Rabu, 15 Oktober 2014

Korupsi dalam al-Qur'an



Korupsi dalam Perspektif Al-Quran

Abstrak
Korupsi dalam kehidupan manusia bukan merupakan tradisi baru, melainkan tindak kejahatan dan kriminal berbasis pengkhiyanatan yang telah melembaga dalam suatu sistem yang kuat dan menyejarah. Tindak korupsi ini memiliki banyak bentuk, seperti ; a. Riba, yaitu memakan harta orang lain tanpa adanya imbalan yang sewajarnya dari orang yang memberikan harta. b. Harta yang diberikan untuk para penguasa atau para hakim sebagaisuap kepada mereka. c. penipuan dan pemerasan, seperti yang dilakukan oleh para calo dengan memalsukan barang yang akan dijual. Sebeluam dijual, diberikan. Kondisi korupsi yang telah menyatu dalam diri seseorang akan menyuburkan sifat-sifat negatif, semisal khianat, ketergesaan yang tidak terkendali, dusta, serakah, dengki, dan korupsi akan meniadakan sifat-sifat terpuji, sepeti amānah (terpercaya), ṣabar (tabah), tawakkal (pasrah), ṣidq (jujur) yang dapat dijadikan pengendali diri dalam menghadapi godaan karupsi.

A.    Latar Belakang Masalah
Semakin maraknya tindakan kejahatan yang terjadi dimuka bumi menyebabkan orang-orang hidup dalam kesulitan dan kesengasaraan khususnya kaum yang lemah. Kelaparan melanda orang-orang yang hidup dalam kemiskinan dan serba kekurangan. Selain itu, lapangan pekerjaan yang semakin sulit diraih oleh masyarakat karena banyaknya peraturan yang tidak sesuai dengan syariat bahkan aturan negara, yang pada akhirnya angka kemiskinan di negara Indonesia setiap tahunnya meningkat.
Hal ini tidak terlepas dari kepemimpinan dalam suatu pemerintahan yang kurang memperhatikan rakyatnya yang sangat membutuhkan bantuannya. Apalagi dengan banyaknya tindakan penyelewengan dalam masalah keuangan yang semakin meningkat (korupsi). Dengan demikian menjadikan orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin tercekik karena tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, seiring dengan terus meningkatnya harga krisis moneter setiap tahunnya.
Dalam pembahasan makalah ini akan menjelaskan tentang masalah ‘Korupsi, dimana dalam pembahasannya meliputi keterangan yang dikaitkan dengan ayat al-Quran dan hadis sebagai penjelasnya, sehingga dapat diketahui pesan moral atau hikmah dari pembahasan tersebut. Kiranya pembahasan dalam makalah ini, semoga dapat memberikan manfaat dan menambahkan wawasan pengetahuan bagi pembaca.
B.     Rumusan Masalah
Dari pernyataan di atasdapat dirumuskan masalah sebagai berikut.Bagaimana korupsi dalam perspektif al-Quran?
C.    Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas dapat diambil tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.Mengetahui perspektif al-Quran dalam pembahasan korupsi.
D.    Kajian Teori
Ada beberapa pengertian tentang korupsi dari para ahli, salah satunya adalah sebagai berikut:

“Menurut J.W. Schoorl, korupsi adalah penggunaan kekuasaan negara untuk memperoleh penghasilan, keuntungan, atau prestise perorangan atau untuk memberi keuntungan bagi sekelompok orang atau kelas sosial dengan cara yang bertentangan dengan undang-undang atau dengan norma akhlak yang tinggi”[1]

Menurut Hamka dalam tafsirnya bahwa yang di namakan korupsi adalah segala usaha mencari keuntungan untuk diri sendiri danga jalan tidak wajar dan merugikan sesama manusia, yang selalu bertemu dalam masyarakat.Sehingga orang beroleh kekayaan dengan penghisapan dan penipuan kepada sesamanya manusia.[2]
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan korupsi sebagai penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.[3]
Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa tindakan korupsi dan kolusi adalah suatu penyimpangan yang terjadi baik itu di suatu lembaga pemerintahan, atau masyarakat tertentu. Tindakan korupsi juga dapat terjadi di sekelompok orang atau kelas sosial selain di lembaga pemerintahan.
Tindakan ini merupakan suatu penyimpangan, karena dapat merugikan banyak pihak mulai dari golongan atasnya yang sederajat maupun golongan bawah. Sungguh tindakan ini sangat dilarang oleh syariat Islam. Namun, dalam kenyataannya sangat sulit sekali mengetahui apakah kriteria seseorang itu dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran hukum negara atau tidak. Kasus ini hanya dapat diketahui secara pasti oleh petugas yang telah diberi mandat untuk berkewajiban menangani kasus korupsi dan kolusi atau di negara Indonesia disebut dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
E.     Pembahasan
Secara harfiah di dalam al-Qur`an tidak ditemukan kosakata korupsi, tetapi jika dilihat pada pesan esensial yang terkandung dalam makna term korupsi sebagai pengkhianatan terhadap amanat, maka ada term yang memiliki kedekatan makna dengannya, yakni Akl. Jika dilihat dari sudut pandang eksistensi perbuatannya, korupsi termasuk ke dalam perbuatan batil mengingat kandungan artinya meliputi kecenderungan kepada mengambil atau memakan harta dengan cara yang batal yang dilarang oleh Allah swt dalam surah al-Baqarah/2 : 188;
Ÿwur(#þqè=ä.ù's?Nä3s9ºuqøBr&Nä3oY÷t/È@ÏÜ»t6ø9$$Î/(#qä9ôè?ur!$ygÎ/n<Î)ÏQ$¤6çtø:$#(#qè=à2ù'tGÏ9$Z)ƒÌsùô`ÏiBÉAºuqøBr&Ĩ$¨Y9$#ÉOøOM}$$Î/óOçFRr&urtbqßJn=÷ès?ÇÊÑÑÈ
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [2]:188)[4]
1.      Arti Al-Mufradat
Al-Akl: (makan) ialah mengambil atau menguasai. Dalam ayat ini, menggunakan kata al-akl karena arti kata ini mencakup segalanya dan paling banyak membutuhkan biaya.Makan ini merupakan kebutuhan pokok dan penting, serta makan juga dapat mempengaruhi keadaan yang baik.
Al-Bathil: asal katanya adalah buthlan, artinya yaitu curang atau merugikan. Mengambil  harta dengan cara bathil berarti mengambil  dengan cara tanpa imbalan sesuatu yang hakiki. Syariat Islam melarang mengambil harta tanpa imbalan dan tanpa kerelaan dari orang yang memilikinya.Bisa juga menginfakkan harta dijalan yang tidak bermanfaat dan tidak sebenarnya.
Al- Idha: menurunkantimba guna mengambil air. Sedangka makna yang dimaksud disini ialah menyuap penguasa untuk membebaskan beban si penyuap.
Biha: artinya dengan harta benda.
Al- Fariq: kelompok atau  golongan. Al- Itsm: perbuatan dosa. Yang dimaksud disini adalah kesaksian palsu atau sumpah semu dan yang sejenisnya.[5]
2.      Penjelasan Ayat
Ÿwur(#þqè=ä.ù's?Nä3s9ºuqøBr&Nä3oY÷t/È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
Tidak diperkenankan kalian makan sebagian harta yang lain, dalam ayat ini menggunakan kata harta kalian, hal ini merupakan peringatan bahwa umat itu satu dalam menjalin kerja sama, dan peringatan bahwa menghormati harta orang lain berarti menghargai harta sendiri. Sewenang-wenang terhadap harta orang lain berarti melakukan kejahatan kepada seluruh umat, karena salah seorang yang diperas adalah salah satu anggota umat.
Berikut ini bentuk kebatilan yang di maksudkan dalam ayat di atas.
a.       Riba, sebab riba adalah memakan harta orang lain tanpa adanya imbalan yang sewajarnya dari orang yang memberikan harta.
b.      Harta yang diberikan untuk para penguasa atau para hakim sebagai risywah (suap) kepadamereka.
c.       Memberikan shodaqoh kepada orang yang mampu mencari nafkah, yang penghasilannya sudah cukup.
d.      Macam-macam penipuan dan pemerasan, seperti yang dilakukan oleh para calo dengan memalsukan barang yang akan dijual. Sebeluam dijual, diberikan semacanm hiasan atau dipoles, padahal pada kenyatannya barang itu tidaklah baik.[6]
F.     Analisis
Memakan harta dengan cara batil merupakan salah satu contoh dari tindak korupsi yang mengambil sebagianmilik orang lain tanpa izin. Tindakan tersebut mestinya tidak dilakukan oleh orang yang beriman jika ia berkeyakinan bahwa Allah yang memberi rizki kepada setiap makhluknya, selain itu perbuatan korupsi berarti memperluas kebatilan dan mempersempit kebenaran.
Allahselalu memberitahukan betapa pentingnya makanan yang halal lagi baik, dan bersih dalamkehidupan manusia, seperti yang dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 188.“Dan janganlah kamu makan hartabenda kamu di antara kamu dengan jalan yang batil.”.Ayat ini menjelaskan tentang kesatuan, kekeluargaan dan persaudaraan.Sebab itu dikatakan “hartabenda kamu diantara kamu” yang bermaksud bahwa hartabenda kawanmu itu adalah hartabendamu sendiri.Memakan harta benda dengan jalan yang salah, termasuk kedalam macam penipuan, pamalsuan,dan korupsi.
Islam sangat mengharamkan korupsi, karena korupsi merupakan tindak kejahatan yang merugikan berbagai pihak yang dapat menimbulkan fitnah. Sifatnya yang cenderung memperkaya diri-sendiri tanpa memperhatikan konsekwensinya yang akan terjadi baik di dunia maupun akhirat.Perbuatan tersebut tidak lepas dari mengaplikasikan ilmu sebagai perwujudan perilaku yang tidak bermoral.
Jadi, seseorang tidak boleh mencari penghidupan dengan cara yang dilarang syariat, karena hal ini akan merugikan dan membahayakan orang lain. Seharusnya carilah penghasikan atau penghidupan dengan jalan yang dihalalkan syariat sehingga tidak merugikan orang lain.
Dalam keterangan tafsir jalalain dalam syarah Hasyiatus-showi, dijelaskan bahwasannya Allah SWT adalah maha Qodir yang memberikan rizki terhadap siapa saja, maka janganlah memperluas kebatilan dan mempersempit kebenaran (haq), seperti halnya sirqoh (mencuri) dan ghasab (merampas) yang mana perbuatan tersebut cenderung merugikan orang lain, perbuatan tersebut sama halnya dengan korupsi yang cenderung dari perwujudan tidak bermoral.[7]
Menurut keterangan kitab Tafsir al-Munir, menjelaskan bahwa;yang dimaksud dengan akl’ disisni adalah mengambil sesuatu dengan jalan yang dilarang oleh syariat agama. Dalam hal ini dapat diartikan dengan korupsi, karena hal itu merupakan suatu perbuatan yang bathil. Mengambil harta dengan cara yang bathil memiliki dua bentuk yaitu mengambil dengan cara yang gelap seperti mencuri, ghasab dan sesamanya, dan mengambil harta dengan jalan yang dilarang seperti perjudian dan sesamanya dari setiap perkara yang diharamkan syara.[8]       
Allah Swt  melarang hamba-Nya untuk memakan harta sebagian dari orang lain, karena hal itu sangat merugikan orang banyak. Selain itu juga termasuk perbuatan yang bathil, yaitu mencuri dan melakukan ghasab, karena hal tersebut berarti memanfaatkan harta orang lain dengan cara yang dilarang oleh agama maupun hukum negara. Begitu juga perbuatan suap menyuap dan pertahanan seseorang untuk mendapatkan hartanya yang sebenarnya bukan merupakan haknya, karena hal demikian dilakukan dengan cara yang dzalim.
Sebagaimana dalam tafsir al-Thabari mengatakan bahwa larangan memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang bathil, karena hal tersebut tidak dihalalkan oleh Allah Swt.[9]Kemudian Allah juga melarang hamba-Nya untuk mengadukan masalah harta itu kepada hakim supaya harta tersebut dapat dimilki secara penuh lewat jalur hukum padahal hal tersebut telah diketahui oleh dirinya bahwa harta itu bukan haknya.
Sebab turunnya ayat ini berkenaan dengan Imri’il Qais bin Abbas al-Kindi dan Abdan bin Asywa’ al-Hadhrami yang bersengketa terhadap tanah yang sama-sama ingin memilikinya. Oleh karena itu Allah Swt menurunkan aya ini sehingga atas ayat yang telah dibacakan oleh Nabi kepada kedua sahabat itu, lalu mereka berdua akhirnya tidak bermusuhan lagi.
Ayat tentang korupsi juga terdapat dalam ayat lain, salah satunya terdapat dalam surah ali Imran ayat 161, berikut adalah penjelasan menurut tafsir Ibnu Katsir.
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)[10]
Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan bahwa tidak layak bagi seorang nabi berbuat khianat. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Musayyab ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Abi Ishaq Al-Fazzari, dari Sufyan ibnu Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa mereka kehilangan sebuah qatifah (permadani) dalam Perang Badar, lalu mereka berkata, "Barangkali Rasulullah Saw. telah mengambil- nya."[11]Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Yang dimaksud dengan al-gulul ialah khianat atau korupsi. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah mencerita- kan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Khasif, telah menceritakan kepada kami Miqsam, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa firman-Nya berikut ini: 
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Diturunkan berkenaan dengan qatifah merah yang hilang dalam Perang Badar. Maka sebagian orang mengatakan bahwa barangkali Rasulullah Saw.mengambilnya, hingga ramailah orang-orang membi- carakan hal tersebut. Karena itu, Allah menurunkan firman-Nya:
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. (Ali Imran: 161)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi secara bersamaan dari Qutaibah, dari Abdul Wahid ibnu Ziyad dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.Sebagian di antara mereka ada yang meriwa-yatkannya dari Khasif, dari Miqsam, yakni secara mursal. Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Abu Amr ibnul Ala, dari Mujahid dan Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang munafik menuduh Rasulullah Saw. mengambil se'suatu yang hilang.[12] Maka Allah menurunkan firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Telah diriwayatkan pula melalui berbagai jalur hal yang sama dengan hadis di atasdari Ibnu Abbas. Ayat ini membersihkan diri Nabi Saw.dari semua segi perbuatan khianat dalam menunaikan amanat dan pembagian ganimah serta urusan-urusan lainnya. Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan fir- man-Nya:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Misalnya beliau memberikan bagian kepada sebagian pasukan, se- dangkan sebagian yang lainnya tidak diberi bagian. Hal yang sama di- katakan pula oleh Ad-Dahhak. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan firman- Nya:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ ﴿١٦١﴾
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Yang dimaksud dengan khianat di sini menurutnya misalnya ialah be- liau meninggalkan sebagian dari wahyu yang diturunkan kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada umat. Al-Hasan Al-Basri, Tawus, Mujahid, dan Ad-Dahhak membacanya dengan memakai huruf ya yang didammahkan, sehingga artinya menjadi seperti berikut:
Tidak mungkin seorang nabi dikhianati.Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan dalam Perang Badar, yang saat itu sebagian dari sahabat ada yang berbuat korupsi dalam pembagian ganimah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari keduanya (Qatadah dan Ar-RaW ibnu Anas). Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari seorang di antara mereka, bahwa ia menafsirkan qiraat (bacaan) ini dengan pengertian dituduh berbuat khianat. [13]

Kemudian Allah Swt. berfirman:

وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ ﴿١٦١﴾
Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan, datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pemba- lasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setim- pal, sedangkan mereka tidak dianiaya. (Ah Imran: 161)
Ungkapan ini mengandung ancaman keras dan peringatan yang kuat; dan sunnah pun menyebutkan larangan melakukan hal tersebut dalam beraneka ragam hadis. [14]
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Zubair (yakni Ibnu Muhammad), dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari Nabi Saw.yang telah bersabda:
اعظم الغلول عند الله ذراع من الارض تجدون الرجلين في الارض او في الدار فيقطع احدهما من حظ صا حبه ذراعا فاء ذا قطعه طوقه من سبع ارضين يوم القيامه
Khianat yang paling besar di sisi Allah ialah sehasta tanah; kali- an menjumpai dua orang lelaki bertetangga tanah miliknya atau rumah miliknya, lalu salah'Seorang dari keduanya mengambil sehasta dari milik temannya. Apabila ia mengambilnya, niscaya hal itu akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi di hari kiamat nanti.
Hadis yang lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepa- da kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Ibnu Hubairah dan Al-Haris ibnu Yazid, dari Abdur Rahman ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Mustaurid mengata- kan bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
من ولي لنا عملا وليس له منزل فليتخذ منزلا او ليست له زوجة فليتزوج او ليس له خادم فليتخذ خادما او ليس له دابة فليتخذ دابة ومن اصاب شيئا سوى ذلك فهو غال
Barang siapa memegang kekuasaan bagi kami untuk suatu pe- kerjaan, sedangkan dia belum mempunyai tempat tinggal, maka hendaklah ia mengambil tempat tinggal; atau belum mempunyai istri, maka hendaklah ia segera kawin; atau belum mempunyai pelayan, maka hendaklah ia mengambil pelayan; atau belum mempunyai kendaraan, maka hendaklah ia mengambil kendaraan. Dan barang siapa memperoleh sesuatu selain dari hal tersebut, berarti dia adalah orang yang khianat (korupsi). [15]
Al-Mustaurid ibnu Syaddad mengatakan pula, sahabat Abu Bakar pernah mengatakan bahwa ia pernah mendapat berita bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
من اتخذ غير ذلك فهو غال او سارق
Barang siapa yang mengambil selain dari itu, berarti dia adalah orang yang korupsi atau pencuri.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Dikatakan bahwa te- lah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mutarrif, dari Abui Jahm, dari Abu Mas'ud Al-Ansari yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengutusnya sebagai amil zakat, kemudian beliau berpesan melalui sabdanya:
انطلق ابا مسعود لاالفينك يوم القيامة تجيئ على ظهرك بعير من اءبل الصدقة له رغاء قد غللته
Berangkailah engkau, hai Abu Mas'ud.Semoga aku tidak men- jumpai engkau di hari kiamat nanti datang, sedangkan di atas punggungmu terdapat seekor unta dari ternak unta zakat yang mengeluarkan suaranya hasil dari penggelapanmu.
Ibnu Mas'ud berkata, "Kalau demikian, aku tidak akan berangkat." Nabi Saw. bersabda, "Kalau demikian, maumu aku tidak memaksa- mu." [16]Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Hadis lain diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Aban, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Abu Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
ان الجر يرمى به في جهنم فيهوى سبعين خريفا ما يبلغ قعرها ويؤتى غل به ائت به
Sesungguhnya sebuah batu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam, maka batu itu meluncur ke bawah selama tujuhpuluh musim gugur (yakni tujuh puluh tahun), tetapi masih belum sampai ke dasarnya.Dan didatangkan harta yang digelapkan, lalu dilemparkan (ke neraka Jahannam) bersama batu itu.Kemudian dikatakan kepada yang menggelapkannya, "Ambillah harta itu."
Dari penjelasan hadis-hadis diatas bahwa tindak korupsi juga dapat diartikan sebagai tindak pencurian dan penghianatan yang menyebabkan orang lain merasa dirugikan hak-haknya. Seperti yang disebutkan dalam hadis, barangsiapa yang bertindak demikian maka akan di lemparkan ke dalam api neraka Jahannam bersama batu yang dilemparkan selama tujuh puluh tahun dan harta yang digelapkannya.
Korupsi benar-benar telah membunuh rasa kemanusiaan kita.Tentu saja amat menyedihkan, jika seorang politisi beragama Islam menggunakan jabatannya untuk melakukan korupsi.Jika itu terjadi, berarti dia telah meletakkan al-Qur’an hanya sebagai hiasan kata-kata.Dari sinilah, keberimanan masyarakat oleh al-Quran perlu dipandu untuk menghidupkan kembali rasa kemanusiaan kita, melalui pembaharuan struktural, dan tidak hanya dorongan moral.Al-Qur’an harus menjadi inspirasi dan pelopor untuk melakukan gerakan pembebasan, termasuk dalam memberantas korupsi. Dalam hal ini dapat ditarik hikmah dari ayat al-Quran tentang korupsi adalah sebagai berikut.
1.            Islam sangat menghormati harta milik pribadi dan tidak mengizinkan menguasai harta orang lain
2.            Kepemilikan harus didapatkan dengan jalan yang halal. Menguasai harta orang lain dengan jalan tidak benar, sekalipun ada hukum hakim tidak menjadi miliknya
3.            Menyuap dan disuap adalah haram, dengan nama apapun baik, hadiah, maupun upah

G.    Simpulan

Korupsi di tengah-tengah kehidupan masyarakat kini bukanlah hal yang asing lagi, melainkan merupakan tindak kejahatan dan kriminal berbasis pengkhiyanatan yang telah melembaga dalam suatu sistem yang kuat dan sudah menyejarah. Khususnya yang tersorot media adalah dikalangan pejabat tinggi kenegaraan Indonesia, dengan rakus mereka memakan hak masyarakat.  kendati pada mulanya melakukan korupsi dihantui oleh rasa wawas dan takut, karena pada diri seseorang terdapat kesadaran dan pengetahuan tentang hak diri sendiri dan hak orang lain yang sepatutnya dihargai dan dilindungi. Kolaborasi korupsi dalam kehidupan seseorang dan lembaga menyebabkan kesulitan menghapusnya.
Kondisi korupsi yang telah menyatu dalam diri seseorang akan menyuburkan sifat-sifat negatif, semisal khiyānah (menghkianati), ‘ajalah(ketergesaan) yang tidak terkendali dan tidak proposional, kidhb (dusta), ṭama’ (serakah), ḥasad/ḥiqd (dengki) yang membuatnya tidak memperhatikan keberkahan hidup, malah justeru mendewakan kehidupan duniawi, dan korupsi akan meniadakan sifat-sifat terpuji, sepeti amānah (terpercaya), ṣabar (tabah), tawakkal (pasrah), ṣidq (jujur) yang dapat dijadikan pengendali diri dalam menghadapi godaan karupsi dan mengorientasikan kehidupannya kepada keberkahan dan perkenan Allah swt.

H.    Daftar Pustaka
Ad-Dimasyqi, Al Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir,Bahrun Abu Bakar L,C (terjemah). Tafsirul Quran al Adzhim (tafsir ibnu katsir) jilid 4. 2000. Sinar baru algensindo. Bandung

Al-Maliki, Syekh Muhammad showi, hasyiatusshowi, jilid ke-1

Al-Maraghi, Ahmad Musatafa, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1984) cet ke-1

Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz II, (PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984)

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, Edisi 3, 2005), 594.Selanjutnya ditulis Alwi, Kamus.

Zuhailiy, Wahbah, Tafsir al-Munir fi al-aqidati wa wa al- syariati wa al-manhaj, surat al-Baqarah ayat 188 (Damsyq: Dar al-Fikr), al-mujallid awwal

Al-Quran digital

Software al-Maktabah Syamilah, Tafsir al-Thabari.

Dimas Rachman Taufiq di http://sevation07.blogspot.com/2013/11/korupsi-kolusi-dan-nepotisme-dalam.html, diunduh tanggal 08/04/2014 , pkl: 06:54.




[1]Dimas Rachman Taufiq di http://sevation07.blogspot.com/2013/11/korupsi-kolusi-dan-nepotisme-dalam.html, diunduh tanggal 08/04/2014 , pkl: 06:54.                                                                                                                                  
[2]  Prof. Dr. Hamka, tafsir Al-Azhar juz II, (PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984). Hal: 110
[3]Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, Edisi 3, 2005), 594.Selanjutnya ditulis Alwi, Kamus.
[4]Al-Quran digital
[5]Ahmad Musatafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (Semarang: Toha Putra, 1984) cet ke-1  hal: 150

[6]Ibid. hal. 151
[7]  Syekh Muhammad showi al-maliki, hasyiatusshowi, jilid satu hal: 86-87
[8]Wahbah Zuhailiy, Tafsir al-Munir fi al-aqidati wa wa al- syariati wa al-manhaj, surat al-Baqarah ayat 188 (Damsyq: Dar al-Fikr), al-mujallid awwal, hal. 529.
[9]Software al-Maktabah Syamilah, Tafsir al-Thabari. surat al-Baqarah ayat 188, juz 3,hal. 549.  
[10]Al-Quran digital
[11]Al Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi.Bahrun Abu Bakar L,C (terjemah). Tafsirul Quran al Adzhim (tafsir ibnu katsir) jilid 4.(Sinar baru algensindo. Bandung. 2000). hal. 253

[12]Ibid. hal. 254
[13]Ibid. hal. 255
[14]Ibid. hal. 256
[15]Ibid. hal.257
[16]Ibid. hal 266                                                                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post