Rabu, 15 Oktober 2014

Mahar dalam al-Quran


 oleh : Neni nur'aeni dan Nailufarh
A.    Pendahuluan
Pernikahan merupakan peristiwa sakral yang bertujuan mempersatukan dua insan yang tidak memiliki ikatan untuk menjadi halal dalam menjalin ikatan keluarga. Dengan pernikahan akan memperkuat hubungan antarsesama manusiayang menjadi sebab terjaminnya ketenangan, cinta dan kasih sayang.Melihat manfaat dari pernikahan yang sangat besar, menjadikan seluruh unsur yang terkait didalamnya pun menjadi hal yang sangat penting, salah satunya adalah mahar. Mahar dalam pernikahan memiliki peranan penting, karena mahar merupakan salah satu syarat yang membuat proses pernikahan menjadi sah menurut syari’at Islam.
Mahar termasuk keutamaan agama Islam dalam melindungi dan memuliakan kaum wanita dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan.Pemberian itu harus diberikan secara ikhlash. Berangkat dari besarnya pengaruh mahar dalam pernikahan, dalam makalah ini penyusun akan mencoba mengulas beberapa aspek yang berkaitan dengan mahar penikahan, seperti pengertian mahar, macam-macam mahar, kedudukan mahar dan hikmah disyari’atkannya mahar dalam pernikahan.

B.     Pengertian Mahar
Kata mahar berasal dari bahasa Arab bentuk masdar, yakni mahran atau kata kerja, yakni fi’il dari mahara yamhuru mahran.Kebiasaan pembayaran mahar dengan mas, maka mahar diidentikan dengan maskawin.[1]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahar diartikan sebagai pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah.[2]
004. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.[3]
Ayat di atas menyebutkan maskawin dengan shaduqat.Kata shaduqat berasal dari kata shiddiq, shadaq yang memiliki arti jujur, putih hati. Jadi, dapat diartikan bahwa shaduqat atau maskawin adalah harta yang diberikan dengan putih hati, hati suci kepada calon isteri yang akan menikah.
Selain shaduqat, maskawin atau mahar disebutkan dalam al-Quran dengan kata ajrun atau ajurahunna.Seperti dalam surah an-Nisa ayat 25 :
..........فَانكِحُوهُنَّبِإِذْنِأَهْلِهِنَّوَآتُوهُنَّأُجُورَهُنَّبِالْمَعْرُوفِ.........﴿٢٥﴾
025. “……Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut…..”
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mahar atau maskawin adalah pemberian dari pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan berupa harta atau barang manfaat karena adanya ikatan perkawinan.Bentuk dan jenis mahar tidak ditetapkan dalam hukum perkawinan Islam.hanya saja, kedua mempelai dianjurkan melakukan musyawarah untuk menyepakati mahar yang akan diberikan.[4]

C.    Bentuk Mahar
Yang dimaksud dengan bentuk mahar adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat dijadikan pengganti (dapat ditukarkan).Bentuk maskawin atau mahar boleh apa saja, tidak ada batasan minimal atau maksimalnya, yang terpenting adalah sesuatu yang bernilai dan bermanfaat,[5] kecuali benda-benda yang diharamkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya, seperti khamar, daging babi, bangkai, dan sebagainya. Begitu juga benda-benda yang tidak bias dimiliki, seperti air, binatang-binatang yang tidak dapat dimiliki dan sebagainya.Selain dengan harta (materi), mahar juga boleh dengan selain harta (immateri) seperti dengan bacaan (mengajarkan) al-Quran.[6]
Selain yang disebutkan di atas, berikut adalah beberapa bentuk mahar lainnya.
1.      Mahar berupa upah
027. Berkatalah dia (Syu`aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".
2.      Mahar berupa emas
Mahar dapat berupa emas, misalnya cincin, gelang, kalung, dan sejenisnya
3.      Mahar berupa makanan
Mahar juga dapat beupa makanan, seperti kurma, gabah, dan buah-buahan



