuk mengartikan sebuah makna secara keseluruhan (universal) dalam sebuah teks. Derrida tidak menyetujui kebenaran denga logika, kecuali sesuatu itu sesuai dengan realita.

1.      Setelah belajar hermeneutik jelaskan bagaimana pendapat anda dalam melihat posisi hermeneutik sebagai sebuah metode pemahaman/penafsiran teks berkaitan dengan kajian Ulumul Qur`an !
Hermeneutik merupakan suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan kemudian melangkah keanalisis konteks, untuk kemudian “menarik” makna yang didapat ke dalam ruang dan waktu saat proses pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan. Jika pendekatan hermeneutika ini dipertemukan dengan kajian al-Qur’an, maka persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah bagaiman teks al-Qur’an hadir di tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan didialogkan dengan dinamika realitas historisnya.
2.      Dari pemikiran 8 tokoh hermeneutik yang telah anda pelajari, substansi/esensi penting apa saja yang bisa anda ambil berkaitan dengan pengembangan metode tafsir yang selama ini telah anda pelajari ? Kenapa itu penting ? Jelaskan.
Menurut saya, substansi terpenting Hermeneutika yang menfokuskan perhatian pada masalah teori umum penafsiran sebagai sebuah metodologi untuk ilmu-ilmu tentang manusia termasuk ilmu sosial. Hermeneutika teori menempatkan hermenetik dalam ruang epistimologi, yakni, hermenetik di tempatkan sebagai metode penafsiran terhadap pemikiran orang lain. Hermeneutika Filsafat ini menyatakan bahwa ilmuwan atau penafsir berada dalam ikatan sebuah tradisi yang membuatnya telah memiliki pemahaman awal terhadap obyek yang dikaji dan dengan demikian dia tidak berangkat dari pikiran yang netral. Hermeneutika Kritik mepunyaai pengaruh terhadap pemikiran atau perbuatan seseorang, misalnya, tekanan ekonomi yang dirasakan berat, berpengaruh pada temperatur seseorang dan ini berpeluang menjadi faktor eksternal yang berpengaruh pada tata pikir dan prilaku seseorang.
3.      Dari pemikiran 8 tokoh hermeneutik yang telah anda pelajari, pemikiran siapakah yang menurut anda paling relevan untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai sebuah metode penafsiran al-Qur`an. Mengapa ? Jelaskan.
Menurut saya tokoh pemikiran hermeneutik yang paling relevan untuk dikembnagkan adalah “Hebermas”. Karena, dalam metodenya, Hebermas menggunakan metode kritik dan adanya proses komunikasi yang meliputi “teori dan praxis/tindakan”. Pada proses ini teori tidak terlepas dari tindakan dan teori pula tidak terlepas dari fakta sosial, sehingga si pembaca memiliki tujuan yang tidak terlepas dari fakta sosial. 
Hermeneutika Kritik sering dikaitkan  sebagai cara pandang kaum idealis yang memiliki tingkat kesadaran yang mencapai level tertentu dalam menganalisis secara kritis kondisi politik, ekonomi, dan budaya namun tetap mendasarkan diri pada data atau bukti-bukti materiel yang memadahi, dan mereka memiliki kasadaran melakukan pembebasan seperti model psikologis
Kalau hermeunetika ini dikaji dengan tidak kritis dan diadopsi begitu saja untuk menggantikan tafsir Alquran maka akan terjadi dekonstruksi besar-besaran terhadap kesucian Alquran dan tafsir-tafsirnya. Orang dibuat tidak percaya Alquran lantaran ada campur tangan manusia. Dari sini selanjutnya juga bakal lahir tafsir-tafsir yang 'tak terkendali'. Ketika mulai keluar dari teks orang-orang tersebut sebenarnya tidak lagi percaya pada teks Alquran maka yang terjadi siapa pun bisa menafsiran Alquran sesuai cara pandangnya. Misalnya saja orang-orang feminis dan pluralis tentu akan mencari ayat-ayat yang dapat mendukung sikap feminisnya atau pluralisnya. Pada dasarnya, teks harus bisa dianalisis secara histori dan manusiawi. Misalnya, Alquran jangan ditafsirkan secara literal sesuai otoritas nabi, jamannya sudah berbeda dan sebagainya
4.      Diantara pengarang, teks, dan penafsir (segitiga hermeneutik), menurut pendapat anda, siapa/apa yang paling menentukan atau berpengaruh paling besar yang selama ini telah anda pelajari? Kenapa itu penting? Jelaskan.
Menurut saya yang paling menentukan atau berpengaruh adalah “Pembaca”. Dari teks yang sama mungkin terjadi pengertian yang berbeda pada pembaca yang berbeda, karenanya untuk mengetahui maksud dari teks tersebut tergantung/ terletak pada si pembaca.
Seorang pembaca mempu menciptakan arti teks yang dibaca. Namun, perlu diketahui bahwa, pembaca dalam hal ini bukan lah orang-orang biasa, artinya perlu keahlian khusus dalam menafsirkan suatu teks, sehingga melalui keahliannya dalam membaca teks, mampu mewakili maksud dari suatu teks itu sendiri, meskipun hanya mendekati kebenaran tidak mutlak sesuai apa yang dimaksud Sang Pengarang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post