a.
Schleiermacher
Schleiermacher menawarkan sebuah metode
rekonstruksi histories, objektif dan subjektif terhadap sebuah pernyataan,
membahas dengan bahasa secara keseluruhan. Beberapa kaidah
yang dipakai oleh beliau dalam memahami sebuah teks, antara lain:
1)
Sejarah (Aspek Ini Menjurus Pada Kebenaran
Objektif)
2)
Tata Bahasa
3)
Psikis (Memahami Jiwa Pengarang)
Adapun mengenai posisi beliau dalam “segitiga”
heurmenetika yakni berada pada posisi pengarang (kebenaran objektif ada pada
pengarang). Karena menitik beratkan pada faktor internal seperti kaidahnya yang
di atas, dan posisi historis Schleiermarcher lebih pada masa lalu.
b.
Dilthey
Menurutnya heurmenetika sebagai dasar dari
ilmu sosial. Karenanya Dilthey mampu
mensejajarkan ilmu alam dan ilmu sosial yang
bersumber dari pengalaman kemudian menghasilkan sebuah pemahaman.
Ilmu
alam
bersifat Absolut (kebenarannya pasti/mutlak) dan ilmu sosial bersifat
relatif. Kaidah yang digunakan dalam menafsirkan sebuah teks:
1)
Sejarah
2)
Tata Bahasa (Tapi Tidak Menjamin Secara Keseluruhan)
3)
Psikis (Jiwa Pengarang)
4)
Konteks (Konteks Mempengaruhi Psikologis
Pengarang)
5)
Erlebnis (Seolah-Olah Mengalami Menjadi
Pengarang)
Mengenai posisi dilthey dalam “segitiga”
heurmenetika masih sama dengan posisi Schleiermacher yakni di posisi pengarang
dan pembaca, dan pada proses historis Dilthey lebih ke masa depan dan
masa kini.
Pembeda : Kalau kita lihat secara seksama akan kaidah
Dilthey di atas, maka tidak jauh berbeda dengan kaidah atau metode yang
digunakan oleh Schleiermacher. Adapun letak perbedaannya yakni kalau
Schleiermacher lebih condong pada faktor/sisi internal sedang Dilthey condong
pada sisi eksternal
c.
Edmund Husserl
Beliau salah seorang tokoh heurmenetika yang
menjembatani tokoh-tokoh sesudahnya ke posisi teks dalam “segitiga”
heurmenetika. Husserl ini menentang akan adanya historisitas, dalam hal ini
teks berperan penting dan sedikit menyentuh si-pembaca, karenanya subjek
haruslah netral.
Ada
beberapa istilah dalam teorinya:
1)
Fenomenologi,
Maksudnya adalah tidak ada kebenaran yang
objektif, tapi yang ada hanyalah kebenaran subjektif. Karena pemikirannya
inilah akhirnya ia disebut dengan fenomenologi.
2)
Cakrawala Makna,
Yakni setiap teks bisa mengandung kemungkinan
banyak makna atau dalam istilah lain reduksi makna. Misalnya: kata “Aduh”. Kata
tersebut memiliki banyak arti seperti: menunjukan rasa sakit, mengeluh,
terkesima, takjub, kagum, memuji atau yang lainnya.
Pembeda : Schleiermacher & Dilthey merujuk pada
kebenaran objektif, sedang Husserl merujuk pada kebenaran subjektif yang
kemudian filsafat dijadikan sebuah metode pemahaman.
d.
Heidgger
Heidegger
ini anti historis (anti masa lalu) dan teks, beliau ini lebih condong pada
konteksnya. Menurut Heidegger keberadaan itu dibentuk oleh keberadaan
lainnya. Artinya, inti dari keberadaan manusia itu sendiri adalah pemahaman. dikenal
akan Das Sollen dan Das Sein-nya. Yakni ,
Das
Sollen à yang seharusnya : Konseptual
Universal
Ideal
Das
Sein à Kenyataannya : Realitas
Aplikasi
Faktual/Kekinian
Misalnya
; Al-Qur’an itu Sholih Li Kulli Zaman Wa Makan (DASEIN), tapi terdapat banyak
perubahan (DASSOLEN).
Dasein dipengaruhi oleh pra-pemahaman pembaca
terhadap sebuah teks yang sebenarnya masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi
pada teks tersebut. Adapun mengenai posisi beliau dalam “segitiga”
heurmenetika yakni berada pada posisi pembaca dan posisi historis Heidegger
titik fokusnya adalah masa kini dan masa lalu.
Pembeda : pada titik historis/masa lalu Schleiermache
& Dilthey terpaku pada pengarang, sedangkan Heidegger dalam titik masa kini
hampir mendekati pembaca dari segitiga heurmenetika DINAMIS.
e.
