Rabu, 15 Oktober 2014

Musnad Mustakhraj ‘ala Shohih Imam Muslim



Musnad Mustakhraj ‘ala Shohih Imam Muslim
(Abu Nu’aim al Ashbahani)

A.    Biografi Abu Nu’aim[1]
Menurut kitab Musnad Mustakhraj Shohih Muslim bahwa Abu Nu’aim bernama lengkap Imam Hafidz Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mihran. Mihran, ialah kakek moyangnya yang pertama kali masuk Islam. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Abu Nu’aim al Ashbahani. Nama Ashbahan merupakan sebuah kota kelahirannya yang terletak di Negara Iran. Beliau dilahirkan pada bulan Rajab 336 H.
Bapaknya bernama Imam Zahid Muhammad bin Yusuf al Bana. Beliau adalah seorang yang alim dalam ilmu hadits. Sebagaimana Ibnu Khaldun berkata : “Sesungguhnya Imam Zahid adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kakek moyangnya dan beliau adalah seorang yang alim dalam  ilmu hadits, sehingga anaknya pun ahli dalam bidang tersebut”. Abu Nuaim wafat pada tanggal 21 Muharram 430 H dalam usia 94 tahun. Selama hidup beliau banyak dihabiskan dengan belajar, mengajar dan menulis.
Sejak usia masih beliau, Abu Nu’aim telah mengarungi dunia thalabul ‘ilmi, lantaran perhatian besar sang ayah kepadanya. Karenakecerdasan beliau dan kemampuan ilmiahnya, banyak gelar yang beliau dapat, seperti imam, ats tsiqah, 'allamah serta Syaikhul Islam, selain itu,  adz Dzahabi menyatakan bahwa, "Tokoh-tokoh ilmu dunia telah memberikan ijazah baginya pada tahun 340-an H, padahal usianya baru 6 tahun." Dia mendapatkan ijazah (rekomendasi untuk meriwayatkan) dari banyak ulama, tanpa ada orang lain yang menyamainya dan orang yang pertamakali memberikan ijazah tersebut adalah Abu Muhammad bin Faris.
Abu Nu’aim tidak hanya piawai dalam disiplin ilmu hadits. Dalam bidang qira`ah pun, kemampuannya terakui. Beliau telah meriwayatkan banyak qira`ah langsung melalui ath Thabrani. Abul Qasim al Hudzali mengambil ilmu qira`ah darinya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Ibnul Jazari menulis biografi Abu Nu’aim dalam karyanya, Ghayatun Nihayah fi Thabaqatil Qurra`.
Abu Nu’aim berguru pada ulama-ulama terdahulu. Beliau mempunyai guru sangat banyak di berbagai daerah. Dalam perjalanannya mencari Hadits, beliau pergi ke Irak, Hijaz, Khurasan, Baghdad, Bashrah, Kuffah, Mekkah,dan Naisabaor. Diantara ulama-ulama yang menjadi guru beliau adalah Abi Muhammad bin, Abdullah bin Ja’far bin Faris, Ahmad bin Binidari as-Syi’ar, Ahmad bin Ma’badi as-Samari, Ahmad bin Muhammad bin Qishari, Abdullah bin Hasan bin Binidari al-Madini, Ahmad bin Ibrahim bin Yusuf, Al-Hasan bin Sa’id bin Ja’far al-‘Ibadani al-Muthawa’i, Abi Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah, Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Malizani, Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Aqili, Abi Muslim Abdirrahman bin Muhammad bin Ahmad bin Sibah, Muhammad bin Ma’mar bin Nashih adz-Dzihli, Al-Hafidz Muhammad bin Umar al-Ji’abi, Abi asy-Syayakh Abdillah bin Muhammad bin Ja’far bin Hayyan, Abi Bakrin Muhammad bin Ibrahim al-Muqarriy.
Tak hanya itu, guru-guru Abu Nu’aim dari berbagai daerah yakni;[2]
1.      Baghdad
a.       Abi Bakri bin Hasyim al Anbari
b.      Ahmad bin Yusuf bin Khilad an Nashibiy
c.       Abi Muhammad bin Ahmad bin Hasan as Shawaf
d.      Abi Bajri bin Kautsar al Barbahari
e.       Abdurrahman bin Abbasiy
f.       Isa bin Muhammad Thummariy
g.      Mukhallid bin Ja’far ad Daqiqi
h.      Abi Bakri Ahmad bin Ja’far bin Hamdani bin Maliki al Qathi’iy
2.      Bashrah
a.       Habib bin Hasan Qazazi
b.      Faruq bin Abdil Kabir al Khatabi
c.       Abdullah bin Ja’far bin Ishaq al Jabari
d.      Ahmad bin Hasan bin Qasim bin Rabbani al Lukiy
e.       Muhammad bin Ali binMuslim bin al Amiri
3.      Kuffah
a.       Ibrahim bin Abdillah bin Abi Azaim
b.      Abi Bakrin Abdillah bin Yahya Shalih
4.      Mekkah
a.    Ahmad bin Ibrahim al Kindi
b.   Abi Bakrin Muhammad bin Husain al Ajri
5.      Naisabor
a.       Abi Ahmad Hakim
b.      Husain bin Ali bin Muhammad at Tamimi
c.       Abi Sa’id al Husain bin Muhammad bin Ali az Za’faraniy
d.      Abi Abdillah bin Abdirrahman bin Sahl bin Mukhallad
e.       Abi Bakrin Muhammad bin Ahmad al Mufid
Abu Nu’aim selain mempunyai guru yang banyak, dalam kitab ini juga meriwayatkan banyaknya murid-murid beliau. Berikut adalah nama-nama murid yang mengeluarkan hadits dari Abu Nu’aim. Jumlah murid keseluruhan Abu Nu’aim dalam kitab Musnad Mustakhraj Imam Muslim sebanyak 61, namun penulis hanya menyebutkan beberapa saja, yakni;[3]
1.      KuSyiyazi Liyaliyzuri al Jiyliy
2.      Abu Ali al Hasan bin Ali bin Muhammad al Wahsyiyi
3.      Abdullah bin Abdul Jabbar bin Bayya
4.      Abu Sa’id Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ibrahim
5.      Abu Bakkri bin Ali al Hamdzani adz Dzakwani
6.      Abu Bakar Ahmad bin Ali al Khathib al Baghdadiy
7.      Abu Shalih al Muadzzani
8.      Abu Bakrin Muhammad bin Ibrahim al ‘Athar Mustamili Abi Na’aim
9.      Sulaiman bin Ibrahim al Hafidz
10.  Habbatullah bin Muhammad asy-Syibrawi
11.  Yusuf bin Hasan at Tafakkuriy
12.  Abdus Salam bin Ahmad al Qodhiy
13.  Abu Sa’di Muhammad bin Muhammad al Matharazi
14.  Muhammad bin Abdullah al Adamiy al Faqih
15.  Ahmad bin Manshur al Qadhiy
B.     Sistematika Penulisan Kitab
Kitab Musnad Al-Mustakhroj ‘ala Shahi Imam Muslim adalah salah satu kitab-kitab Abu Nu’aim yang disusun berdasarkan kitab iman, kitab fiqih, kitab ibadah. Kitab ini terdiri dari 4 jilid dengan jumlah hadits keseluruhannya adalah tiga ribu lima ratus enam belas hadits (3.516). Kitab ini di tahqiq oleh Muhammad Husain Muhammad Husain Isma’il as Syafi’i. Dari penelitian kitab Musnad Mustakhraj Shahih Muslim, penulis menemukan data sebegai berikut.

NO
JILID
JUZ
NAMA KITAB
JUMLAH
BAB
HADITS
1
1
 -
مقدمة المسند
1
57
2
1
1
ماذكرفى الكذب على النبي
1
16
3
1
1-3 
الايمان
91
460
4
1
3-4
اطهارة
63
297
5
2
 4-8
الصلاة
227
1219
6
3
9
الجنائز
28
144
7
3
 9-10
الزكاة
26
215
8
3
 10-12
الصيام
141
275
9
3-4 
12-14 
الحج
41
474
10
4
14
حرم مكة و المدينة
2
76
11
4
 14-15
النكاة
39
216
12
4
15
الطلاق
11
66

Kitab Musnan Mustakhroj ala Shahih Imam Muslim ini diawali dengan muqadhimah musnad yakni, berisikan hadits-hadits yang berjumlah 57 hadits. Jilid pertama dalam juz 1-3 terdapat kitab tentang Iman yang terdiri dari 91 bab dan 533 Hadits. Pada pertengahan juz 3-4 terdapat Kitab Thaharah yang terdiri dari 63 bab dan 297 hadits. Pada jilid kedua dalam juz 4-8 terdapat Kitab Sholat yang terdiri dari 227 bab dan 1219 hadits. Pada jilid ketiga dalam juz 9 terdapat Kitab Janaiz yang terdiri dari 28 bab dan 144 hadits. Pada jilid ketiga dalam juz 9-10 terdapat Kitab Zakat yang terdiri dari 26 bab dan 215 hadits. Pada jilid tiga dalam juz 10-12 terdapat Kitab Puasa yang terdiri dari 141 bab dan 275 hadits. Pada jilid pertengahan tiga sampai empat dalam juz 12-14 terdapat Kitab Haji yang terdiri dari 41 bab dan 474 hadits. Pada jilid empat dalam juz 14 terdapat Kitab Kota Suci Mekkah dan Madinah yang terdiri dari 2 bab dan 76 hadits. Pada jilid empat dalam juz 14-15 terdapat Kitab Nikah yang terdiri dari 39 bab dan 216 hadits. Pada jilid empat dalam juz 15 terdapat Kitab Thalaq yang terdiri dari 11 bab dan 66 hadits.
C.    Metode penulisan Kitab[4]
Al-Mustakhraj adalah suatu kitab hadits yang ditulis oleh seorang ulama’ dengan mentakhrijkan (menuliskan riwayat) hadits-hadits yang sudah dibukukan di dalam suatu kitab hadits dengan sanadnya yang sama tetapi dari jalan yang lain dari pengarang kitab mustakhraj ‘alaih (yang dimustakhrajkan), lalu periwayatan mereka bertemu pada gurunya (penulis kitab yang dimustakhrajkan) atau guru yang lebih tinggi, sampai kepada shahabat. Syaratnya, tidak sampai kepada syaikh dengan jalan yang lebih panjang sehingga menghilangkan sanad yang menghantarkan kepadanya yang lebih dekat, kecuali dengan alasan uluw (ketinggian) atau ada ziyadah (tembahan) yang penting. Bisa jadi Mustakhraj menggugurkan hadits-hadits yang sanadnya yang tidak memuaskan dan bisa pula menyebutkan hadits-hadits itu dengan jalan penulis kitab yang dimustakhrajkan. Metode yang digunakan hadits Musnad Mustakhraj ala Shahih Muslim adalah sebagaiberikut.
1.      Uluwul Isnad
Yakni, metode takhrij dengan jalan mengetahui rawi hadits dari shabat atau proses penelusuran hadits yang didasarkan pada pengetahuan akan rawi atau tingkat sahabat.
Dalam metode ini  harus terlebih dahulu mengetahui sanad hadits tersebut. Dalam pijaknya adalah perawi yang paling tinggi yaitu sahabat-sahabat Rasulullah atau bisa juga para tabiin.
2.      Menggunakan banyak jalur apabila terjadi suatu pertentangan dari hadits tersebut.
3.      Menggunakan hadits-hadits yang tidak dipakai oleh para muhaditsin.
4.      Didasarkan pada lafal-lafal tertentu
D.    Syarah-syarah Kitab[5]
Dalah hal ini, penulis belum menemukan syarah-syarah Kitab Musnad Mustakhroj ala Shahih Imam Muslim. Hanya saja penulis menemekukan karya-karya kitab Abu Nu’aim lainnya, seperti:
1.      Hilyatul Aualiya
2.      Tarikh ash-Bahan
3.      Ma’rifatus Shahabah (طبع)
4.      Dalailu an Nubuwwah (طبع)
5.      Ulumul Hadits
6.      Al-Mustakhroj ala Bukhori
7.      Al-Mustakhroj ala Muslim al-Ma’ruf bi Musnad Abu Naim
8.      Shifatul Jannah
9.      Thubbun Nabi Saw Makhthuth
10.  Fadhailu awwail min aminu bi Rasul
11.  Mu’jam asy-Syuyukh wa jam’uhul Hafidz Abu Bakar Muhammad bin Yusuf
12.  Al-Mustakhroj ‘ala Kitab li ibnu Khuzaimah
13.  Al-Mustakhroj ‘ala Kitab Ulumul Hadits lil Hakim
14.  Fadhailu Shahabah
15.  Ma’rifatus Shahabah
16.  Kitab al-Mu’taqadu
17.  Kitab : Thuruqu Hadits “ان لله تسعة و تسعين اسما
18.  Fadhila as-Siwak
19.  Kitabul Huda
20.  Kitab Musallasat (اي الاحديث مسلسلة)
21.  Kitab Fadhilul ‘Ilmi
22.  ‘Amalul Yauma wa al-Laili
23.  Juz`u Fadhilu Suratu al-Ikhlas
24.  Al-Jaza`u al-Wahtsiyat
25.  Muqtatifatu min al-Bukhari wa Muslim

E.     Penilaian Ulama atas Kitab Mustakhroj Imam Muslim[6]
Menurut kitab ini, Abu Nu’aim memiliki kedudukan yang tinggi diantara para ulama. Beliau adalah ulama yang hafal banyak hadits dan mampu menjelaskan tingkatan sanad yang tinggi yang tidak ada tandingannya dan menjadi sandaranbagi penghafal hadits lainnya. Berikut adalah pendapat-pendapat lainnya.
1.      Abu Muhammad as Samarqandi
Beliau berkata : saya mendengar Abu Bakar al Khatib berkata: “saya tidak pernah melihat seseorang yang dijuluki al-Hufadz selain dari dua orang, yaitu Abu Nu’aim al Ashbahani dan Abu Hazim al ‘Abdawiy”
2.      Ahmad bin Muhammad bin Mardawiyah
Ahmad bin Muhammad bin Mardawiyah berkata bahwa Abu Nu’aim pada masanya menjadi tempat tujuan orang-orang (tokoh masyarakat) dan sering di datangi orang-orang dikarenakan tidak ada diberbagai pelosok bumi orang yang lebih memahami sanad dan lebih hafal hadits daripada Abu Nu’aim. Beliau adalah penghafal hadits skala dunia/ internasional. Banyak orang yang berguru pada beliau. Setiap hari kami selalu melihat salah satu dari mereka membicarakan hadits yang ingin mereka pahami dan ketika beliau hendak pulang ke rumah, seringkali dibacakan satu juz hadits kepada beliau di tengah jalan, dan beliaupun tidak melarangnya sehingga beliau tidak punya waktu makan siang selain untuk menulis dan mengajar.
3.      Ibnu Najar
Ibnu Najar mengatakan bahwa Abu Nu’aim adalah mahkota ahli hadits dan salah satu ulama besar.
4.      Hamzah bin Abbas al Alawi
Menurut hamzah bin Abbas al Alawiyah bahwa ulama-ulama ahli hadits mengatakan Abu Nu’aim bertahan atau eksis pada masanya selama 14 tahun tanpa tandingan, tidak ditemukan di timur dan di barat yang sanadnya lebih tinggi dari beliau dan lebih kuat hafalannya dri beliau.
5.      Ibnu Jauzi
Menurut Ibnu Jauzi bahwa Abu Nu’aim mendapatkan banyak hadits dan mengarang banyak hadits juga. Beliau sanat condong pada mazhab Asy’ari daam teologi. Imam abu Amdirrahman as salami meriwayatkan hadits dari Abu Nu’aim, padahal beliau sendiri lebih senior dalam kitab Thabaqatus Sulfiyah. Abu Thahir as Salafi berkata : “saya mendengar Abul Ala yakni Muhammad bin Abdil Jabar al Qursadi berkata bahwa ‘saya pernah menghadiri majlis Abu Bakar bin Abu Ali ad Dzakwaniy, sewaktu saya kecil bersama ayah ketika beliau selesai mengaji beliau berkata (Barangsiapa yang ingin menghadiri majlis Abu Nu’aim maka brdirilah) padahal, Abu Nu’aim saat itu sedang dicekal, yang disebabkan adanya perbedaan madzhb. Pada saat itu terjadi antara asy’ariyah dan Hanadillah. Karena ada sesuatu yang menyebabkan pindah, serta adanya perbedaan inilah yang menjadikanadanyatindak pembunuhan.”
F.     Daftar Pustaka
Imam Hafidz Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq al Ashbahani. Musnad Mustakhraj ‘ala Shahih Imam Muslim. Beirut : Darul Al Maktab al-ilmiyah. Juz 1-4


[1] Imam Hafidz Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq al Ashbahani. Musnad Mustakhraj ‘ala Shahih Imam Muslim Juz 1. (Beirut : Darul Al Maktab al-ilmiyah). hal. 9-20
[2] Imam Hafidz Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq al Ashbahani. Musnad Mustakhraj ‘ala Shahih Imam Muslim Juz 1. (Beirut : Darul Al Maktab al-ilmiyah). hal. 10-12
[3] Imam Hafidz Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq al Ashbahani. Musnad Mustakhraj ‘ala Shahih Imam Muslim Juz 1. (Beirut : Darul Al Maktab al-ilmiyah). hal. 12-15
[4] Imam Hafidz Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq al Ashbahani. Musnad Mustakhraj ‘ala Shahih Imam Muslim Juz 1. (Beirut : Darul Al Maktab al-ilmiyah). hal. 3-4
[5] Imam Hafidz Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq al Ashbahani. Musnad Mustakhraj ‘ala Shahih Imam Muslim Juz 1. (Beirut : Darul Al Maktab al-ilmiyah). hal. 17-19
[6] Imam Hafidz Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq al Ashbahani. Musnad Mustakhraj ‘ala Shahih Imam Muslim Juz 1. (Beirut : Darul Al Maktab al-ilmiyah). hal. 19-20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post