Korupsi
dalam Perspektif Al-Quran
Abstrak
Korupsi dalam kehidupan manusia bukan
merupakan tradisi baru, melainkan tindak kejahatan dan kriminal berbasis
pengkhiyanatan yang telah melembaga dalam suatu sistem yang kuat dan menyejarah.
Tindak korupsi ini memiliki banyak bentuk, seperti ; a. Riba,
yaitu memakan harta orang lain tanpa adanya imbalan yang sewajarnya dari orang
yang memberikan harta. b. Harta yang diberikan untuk para penguasa atau para
hakim sebagaisuap kepada mereka. c. penipuan dan pemerasan, seperti yang
dilakukan oleh para calo dengan memalsukan barang yang akan dijual. Sebeluam
dijual, diberikan. Kondisi korupsi yang telah menyatu dalam diri seseorang akan
menyuburkan sifat-sifat negatif, semisal khianat, ketergesaan yang tidak
terkendali, dusta, serakah, dengki, dan korupsi akan meniadakan sifat-sifat
terpuji, sepeti amānah (terpercaya), ṣabar (tabah), tawakkal
(pasrah), ṣidq (jujur) yang dapat dijadikan pengendali diri dalam
menghadapi godaan karupsi.
A. Latar Belakang Masalah
Semakin maraknya tindakan kejahatan yang
terjadi dimuka bumi menyebabkan orang-orang hidup dalam kesulitan dan
kesengasaraan khususnya kaum yang lemah. Kelaparan melanda orang-orang yang
hidup dalam kemiskinan dan serba kekurangan. Selain itu, lapangan pekerjaan
yang semakin sulit diraih oleh masyarakat karena banyaknya peraturan yang tidak
sesuai dengan syariat bahkan aturan negara, yang pada akhirnya angka kemiskinan
di negara Indonesia setiap tahunnya meningkat.
Hal ini tidak terlepas dari kepemimpinan dalam
suatu pemerintahan yang kurang memperhatikan rakyatnya yang sangat membutuhkan
bantuannya. Apalagi dengan banyaknya tindakan penyelewengan dalam masalah
keuangan yang semakin meningkat (korupsi). Dengan demikian menjadikan orang
kaya semakin kaya dan orang miskin semakin tercekik karena tidak bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari, seiring dengan terus meningkatnya harga
krisis moneter setiap tahunnya.
Dalam pembahasan makalah ini akan menjelaskan
tentang masalah ‘Korupsi, dimana dalam pembahasannya meliputi keterangan yang
dikaitkan dengan ayat al-Quran dan hadis sebagai penjelasnya, sehingga dapat
diketahui pesan moral atau hikmah dari pembahasan tersebut. Kiranya pembahasan
dalam makalah ini, semoga dapat memberikan manfaat dan menambahkan wawasan
pengetahuan bagi pembaca.
B.
Rumusan Masalah
Dari pernyataan di atasdapat dirumuskan masalah sebagai berikut.Bagaimana korupsi dalam perspektif
al-Quran?
C.
Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas dapat diambil
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.Mengetahui perspektif
al-Quran dalam pembahasan korupsi.
D. Kajian Teori
Ada beberapa pengertian tentang korupsi dari
para ahli, salah satunya adalah sebagai berikut:
“Menurut J.W. Schoorl, korupsi adalah penggunaan kekuasaan negara untuk
memperoleh penghasilan, keuntungan, atau prestise perorangan atau untuk memberi
keuntungan bagi sekelompok orang atau kelas sosial dengan cara yang
bertentangan dengan undang-undang atau dengan norma akhlak yang tinggi”[1]
Menurut
Hamka dalam tafsirnya bahwa yang di namakan korupsi adalah segala usaha mencari keuntungan untuk
diri sendiri danga jalan tidak wajar dan merugikan sesama manusia, yang selalu
bertemu dalam masyarakat.Sehingga orang
beroleh kekayaan dengan penghisapan dan penipuan kepada sesamanya manusia.[2]
Kamus Besar
Bahasa Indonesia mendefinisikan korupsi sebagai penyelewengan atau penggelapan
uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun
orang lain.[3]
Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa tindakan korupsi dan kolusi
adalah suatu penyimpangan yang terjadi baik itu di suatu lembaga pemerintahan,
atau masyarakat tertentu. Tindakan korupsi juga dapat terjadi di sekelompok
orang atau kelas sosial selain di lembaga pemerintahan.
Tindakan ini merupakan suatu penyimpangan, karena dapat merugikan banyak
pihak mulai dari golongan atasnya yang sederajat maupun golongan bawah. Sungguh
tindakan ini sangat dilarang oleh syariat Islam. Namun, dalam kenyataannya
sangat sulit sekali mengetahui apakah kriteria seseorang itu dapat dikatakan
telah melakukan pelanggaran hukum negara atau tidak. Kasus ini hanya dapat
diketahui secara pasti oleh petugas yang telah diberi mandat untuk berkewajiban
menangani kasus korupsi dan kolusi atau di negara Indonesia disebut dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi).
E. Pembahasan
Secara harfiah di dalam al-Qur`an tidak ditemukan
kosakata korupsi, tetapi jika dilihat pada pesan esensial yang terkandung dalam
makna term korupsi sebagai pengkhianatan terhadap amanat, maka ada term yang
memiliki kedekatan makna dengannya, yakni Akl. Jika dilihat dari sudut pandang eksistensi
perbuatannya, korupsi termasuk ke dalam perbuatan batil mengingat kandungan
artinya meliputi kecenderungan kepada mengambil atau memakan harta dengan cara
yang batal yang dilarang oleh Allah swt dalam surah al-Baqarah/2 : 188;
wur(#þqè=ä.ù's?Nä3s9ºuqøBr&Nä3oY÷t/È@ÏÜ»t6ø9$$Î/(#qä9ôè?ur!$ygÎ/n<Î)ÏQ$¤6çtø:$#(#qè=à2ù'tGÏ9$Z)Ìsùô`ÏiBÉAºuqøBr&Ĩ$¨Y9$#ÉOøOM}$$Î/óOçFRr&urtbqßJn=÷ès?ÇÊÑÑÈ
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu
memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, Padahal kamu mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [2]:188)[4]
1. Arti Al-Mufradat
Al-Akl: (makan) ialah mengambil atau menguasai. Dalam ayat ini,
menggunakan kata al-akl karena arti kata ini mencakup segalanya dan
paling banyak membutuhkan biaya.Makan ini merupakan kebutuhan pokok dan
penting, serta makan juga dapat mempengaruhi keadaan yang baik.
Al-Bathil: asal katanya adalah buthlan, artinya yaitu curang atau merugikan.
Mengambil harta dengan cara bathil
berarti mengambil dengan cara tanpa imbalan
sesuatu yang hakiki. Syariat Islam melarang mengambil harta tanpa imbalan dan
tanpa kerelaan dari orang yang memilikinya.Bisa juga menginfakkan harta dijalan
yang tidak bermanfaat dan tidak sebenarnya.
Al- Idha: menurunkantimba guna mengambil air. Sedangka makna yang dimaksud
disini ialah menyuap penguasa untuk membebaskan beban si penyuap.
Biha: artinya dengan harta benda.
Al- Fariq: kelompok atau golongan. Al-
Itsm: perbuatan dosa. Yang dimaksud disini adalah kesaksian palsu atau sumpah
semu dan yang sejenisnya.[5]
2.
Penjelasan Ayat
wur(#þqè=ä.ù's?Nä3s9ºuqøBr&Nä3oY÷t/È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
Tidak diperkenankan kalian makan
sebagian harta yang lain, dalam ayat ini menggunakan kata harta kalian,
hal ini merupakan peringatan bahwa umat itu satu dalam menjalin kerja sama, dan
peringatan bahwa menghormati harta orang lain berarti menghargai harta sendiri.
Sewenang-wenang terhadap harta orang lain berarti melakukan kejahatan kepada
seluruh umat, karena salah seorang yang diperas adalah salah satu anggota umat.
Berikut ini bentuk kebatilan yang di
maksudkan dalam ayat di atas.
a.
Riba, sebab riba adalah memakan harta orang lain tanpa adanya
imbalan yang sewajarnya dari orang yang memberikan harta.
b.
Harta
yang diberikan untuk para penguasa atau para hakim sebagai risywah (suap)
kepadamereka.
c.
Memberikan
shodaqoh kepada orang yang mampu mencari nafkah, yang penghasilannya sudah
cukup.
d.
Macam-macam
penipuan dan pemerasan, seperti yang dilakukan oleh para calo dengan memalsukan
barang yang akan dijual. Sebeluam dijual, diberikan semacanm hiasan atau
dipoles, padahal pada kenyatannya barang itu tidaklah baik.[6]
F.
Analisis
Memakan harta dengan cara batil merupakan salah satu contoh dari
tindak korupsi yang mengambil sebagianmilik orang lain tanpa izin. Tindakan
tersebut mestinya tidak dilakukan oleh orang yang beriman jika ia berkeyakinan
bahwa Allah yang memberi rizki kepada setiap makhluknya, selain itu perbuatan
korupsi berarti memperluas kebatilan dan mempersempit kebenaran.
Allahselalu
memberitahukan betapa pentingnya makanan yang halal lagi baik, dan bersih
dalamkehidupan manusia, seperti yang dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 188.“Dan
janganlah kamu makan hartabenda kamu di antara kamu dengan jalan yang batil.”.Ayat
ini menjelaskan tentang kesatuan, kekeluargaan dan persaudaraan.Sebab itu
dikatakan “hartabenda kamu diantara kamu” yang bermaksud bahwa hartabenda
kawanmu itu adalah hartabendamu sendiri.Memakan harta benda dengan jalan yang
salah, termasuk kedalam macam penipuan, pamalsuan,dan korupsi.
Islam sangat mengharamkan korupsi, karena
korupsi merupakan tindak kejahatan yang merugikan berbagai pihak yang dapat
menimbulkan fitnah. Sifatnya yang cenderung memperkaya diri-sendiri tanpa
memperhatikan konsekwensinya yang akan terjadi baik di dunia maupun akhirat.Perbuatan
tersebut tidak lepas dari mengaplikasikan ilmu sebagai perwujudan perilaku yang
tidak bermoral.
Jadi,
seseorang tidak boleh mencari penghidupan dengan cara yang dilarang syariat,
karena hal ini akan merugikan dan membahayakan orang lain. Seharusnya carilah
penghasikan atau penghidupan dengan jalan yang dihalalkan syariat sehingga
tidak merugikan orang lain.
Dalam keterangan tafsir jalalain dalam syarah
Hasyiatus-showi, dijelaskan bahwasannya Allah SWT adalah maha Qodir yang
memberikan rizki terhadap siapa saja, maka janganlah memperluas kebatilan dan
mempersempit kebenaran (haq), seperti halnya sirqoh (mencuri) dan
ghasab (merampas) yang mana perbuatan tersebut cenderung merugikan orang
lain, perbuatan tersebut sama halnya dengan korupsi yang cenderung dari
perwujudan tidak bermoral.[7]
Menurut keterangan kitab Tafsir al-Munir,
menjelaskan bahwa;yang dimaksud dengan akl’ disisni adalah mengambil
sesuatu dengan jalan yang dilarang oleh syariat agama. Dalam hal ini dapat
diartikan dengan korupsi, karena hal itu merupakan suatu perbuatan yang bathil.
Mengambil harta dengan cara yang bathil memiliki dua bentuk yaitu mengambil
dengan cara yang gelap seperti mencuri, ghasab dan sesamanya, dan mengambil
harta dengan jalan yang dilarang seperti perjudian dan sesamanya dari setiap
perkara yang diharamkan syara.[8]
Allah Swt
melarang hamba-Nya untuk memakan harta sebagian dari orang lain, karena
hal itu sangat merugikan orang banyak. Selain itu juga termasuk perbuatan yang
bathil, yaitu mencuri dan melakukan ghasab, karena hal tersebut berarti
memanfaatkan harta orang lain dengan cara yang dilarang oleh agama maupun hukum
negara. Begitu juga perbuatan suap menyuap dan pertahanan seseorang untuk
mendapatkan hartanya yang sebenarnya bukan merupakan haknya, karena hal
demikian dilakukan dengan cara yang dzalim.
Sebagaimana dalam tafsir al-Thabari mengatakan
bahwa larangan memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang bathil, karena
hal tersebut tidak dihalalkan oleh Allah Swt.[9]Kemudian
Allah juga melarang hamba-Nya untuk mengadukan masalah harta itu kepada hakim
supaya harta tersebut dapat dimilki secara penuh lewat jalur hukum padahal hal
tersebut telah diketahui oleh dirinya bahwa harta itu bukan haknya.
Sebab turunnya ayat ini berkenaan dengan
Imri’il Qais bin Abbas al-Kindi dan Abdan bin Asywa’ al-Hadhrami yang
bersengketa terhadap tanah yang sama-sama ingin memilikinya. Oleh karena itu
Allah Swt menurunkan aya ini sehingga atas ayat yang telah dibacakan oleh Nabi
kepada kedua sahabat itu, lalu mereka berdua akhirnya tidak bermusuhan lagi.
Ayat tentang korupsi juga terdapat dalam ayat lain, salah satunya terdapat
dalam surah ali Imran ayat 161, berikut adalah penjelasan menurut tafsir Ibnu
Katsir.
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. (Ali Imran: 161)[10]
Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan bahwa tidak layak bagi
seorang nabi berbuat khianat. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Musayyab ibnu Wadih,
telah menceritakan kepada kami Abi Ishaq Al-Fazzari, dari Sufyan ibnu Khasif,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa mereka kehilangan sebuah
qatifah (permadani) dalam Perang Badar, lalu mereka berkata, "Barangkali
Rasulullah Saw. telah mengambil- nya."[11]Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Yang dimaksud
dengan al-gulul ialah khianat atau korupsi. Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah
mencerita- kan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada
kami Khasif, telah menceritakan kepada kami Miqsam, telah menceritakan kepadaku
Ibnu Abbas, bahwa firman-Nya berikut ini:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Diturunkan
berkenaan dengan qatifah merah yang hilang dalam Perang Badar. Maka sebagian
orang mengatakan bahwa barangkali Rasulullah Saw.mengambilnya, hingga ramailah
orang-orang membi- carakan hal tersebut. Karena itu, Allah menurunkan
firman-Nya:
Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu.
(Ali Imran: 161)
Hal yang sama
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi secara bersamaan dari
Qutaibah, dari Abdul Wahid ibnu Ziyad dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.Sebagian di antara mereka ada yang
meriwa-yatkannya dari Khasif, dari Miqsam, yakni secara mursal. Ibnu Murdawaih
meriwayatkannya melalui jalur Abu Amr ibnul Ala, dari Mujahid dan Ibnu Abbas
yang menceritakan bahwa orang-orang munafik menuduh Rasulullah Saw. mengambil
se'suatu yang hilang.[12]
Maka Allah menurunkan firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Telah
diriwayatkan pula melalui berbagai jalur hal yang sama dengan hadis di atasdari
Ibnu Abbas. Ayat ini membersihkan diri Nabi Saw.dari semua segi perbuatan
khianat dalam menunaikan amanat dan pembagian ganimah serta urusan-urusan
lainnya. Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan fir- man-Nya:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Misalnya beliau
memberikan bagian kepada sebagian pasukan, se- dangkan sebagian yang lainnya
tidak diberi bagian. Hal yang sama di- katakan pula oleh Ad-Dahhak. Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan firman- Nya:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Yang dimaksud
dengan khianat di sini menurutnya misalnya ialah be- liau meninggalkan sebagian
dari wahyu yang diturunkan kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada umat.
Al-Hasan Al-Basri, Tawus, Mujahid, dan Ad-Dahhak membacanya dengan memakai
huruf ya yang didammahkan, sehingga artinya menjadi seperti berikut:
Tidak mungkin seorang nabi dikhianati.Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
dalam Perang Badar, yang saat itu sebagian dari sahabat ada yang berbuat
korupsi dalam pembagian ganimah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari keduanya (Qatadah
dan Ar-RaW ibnu Anas). Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari seorang di antara
mereka, bahwa ia menafsirkan qiraat (bacaan) ini dengan pengertian dituduh
berbuat khianat. [13]
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ
تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ ﴿١٦١﴾
Barang siapa yang berkhianat dalam
urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan, datang membawa apa
yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pemba- lasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setim- pal, sedangkan mereka
tidak dianiaya. (Ah Imran:
161)
Ungkapan ini
mengandung ancaman keras dan peringatan yang kuat; dan sunnah pun menyebutkan
larangan melakukan hal tersebut dalam beraneka ragam hadis. [14]
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, telah menceritakan
kepada kami Zubair (yakni Ibnu Muhammad), dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu
Aqil, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari Nabi Saw.yang telah
bersabda:
اعظم
الغلول عند الله ذراع من الارض تجدون الرجلين في الارض او في الدار فيقطع احدهما
من حظ صا حبه ذراعا فاء ذا قطعه طوقه من سبع ارضين يوم القيامه
Khianat yang paling besar di sisi
Allah ialah sehasta tanah; kali- an menjumpai dua orang lelaki bertetangga
tanah miliknya atau rumah miliknya, lalu salah'Seorang dari keduanya mengambil
sehasta dari milik temannya. Apabila ia mengambilnya, niscaya hal itu akan
dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi di hari kiamat nanti.
Hadis yang
lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepa- da kami Musa ibnu Daud,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Luhai'ah, dari Ibnu Hubairah dan Al-Haris ibnu Yazid, dari Abdur Rahman ibnu
Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Mustaurid mengata- kan
bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
من ولي لنا عملا وليس له منزل فليتخذ منزلا او ليست له زوجة فليتزوج
او ليس له خادم فليتخذ خادما او ليس له دابة فليتخذ دابة ومن اصاب شيئا سوى ذلك
فهو غال
Barang siapa memegang kekuasaan bagi
kami untuk suatu pe- kerjaan, sedangkan dia belum mempunyai tempat tinggal,
maka hendaklah ia mengambil tempat tinggal; atau belum mempunyai istri, maka
hendaklah ia segera kawin; atau belum mempunyai pelayan, maka hendaklah ia
mengambil pelayan; atau belum mempunyai kendaraan, maka hendaklah ia mengambil
kendaraan. Dan barang siapa memperoleh sesuatu selain dari hal tersebut,
berarti dia adalah orang yang khianat (korupsi). [15]
Al-Mustaurid
ibnu Syaddad mengatakan pula, sahabat Abu Bakar pernah mengatakan bahwa ia
pernah mendapat berita bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
من
اتخذ غير ذلك فهو غال او سارق
Barang siapa yang mengambil selain
dari itu, berarti dia adalah orang yang korupsi atau pencuri.
Hadis lain
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Dikatakan bahwa te- lah menceritakan kepada
kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari
Mutarrif, dari Abui Jahm, dari Abu Mas'ud Al-Ansari yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah mengutusnya sebagai amil zakat, kemudian beliau berpesan
melalui sabdanya:
انطلق ابا مسعود لاالفينك يوم القيامة تجيئ على ظهرك بعير من اءبل
الصدقة له رغاء قد غللته
Berangkailah engkau, hai Abu Mas'ud.Semoga aku tidak men- jumpai engkau di
hari kiamat nanti datang, sedangkan di atas punggungmu terdapat seekor unta
dari ternak unta zakat yang mengeluarkan suaranya hasil dari penggelapanmu.
Ibnu Mas'ud
berkata, "Kalau demikian, aku tidak akan berangkat." Nabi Saw.
bersabda, "Kalau demikian, maumu aku tidak memaksa- mu." [16]Hadis
ini hanya diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Hadis lain diriwayatkan oleh Abu
Bakar ibnu Murdawaih. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman
ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Saleh, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Aban, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Abu
Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
ان
الجر يرمى به في جهنم فيهوى سبعين خريفا ما يبلغ قعرها ويؤتى غل به ائت به
Sesungguhnya sebuah batu dilemparkan
ke dalam neraka Jahannam, maka batu itu meluncur ke bawah selama tujuhpuluh musim
gugur (yakni tujuh puluh tahun), tetapi masih belum sampai ke dasarnya.Dan
didatangkan harta yang digelapkan, lalu dilemparkan (ke neraka Jahannam)
bersama batu itu.Kemudian dikatakan kepada yang menggelapkannya, "Ambillah
harta itu."
Dari penjelasan
hadis-hadis diatas bahwa tindak korupsi juga dapat diartikan sebagai tindak
pencurian dan penghianatan yang menyebabkan orang lain merasa dirugikan
hak-haknya. Seperti yang disebutkan dalam hadis, barangsiapa yang bertindak
demikian maka akan di lemparkan ke dalam api neraka Jahannam bersama batu yang
dilemparkan selama tujuh puluh tahun dan harta yang digelapkannya.
Korupsi
benar-benar telah membunuh rasa kemanusiaan kita.Tentu saja amat menyedihkan,
jika seorang politisi beragama Islam menggunakan jabatannya untuk melakukan
korupsi.Jika itu terjadi, berarti dia telah meletakkan al-Qur’an hanya sebagai
hiasan kata-kata.Dari sinilah, keberimanan masyarakat oleh al-Quran perlu
dipandu untuk menghidupkan kembali rasa kemanusiaan kita, melalui pembaharuan
struktural, dan tidak hanya dorongan moral.Al-Qur’an harus menjadi inspirasi
dan pelopor untuk melakukan gerakan pembebasan, termasuk dalam memberantas
korupsi. Dalam hal ini dapat ditarik hikmah dari ayat al-Quran tentang korupsi
adalah sebagai berikut.
1.
Islam sangat menghormati harta milik pribadi
dan tidak mengizinkan menguasai harta orang lain
2.
Kepemilikan harus didapatkan dengan jalan yang
halal. Menguasai harta orang lain dengan jalan tidak benar, sekalipun ada hukum
hakim tidak menjadi miliknya
3.