Gadamer
Menjembatani pemikiran
filosuf sebelumnya. Menurut
Gadamer, untuk memahami sebuah teks harus terjadi proses interaksi antara teks,
pengarang dan tujuan si pembaca yang menghasilkan
produksi makna (pemahaman baru). Gadamer memahami sebuah teks bersifat
DINAMIS.
Kaidah dalam memahami
sebuah teks:
1)
Historical Conscians Nets (Pengarang + Teks) à Pengarang
2)
Pra-Pemahaman à Teks
3)
Fusion Of Horizon (Dialektika/Dialog) à Pembaca
4)
Prasangka (Prejudice) à kecenderungan-kecenderungan yang mempengaruhi seseorang
Berdasarkan kaidah di atas, maka bisa ditarik satu kesimpulan
bahwa kaidah Gaddamer itu meliputi semua aspek yang ada pada “segitiga”
heurmenetika baik pengarang, teks maupun pembaca dan pada titik historis
Gadamer lebih pada masa kini.
f.
Ricouer
Menurutnya simbol sebagai titik tolak dalam
memahami sebuah teks. Adanya Signifier yakni, penanda (pemberi tanda) dan
Signified yakni, petanda (yang ditandai).
.Ada
dua metode yang dipakai:
1)
Dekontekstualisasi historis past/masa lalu (pengarang)
Objektifitas teks
2)
Kontekstualisasi/Refleksi hikmah
Makna present/sekarang (pembaca)
relevansi
Melihat dua metode di atas seolah-olah si mufassir/si pembaca memikul beban berat
dalam memahami sebuah teks. Dimana satu sisi harus menafikan konteks (berpacu
pada aspek sejarah), namun di sisi lain sebuah penafsiran itu harus disesuakan
dengan masa sekarang ini. Meskipun demikian, pada dasarnya berdampak positif
yang nilai positifnya itu terletak dalam keseimbangan dalam memahami sebuah
teks. Adapun posisi Ricouer dalam “segitiga” heurmenetika berada
pada teks yang dekat dengan pembaca.
g.
Derrida
Berbeda dengan Ricouer, Derrida merupakan
salah seorang tokoh heurmenetika yang “Antilogosentris” (anti simbol).
Karena menurutnya simbol tidak memiliki arti universal.
Metode
yang digunakan olehnya antara lain:
1)
Dekonstruksi
Yakni mengacak-acak teks, mengutak-atik atau
bahkan menghancurkannya (peleburan teks).
2)
Difference
Pembiaran teks (teks itu di biarkan terlebih
dahulu (penundaan). Sehingga kalau telah sampai waktunya baru ditafsirkan.
Metode di atas bukanlah sebuah metode untuk
memahami teks, menurut Derrida. Beliau menyebutnya sebagai strategi. Namun
seiring dengan bergulirnya waktu oleh para penafsir yang datang akhir-akhir ini
strategi yang diajukan oleh Derrida itu bisa dijadikan sebuah metode untuk
memahami teks, dikarenakan ; Basisnya tulisan/tekstualis, Alirannya
intertekstualis (hubungan antar teks), Genealogi (menarik sesuatu pada tatanan
dasar), Oposisi Biner (tidak mengakui/menyetujui dua sisi yang selalu berlawanan), Terpengaruh oleh linguistik.
Posisi Derrida dalam segitiga heurmenetika yaitu pada teks mendekati
pembaca.
h.
Habermas
Habermas lebih sering disebut dengan istilah “Neo-Marksisme”
atau Karl Max yang baru. Beliau dipengaruhi oleh Karl Max dengan teori
kritisnya. Metode
Habermas , antara lain:
1)
Ideologi (kritik terhadap Agama-Agama).
2)
Refleksi (pemikiran ulang).
3)
Otto Kritik (sikap dimana seorang penafsir
harus selalu curiga terhadap suatu teks bahkan kepengarang teks).
4)
Kritik kepentingan : dalam menafsirkan teks,
membaca teks tidak terlepas dari kepentingan
(kritik ideologi)
Interpretasi dianggap
telah berhasil mencapai tujuannya jika ”dunia teks” dan ” dunia interpreter”
telah berbaur menjadi satu.
Pembeda : Menurutnya simbol adalah sebuah alat untuk mengartikan
sebuah makna secara keseluruhan (universal) dalam sebuah teks. Derrida tidak
menyetujui kebenaran denga logika, kecuali sesuatu itu sesuai dengan realita.
1.
Setelah belajar hermeneutik jelaskan bagaimana
pendapat anda dalam melihat posisi hermeneutik sebagai sebuah metode
pemahaman/penafsiran teks berkaitan dengan kajian Ulumul Qur`an !