D. Kedudukan Mahar
Mahar merupakan salah satu unsur penting dalam suatu pernikahan.Kedudukan mahar sendiri dipertegas dalam ayat al-Qur`an yang berbunyi:[7]
(#qè?#uäuruä!$|¡ÏiY9$#£`ÍkÉJ»s%ß|¹\'s#øtÏU4bÎ*sùtû÷ùÏÛöNä3s9`tã&äóÓx«çm÷ZÏiB$T¡øÿtRçnqè=ä3sù$\«ÿÏZyd$\«ÿƒÍ£D
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”(QS. an-Nisa [4] ayat 4)
Dalam Tafsir Al-Mishbah mahar dinamai oleh ayat di atasshaduqât yang artinya “kebenaran”. Hal ini karena mahar itu didahului oleh janji, maka pemberian itu merupakan bukti kebenaran janji.Dari segi kedudukan mahar sebagai lambang kesediaan suami menanggung kebutuhan hidup istri, maka mahar hendaknya sesuatu yang bernilai materi, walau hanya cincin dari besi sebagaimana sabda Nabi Saw.Kemudian mahar dinamai dengan nihlah yang artinya pemberian yang tulus tanpa mengharapkan sedikit pun imbalan.Artinya mahar yang diserahkan oleh mempelai laki-laki itu merupakan bukti kebenaran dan ketulusan hati, yang diberikannya tanpa mengharapkan imbalan, bahkan diberikannya karena didorong oleh tuntunan agama atau pandangan hidupnya.[8]
Selain ayat di atas, kedudukan mahar diperkuat kembali dalam surat yang sama, yaitu:[9]
àM»oY|ÁósßJø9$#urz`ÏBÏä!$|¡ÏiY9$#žwÎ)$tBôMs3n=tBöNà6ãY»yJ÷ƒr&(|=»tGÏ.«!$#öNä3øn=tæ4¨@Ïmé&urNä3s9$¨Buä!#uuröNà6Ï9ºsŒbr&(#qäótFö6s?Nä3Ï9ºuqøBr'Î/tûüÏYÅÁøtCuŽöxîšúüÅsÏÿ»|¡ãB4$yJsùLäê÷ètGôJtGó$#¾ÏmÎ/£`åk÷]ÏB£`èdqè?$t«sù Æèduqã_é&ZpŸÒƒÌsù4Ÿwuryy$oYã_öNä3øn=tæ$yJŠÏùOçF÷|ʺts?¾ÏmÎ/.`ÏBÏ÷èt/ÏpŸÒƒÌxÿø9$#4¨bÎ)©!$#tb%x.$¸JŠÎ=tã$VJŠÅ3ymÇËÍÈ
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. an-Nisa [4] ayat 24)
Pada ayat tersebut menunjukkan bahwa mahar menjadi kewajiban calon mempelai laki-laki.[10]Sedangkan jumlah, bentuk dan jenis mahar berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak (pihak laki-laki dan perempuan).[11]Pernikahan merupakan perjanjian sakral antara calon mempelai laki-laki dengan calon mempelai wanita yang hendak membangun rumah tangga dengan tujuan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.Oleh karena itu, yang paling substansial dari pernikahan adalah tercapainya tujuan tersebut.Akan tetapi, sebelum mencapai tujuan yang dimaksudkan, rukun dan syarat pernikahan harus terpenuhi.[12]
Menurut Kompilasi Hukum Islam, pembayaran mahar tidak termasuk rukun dan syarat dalam pernikahan, tetapi tidak ada nikah yang sah jika tidak disertai dengan pembayaran mahar. Dengan demikian, salah satu syarat sahnya pernikahan adalah adanya akad atau ijab qabul, dan dalam pengucapan ijab qabul harus disebutkan mengenai mahar yang diberikan oleh calon mempelai laki-laki.Hal itu berari kedudukan mahar tidak berbeda dengan kedudukan syarat-syarat dalam pernikahan karena nikah tanpa mahar tidak dibenarkan oleh syari’at Islam.[13]

E. Hikmah disyari’atkannya Mahar
Mahar disyari’atkan Allah Swt untuk memberikan penjelasan bahwa pernikahan mempunyai kedudukan yang tinggi.[14]Adapun hikmah disyari’atkannya mahar adalah sebagai berikut.
1.      Menunjukkan kemuliaan wanita, karena wanita yang dicari laki-laki bukan laki-laki yang dicari wanita. Laki-laki yang berusaha untuk mendapatkan wanita meskipun harus mengorbankan hartanya.[15]
2.      Mengangkat derajat perempuan dan memberikan hak kepemilikannya. Sehingga diberi hak menerima mahar dari suaminya saat menikah, dan menjadikan mahar sebagai kewajiban bagi suami untuk menghormati perempuan dengan memberikan mahar tersebut.[16]
3.      Menunjukkan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada isterinya, karena mahar itu sifatnya pemberian, hadiah, atau hibah yang oleh al-Qur`an diistilahkan dengan nihlah (pemberian dengan penuh kerelaan), bukan sebagai pembayar harga wanita.[17]
4.      Menunjukkan kesungguhan diri karena menikah dan berumah tangga bukanlah main-main dan perkara yang bisa dipermainkan.[18]
5.      Menunjukkan tanggung jawab suami dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah, karenanya laki-laki adalah pemimpin atas wanita dalam kehidupan rumah tangganya. Dan untuk mendapatkan hak itu, wajar bila suami harus mengeluarkan hartanya sehingga ia harus lebih bertanggung jawab dan tidak sewenang-wenang terhadap isterinya.[19] Sebagaimana firman Allah Swt yang berbunyi:[20]
ãA%y`Ìh9$#šcqãBº§qs%n?tãÏä!$|¡ÏiY9$#$yJÎ/Ÿ@žÒsùª!$#óOßgŸÒ÷èt/4n?tã<Ù÷èt/!$yJÎ/ur(#qà)xÿRr&ô`ÏBöNÎgÏ9ºuqøBr&4àM»ysÎ=»¢Á9$$sùìM»tGÏZ»s%×M»sàÏÿ»ymÉ=øtóù=Ïj9$yJÎ/xáÏÿymª!$#4ÓÉL»©9$#urtbqèù$sƒrB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù£`èdrãàf÷d$#urÎûÆìÅ_$ŸÒyJø9$#£`èdqç/ÎŽôÑ$#ur(÷bÎ*sùöNà6uZ÷èsÛr&Ÿxsù(#qäóö7s?£`ÍköŽn=tã¸xÎ6y3¨bÎ)©!$#šc%x.$wŠÎ=tã#ZŽÎ6Ÿ2ÇÌÍÈ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka), wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”(QS. an-Nisa [4] ayat 34)


Referensi:
At-Tuwaijiri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah. 2011. Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta: Darus Sunnah. Cetke-IX
Shihab, Quraish. 2007.  Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. Vol. 2.Cet ke-VIIIIdris Ramulya, Mohd. 2004.  Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Cet ke-V
Ahmad Saebani, Beni. 2008. Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-undang. Bandung: Pustaka Setia
Aplikasi Al-Qur`an dan Terjemah




[1]Beni Ahmad Saebani.Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang.(Bandung : Pustaka Setia. 2008). hal. 93
[2]Ilman Dhohiry. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V1.1). freeware@2010 by Sbta Setiawan
[3] Aplikasi Quran terjemah
[4]Beni Ahmad Saebani.Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang.(Bandung : Pustaka Setia. 2008). hal. 94

[5]Beni Ahmad Saebani.Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang.(Bandung : Pustaka Setia. 2008). hal. 108

[6]Beni Ahmad Saebani.Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang.(Bandung : Pustaka Setia. 2008). hal. 107

[7]Aplikasi al-Qur`an dan Terjemah,
[8]Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), vol. 2, cet ke-VIII, hlm. 346
[9]Aplikasi al-Qur`an dan Terjemah,
[10] Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-undang, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 120
[11]Mohd. Idris Ramulya, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet ke-5, hlm. 76
[12]Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-undang, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 121
[13]Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-undang, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 136-137
[14]“Makalah Mahar Pernikahan”, http://excellent165.blogspot.com/2013/04/makalah-mahar-pernikahan.html, diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 16.47 WIB
[15] Yusuf Qardhawi, “Hikmah Disyari’atkan Mahar”, http://anugerah.hendra.or.id/pernikahan/mahar/hikmah-disyariatkannya-mahar/, diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 17.02
[16]Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, (Jakarta: darus Sunnah, 2011), cet ke-IX, hlm. 1033
[17]Yusuf Qardhawi, “Hikmah Disyari’atkan Mahar”, http://anugerah.hendra.or.id/pernikahan/mahar/hikmah-disyariatkannya-mahar/, diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 17.02
[18]Yusuf Qardhawi, “Hikmah Disyari’atkan Mahar”, http://anugerah.hendra.or.id/pernikahan/mahar/hikmah-disyariatkannya-mahar/, diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 17.02
[19] Yusuf Qardhawi, “Hikmah Disyari’atkan Mahar”, http://anugerah.hendra.or.id/pernikahan/mahar/hikmah-disyariatkannya-mahar/, diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 17.02
[20] Aplikasi Al-Qur`an dan Terjemah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post