Menyuap dan disuap adalah haram, dengan nama
apapun baik, hadiah, maupun upah
G.
Simpulan
Korupsi
di tengah-tengah kehidupan masyarakat kini
bukanlah hal yang
asing lagi, melainkan merupakan tindak
kejahatan dan kriminal berbasis pengkhiyanatan yang telah melembaga dalam suatu
sistem yang kuat dan sudah menyejarah. Khususnya yang tersorot media adalah dikalangan pejabat
tinggi kenegaraan Indonesia, dengan rakus mereka memakan hak masyarakat. kendati pada mulanya melakukan korupsi
dihantui oleh rasa wawas dan takut, karena pada diri seseorang terdapat
kesadaran dan pengetahuan tentang hak diri sendiri dan hak orang lain yang
sepatutnya dihargai dan dilindungi. Kolaborasi
korupsi dalam kehidupan seseorang dan lembaga menyebabkan kesulitan
menghapusnya.
Kondisi
korupsi yang telah menyatu dalam diri seseorang akan menyuburkan sifat-sifat
negatif, semisal khiyānah (menghkianati), ‘ajalah(ketergesaan)
yang tidak terkendali dan tidak proposional, kidhb (dusta), ṭama’
(serakah), ḥasad/ḥiqd (dengki) yang membuatnya tidak memperhatikan
keberkahan hidup, malah justeru mendewakan kehidupan duniawi, dan korupsi akan
meniadakan sifat-sifat terpuji, sepeti amānah (terpercaya), ṣabar
(tabah), tawakkal (pasrah), ṣidq (jujur) yang dapat dijadikan
pengendali diri dalam menghadapi godaan karupsi dan mengorientasikan
kehidupannya kepada keberkahan dan perkenan Allah swt.
H. Daftar Pustaka
Ad-Dimasyqi, Al Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir,Bahrun Abu Bakar
L,C (terjemah). Tafsirul Quran al Adzhim (tafsir ibnu katsir) jilid 4.
2000. Sinar baru algensindo. Bandung
Al-Maliki,
Syekh Muhammad showi, hasyiatusshowi, jilid ke-1
Al-Maraghi, Ahmad Musatafa, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang:
Toha Putra, 1984) cet ke-1
Hamka,
Tafsir Al-Azhar, juz II, (PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984)
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai
Pustaka, Edisi 3, 2005), 594.Selanjutnya ditulis Alwi, Kamus.
Zuhailiy, Wahbah, Tafsir al-Munir fi al-aqidati wa wa
al- syariati wa al-manhaj, surat al-Baqarah ayat 188 (Damsyq: Dar al-Fikr),
al-mujallid awwal
Al-Quran digital
Software al-Maktabah Syamilah, Tafsir al-Thabari.
Dimas Rachman Taufiq di http://sevation07.blogspot.com/2013/11/korupsi-kolusi-dan-nepotisme-dalam.html,
diunduh tanggal 08/04/2014 , pkl: 06:54.
[1]Dimas Rachman Taufiq di
http://sevation07.blogspot.com/2013/11/korupsi-kolusi-dan-nepotisme-dalam.html,
diunduh tanggal 08/04/2014 , pkl: 06:54.
[2] Prof. Dr. Hamka, tafsir
Al-Azhar juz II, (PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984). Hal: 110
[3]Hasan Alwi, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, Edisi 3, 2005),
594.Selanjutnya ditulis Alwi, Kamus.
[4]Al-Quran digital
[7] Syekh Muhammad showi
al-maliki, hasyiatusshowi, jilid satu hal: 86-87
[8]Wahbah Zuhailiy, Tafsir al-Munir fi
al-aqidati wa wa al- syariati wa al-manhaj, surat al-Baqarah ayat 188
(Damsyq: Dar al-Fikr), al-mujallid awwal, hal. 529.
[9]Software al-Maktabah Syamilah, Tafsir
al-Thabari. surat al-Baqarah ayat 188, juz 3,hal. 549.
[10]Al-Quran digital
[11]Al Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir
ad-Dimasyqi.Bahrun Abu Bakar L,C (terjemah). Tafsirul
Quran al Adzhim (tafsir ibnu katsir) jilid 4.(Sinar baru algensindo. Bandung. 2000). hal. 253
[12]Ibid. hal. 254
[13]Ibid. hal. 255
[14]Ibid.
hal. 256
[16]Ibid. hal 266
Tidak ada komentar:
Posting Komentar