Hermeneutik
merupakan suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan
kemudian melangkah keanalisis konteks, untuk kemudian “menarik” makna yang
didapat ke dalam ruang dan waktu saat proses pemahaman dan penafsiran tersebut
dilakukan. Jika pendekatan hermeneutika ini dipertemukan dengan kajian
al-Qur’an, maka persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah bagaiman teks
al-Qur’an hadir di tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan,
diterjemahkan, dan didialogkan dengan dinamika realitas historisnya.
2.
Dari pemikiran 8 tokoh hermeneutik yang telah
anda pelajari, substansi/esensi penting apa saja yang bisa anda ambil berkaitan
dengan pengembangan metode tafsir yang selama ini telah anda pelajari ? Kenapa
itu penting ? Jelaskan.
Menurut
saya, substansi terpenting Hermeneutika yang menfokuskan perhatian pada
masalah teori umum penafsiran sebagai sebuah metodologi untuk ilmu-ilmu tentang
manusia termasuk ilmu sosial. Hermeneutika teori menempatkan hermenetik dalam
ruang epistimologi, yakni, hermenetik di tempatkan sebagai metode penafsiran
terhadap pemikiran orang lain. Hermeneutika Filsafat ini menyatakan bahwa
ilmuwan atau penafsir berada dalam ikatan sebuah tradisi yang membuatnya telah
memiliki pemahaman awal terhadap obyek yang dikaji dan dengan demikian dia
tidak berangkat dari pikiran yang netral. Hermeneutika Kritik mepunyaai
pengaruh terhadap pemikiran atau perbuatan seseorang, misalnya, tekanan ekonomi
yang dirasakan berat, berpengaruh pada temperatur seseorang dan ini berpeluang menjadi
faktor eksternal yang berpengaruh pada tata pikir dan prilaku seseorang.
3.
Dari pemikiran 8 tokoh hermeneutik yang telah
anda pelajari, pemikiran siapakah yang menurut anda paling relevan untuk
dikembangkan lebih lanjut sebagai sebuah metode penafsiran al-Qur`an. Mengapa ?
Jelaskan.
Menurut saya tokoh pemikiran hermeneutik yang
paling relevan untuk dikembnagkan adalah “Hebermas”. Karena, dalam metodenya,
Hebermas menggunakan metode kritik dan adanya proses komunikasi yang meliputi
“teori dan praxis/tindakan”. Pada proses ini teori tidak terlepas dari tindakan
dan teori pula tidak terlepas dari fakta sosial, sehingga si pembaca memiliki
tujuan yang tidak terlepas dari fakta sosial.
Hermeneutika Kritik sering
dikaitkan sebagai cara pandang kaum idealis yang memiliki tingkat
kesadaran yang mencapai level tertentu dalam menganalisis secara kritis kondisi
politik, ekonomi, dan budaya namun tetap mendasarkan diri pada data atau
bukti-bukti materiel yang memadahi, dan mereka memiliki kasadaran melakukan pembebasan
seperti model psikologis
Kalau hermeunetika ini dikaji
dengan tidak kritis dan diadopsi begitu saja untuk menggantikan tafsir Alquran
maka akan terjadi dekonstruksi besar-besaran terhadap kesucian Alquran dan
tafsir-tafsirnya. Orang dibuat tidak percaya Alquran lantaran ada campur tangan
manusia. Dari sini selanjutnya juga bakal lahir tafsir-tafsir yang 'tak
terkendali'. Ketika mulai keluar dari teks orang-orang tersebut sebenarnya
tidak lagi percaya pada teks Alquran maka yang terjadi siapa pun bisa
menafsiran Alquran sesuai cara pandangnya. Misalnya saja orang-orang feminis
dan pluralis tentu akan mencari ayat-ayat yang dapat mendukung sikap feminisnya
atau pluralisnya. Pada dasarnya, teks harus bisa dianalisis secara histori dan
manusiawi. Misalnya, Alquran jangan ditafsirkan secara literal sesuai otoritas
nabi, jamannya sudah berbeda dan sebagainya
4. Diantara
pengarang, teks, dan penafsir (segitiga hermeneutik), menurut pendapat anda,
siapa/apa yang paling menentukan atau berpengaruh paling besar yang selama ini
telah anda pelajari? Kenapa itu penting? Jelaskan.
Menurut saya yang paling menentukan atau
berpengaruh adalah “Pembaca”. Dari teks yang sama mungkin terjadi
pengertian yang berbeda pada pembaca yang berbeda, karenanya untuk mengetahui
maksud dari teks tersebut tergantung/ terletak pada si pembaca.
Seorang pembaca mempu menciptakan arti
teks yang dibaca. Namun, perlu diketahui bahwa, pembaca dalam hal ini bukan lah
orang-orang biasa, artinya perlu keahlian khusus dalam menafsirkan suatu teks,
sehingga melalui keahliannya dalam membaca teks, mampu mewakili maksud dari
suatu teks itu sendiri, meskipun hanya mendekati kebenaran tidak mutlak sesuai
apa yang dimaksud Sang Pengarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar