oleh : Neni nur'aeni dan Nailufarh
A.
Pendahuluan
Pernikahan merupakan peristiwa sakral yang bertujuan mempersatukan
dua insan yang tidak memiliki ikatan untuk menjadi halal dalam menjalin ikatan
keluarga. Dengan pernikahan akan memperkuat hubungan antarsesama manusiayang
menjadi sebab terjaminnya ketenangan, cinta dan kasih sayang.Melihat manfaat
dari pernikahan yang sangat besar, menjadikan seluruh unsur yang terkait
didalamnya pun menjadi hal yang sangat penting, salah satunya adalah mahar.
Mahar dalam pernikahan memiliki peranan penting, karena mahar merupakan salah
satu syarat yang membuat proses pernikahan menjadi sah menurut syari’at Islam.
Mahar termasuk keutamaan agama Islam dalam melindungi dan
memuliakan kaum wanita dengan memberikan hak yang dimintanya dalam
pernikahan.Pemberian itu harus diberikan secara ikhlash. Berangkat dari
besarnya pengaruh mahar dalam pernikahan, dalam makalah ini penyusun akan
mencoba mengulas beberapa aspek yang berkaitan dengan mahar penikahan, seperti
pengertian mahar, macam-macam mahar, kedudukan mahar dan hikmah
disyari’atkannya mahar dalam pernikahan.
B.
Pengertian Mahar
Kata mahar berasal dari bahasa Arab bentuk masdar, yakni mahran
atau kata kerja, yakni fi’il dari mahara yamhuru mahran.Kebiasaan pembayaran
mahar dengan mas, maka mahar diidentikan dengan maskawin.[1]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahar diartikan sebagai
pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai
perempuan ketika dilangsungkan akad nikah.[2]
004. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya.[3]
Ayat di atas menyebutkan maskawin dengan shaduqat.Kata shaduqat
berasal dari kata shiddiq, shadaq yang memiliki arti jujur, putih hati. Jadi,
dapat diartikan bahwa shaduqat atau maskawin adalah harta yang diberikan dengan
putih hati, hati suci kepada calon isteri yang akan menikah.
Selain shaduqat, maskawin atau mahar disebutkan dalam al-Quran
dengan kata ajrun atau ajurahunna.Seperti dalam surah an-Nisa
ayat 25 :
..........فَانكِحُوهُنَّبِإِذْنِأَهْلِهِنَّوَآتُوهُنَّأُجُورَهُنَّبِالْمَعْرُوفِ.........﴿٢٥﴾
025. “……Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka
dan berilah maskawin mereka menurut yang patut…..”
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mahar atau
maskawin adalah pemberian dari pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan
berupa harta atau barang manfaat karena adanya ikatan perkawinan.Bentuk dan
jenis mahar tidak ditetapkan dalam hukum perkawinan Islam.hanya saja, kedua
mempelai dianjurkan melakukan musyawarah untuk menyepakati mahar yang akan
diberikan.[4]
C.
Bentuk Mahar
Yang dimaksud dengan bentuk mahar adalah sesuatu yang dapat
dimiliki dan dapat dijadikan pengganti (dapat ditukarkan).Bentuk maskawin atau
mahar boleh apa saja, tidak ada batasan minimal atau maksimalnya, yang
terpenting adalah sesuatu yang bernilai dan bermanfaat,[5]
kecuali benda-benda yang diharamkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya, seperti
khamar, daging babi, bangkai, dan sebagainya. Begitu juga benda-benda yang
tidak bias dimiliki, seperti air, binatang-binatang yang tidak dapat dimiliki
dan sebagainya.Selain dengan harta (materi), mahar juga boleh dengan selain
harta (immateri) seperti dengan bacaan (mengajarkan) al-Quran.[6]
Selain yang disebutkan di atas, berikut adalah beberapa bentuk
mahar lainnya.
1.
Mahar
berupa upah
027. Berkatalah
dia (Syu`aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah
seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan
tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)
dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".
2.
Mahar
berupa emas
Mahar dapat berupa emas, misalnya
cincin, gelang, kalung, dan sejenisnya
3.
Mahar
berupa makanan
Mahar juga dapat beupa makanan,
seperti kurma, gabah, dan buah-buahan
D. Kedudukan Mahar
Mahar merupakan salah satu unsur penting dalam suatu pernikahan.Kedudukan
mahar sendiri dipertegas dalam ayat al-Qur`an yang berbunyi:[7]
(#qè?#uäuruä!$|¡ÏiY9$#£`ÍkÉJ»s%ß|¹\'s#øtÏU4bÎ*sùtû÷ùÏÛöNä3s9`tã&äóÓx«çm÷ZÏiB$T¡øÿtRçnqè=ä3sù$\«ÿÏZyd$\«ÿÍ£D
“Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan.Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”(QS. an-Nisa [4] ayat 4)
Dalam Tafsir Al-Mishbah mahar dinamai oleh ayat di atasshaduqât
yang artinya “kebenaran”. Hal ini karena mahar itu didahului oleh janji, maka
pemberian itu merupakan bukti kebenaran janji.Dari segi kedudukan mahar sebagai
lambang kesediaan suami menanggung kebutuhan hidup istri, maka mahar hendaknya
sesuatu yang bernilai materi, walau hanya cincin dari besi sebagaimana sabda
Nabi Saw.Kemudian mahar dinamai dengan nihlah yang artinya pemberian
yang tulus tanpa mengharapkan sedikit pun imbalan.Artinya mahar yang diserahkan
oleh mempelai laki-laki itu merupakan bukti kebenaran dan ketulusan hati, yang
diberikannya tanpa mengharapkan imbalan, bahkan diberikannya karena didorong
oleh tuntunan agama atau pandangan hidupnya.[8]
Selain ayat di atas, kedudukan mahar diperkuat kembali dalam surat
yang sama, yaitu:[9]
àM»oY|ÁósßJø9$#urz`ÏBÏä!$|¡ÏiY9$#wÎ)$tBôMs3n=tBöNà6ãY»yJ÷r&(|=»tGÏ.«!$#öNä3øn=tæ4¨@Ïmé&urNä3s9$¨Buä!#uuröNà6Ï9ºsbr&(#qäótFö6s?Nä3Ï9ºuqøBr'Î/tûüÏYÅÁøtCuöxîúüÅsÏÿ»|¡ãB4$yJsùLäê÷ètGôJtGó$#¾ÏmÎ/£`åk÷]ÏB£`èdqè?$t«sù Æèduqã_é&ZpÒÌsù4wuryy$oYã_öNä3øn=tæ$yJÏùOçF÷|ʺts?¾ÏmÎ/.`ÏBÏ÷èt/ÏpÒÌxÿø9$#4¨bÎ)©!$#tb%x.$¸JÎ=tã$VJÅ3ymÇËÍÈ
“Dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas
kamu.dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari
isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka
isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah
Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. an-Nisa [4] ayat 24)
Pada ayat tersebut menunjukkan bahwa mahar menjadi kewajiban calon
mempelai laki-laki.[10]Sedangkan
jumlah, bentuk dan jenis mahar berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak
(pihak laki-laki dan perempuan).[11]Pernikahan
merupakan perjanjian sakral antara calon mempelai laki-laki dengan calon
mempelai wanita yang hendak membangun rumah tangga dengan tujuan membentuk
keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.Oleh karena itu, yang paling
substansial dari pernikahan adalah tercapainya tujuan tersebut.Akan tetapi,
sebelum mencapai tujuan yang dimaksudkan, rukun dan syarat pernikahan harus
terpenuhi.[12]
Menurut Kompilasi Hukum Islam, pembayaran mahar tidak termasuk
rukun dan syarat dalam pernikahan, tetapi tidak ada nikah yang sah jika tidak
disertai dengan pembayaran mahar. Dengan demikian, salah satu syarat sahnya
pernikahan adalah adanya akad atau ijab qabul, dan dalam pengucapan ijab qabul
harus disebutkan mengenai mahar yang diberikan oleh calon mempelai
laki-laki.Hal itu berari kedudukan mahar tidak berbeda dengan kedudukan
syarat-syarat dalam pernikahan karena nikah tanpa mahar tidak dibenarkan oleh
syari’at Islam.[13]
E. Hikmah disyari’atkannya Mahar
Mahar disyari’atkan Allah Swt untuk memberikan penjelasan bahwa
pernikahan mempunyai kedudukan yang tinggi.[14]Adapun
hikmah disyari’atkannya mahar adalah sebagai berikut.
1.
Menunjukkan
kemuliaan wanita, karena wanita yang dicari laki-laki bukan laki-laki yang
dicari wanita. Laki-laki yang berusaha untuk mendapatkan wanita meskipun harus
mengorbankan hartanya.[15]
2.
Mengangkat
derajat perempuan dan memberikan hak kepemilikannya. Sehingga diberi hak
menerima mahar dari suaminya saat menikah, dan menjadikan mahar sebagai
kewajiban bagi suami untuk menghormati perempuan dengan memberikan mahar
tersebut.[16]
3.
Menunjukkan
cinta dan kasih sayang seorang suami kepada isterinya, karena mahar itu
sifatnya pemberian, hadiah, atau hibah yang oleh al-Qur`an diistilahkan dengan nihlah
(pemberian dengan penuh kerelaan), bukan sebagai pembayar harga wanita.[17]
4.
Menunjukkan
kesungguhan diri karena menikah dan berumah tangga bukanlah main-main dan
perkara yang bisa dipermainkan.[18]
5.
Menunjukkan
tanggung jawab suami dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah,
karenanya laki-laki adalah pemimpin atas wanita dalam kehidupan rumah
tangganya. Dan untuk mendapatkan hak itu, wajar bila suami harus mengeluarkan
hartanya sehingga ia harus lebih bertanggung jawab dan tidak sewenang-wenang
terhadap isterinya.[19]
Sebagaimana firman Allah Swt yang berbunyi:[20]
ãA%y`Ìh9$#cqãBº§qs%n?tãÏä!$|¡ÏiY9$#$yJÎ/@Òsùª!$#óOßgÒ÷èt/4n?tã<Ù÷èt/!$yJÎ/ur(#qà)xÿRr&ô`ÏBöNÎgÏ9ºuqøBr&4àM»ysÎ=»¢Á9$$sùìM»tGÏZ»s%×M»sàÏÿ»ymÉ=øtóù=Ïj9$yJÎ/xáÏÿymª!$#4ÓÉL»©9$#urtbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù£`èdrãàf÷d$#urÎûÆìÅ_$ÒyJø9$#£`èdqç/ÎôÑ$#ur(÷bÎ*sùöNà6uZ÷èsÛr&xsù(#qäóö7s?£`Íkön=tã¸xÎ6y3¨bÎ)©!$#c%x.$wÎ=tã#ZÎ62ÇÌÍÈ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah
Telah memelihara (mereka), wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”(QS. an-Nisa [4] ayat 34)
Referensi:
At-Tuwaijiri, Syaikh Muhammad bin
Ibrahim bin Abdullah. 2011. Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta: Darus
Sunnah. Cetke-IX
Shihab, Quraish. 2007. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera
Hati. Vol. 2.Cet ke-VIIIIdris Ramulya, Mohd. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara. Cet ke-V
Ahmad Saebani, Beni. 2008. Perkawinan
Dalam Hukum Islam dan Undang-undang. Bandung: Pustaka Setia
Aplikasi Al-Qur`an dan Terjemah
[1]Beni
Ahmad Saebani.Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang.(Bandung :
Pustaka Setia. 2008). hal. 93
[2]Ilman Dhohiry. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI V1.1). freeware@2010 by Sbta Setiawan
[3]
Aplikasi Quran terjemah
[4]Beni
Ahmad Saebani.Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang.(Bandung :
Pustaka Setia. 2008). hal. 94
[5]Beni
Ahmad Saebani.Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang.(Bandung :
Pustaka Setia. 2008). hal. 108
[6]Beni
Ahmad Saebani.Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang.(Bandung :
Pustaka Setia. 2008). hal. 107
[7]Aplikasi
al-Qur`an dan Terjemah,
[8]Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), vol. 2, cet
ke-VIII, hlm. 346
[9]Aplikasi
al-Qur`an dan Terjemah,
[10]
Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-undang,
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 120
[11]Mohd.
Idris Ramulya, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet
ke-5, hlm. 76
[12]Beni
Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-undang, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), hlm. 121
[13]Beni
Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-undang, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), hlm. 136-137
[14]“Makalah
Mahar Pernikahan”, http://excellent165.blogspot.com/2013/04/makalah-mahar-pernikahan.html,
diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 16.47 WIB
[15]
Yusuf Qardhawi, “Hikmah Disyari’atkan Mahar”, http://anugerah.hendra.or.id/pernikahan/mahar/hikmah-disyariatkannya-mahar/,
diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 17.02
[16]Syaikh
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil,
(Jakarta: darus Sunnah, 2011), cet ke-IX, hlm. 1033
[17]Yusuf
Qardhawi, “Hikmah Disyari’atkan Mahar”, http://anugerah.hendra.or.id/pernikahan/mahar/hikmah-disyariatkannya-mahar/,
diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 17.02
[18]Yusuf
Qardhawi, “Hikmah Disyari’atkan Mahar”, http://anugerah.hendra.or.id/pernikahan/mahar/hikmah-disyariatkannya-mahar/,
diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 17.02
[19]
Yusuf Qardhawi, “Hikmah Disyari’atkan Mahar”, http://anugerah.hendra.or.id/pernikahan/mahar/hikmah-disyariatkannya-mahar/,
diunduh pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 17.02
[20]
Aplikasi Al-Qur`an dan Terjemah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar